Pagi hari, dokter Anya bangun dari tidurnya, menatap ke sekeliling dan menemukan Heri yang tidur di atas lantai. Tidak ada Kriss di sana, untuk itu dokter Anya pun memutuskan untuk bangun dan berjalan mencari keberadaan laki-laki itu.
Dokter Anya terdiam, menatap ke arah Kriss yang tertidur di depan komputernya. Di dalam hatinya yang paling dalam, dokter Anya sedikit menyesal karena membuat laki-laki itu tidur dalam posisi itu.
"Kamu sudah enakan?" Tanya Heri yang langsung saja membuat dokter Anya menoleh dan menatap ke arah laki-laki di depannya.
"Semalam kamu demam, dan Kriss memberitahu aku." Kata Heri berbohong.
Mendengar suara, Kriss pun segera membuka matanya dan menatap ke arah dokter Anya dan juga Heri yang berada tidak jauh darinya.
"Jam berapa ini?" Tanya Kriss dengan menguap lebar.
"Tujuh." Jawab Heri memberitahu.
"Ah, untunglah kalian membangunkanku." Ucap Kriss yang langsung saja berdiri dan merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku.
"Aku akan mandi dan kembali bekerja, kalian juga kembalilah." Kata Kriss yang langsung saja berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.
Dokter Anya menoleh ke arah Heri dan mengajak laki-laki itu pergi meninggalkan ruangan Kriss.
"Maaf karena sudah merepotkan." Ucap dokter Anya tidak enak hati.
Heri yang mendengarnya tentu saja hanya diam, sedikit tidak suka dengan kata-kata yang diucapkan oleh dokter Anya.
Heri menghentikan langkahnya, menatap ke arah Anya yang berjalan masuk ke dalam.
"Ayo lakukan di sini." Ajak Heri sembari mengunci pintu ruangan dokter Anya dari dalam.
"Aku akan mengambilkan cuti karena kamu juga sakit." Lanjut Heri sembari melepaskan bajunya.
Anya terdiam, menatap ke arah Heri yang sudah melepas pakaian atasnya. Setelah itu Anya pun berjalan ke arah kamar, diikuti oleh Heri yang mengekor di belakangnya.
Heri masuk ke dalam kamar dokter Anya dan menutup pintunya rapat. Heri berjalan mendekat dan mencium bibir Anya dengan rakus, ada rasa kesal yang tersembunyi dari ciumannya itu.
Entah karena semalam Anya menggoda laki-laki selain dirinya, atau karena ucapan maaf yang tadi ia dengar. Heri tidak tahu, yang pasti Heri tidak dapat menahan gejolak nafsunya saat ini.
Heri melepas kemeja yang dipakai oleh Anya dengan paksa, membuat suara kancing baju berjatuhan dan berserakan di bawah. Anya terkejut, tidak biasanya laki-laki itu melakukan hal seperti itu.
"Apakah aku membuatmu terkejut?" Tanya Heri yang langsung saja membuat Anya terdiam dan menggelengkan kepalanya pelan.
Heri yang melihatnya tentu saja hanya menyeringai, Heri memutuskan untuk merangsang aset atas milik Anya, membuat wanita itu kelojatan karena ulahnya. Tidak hanya itu, Heri juga menggigit p****g wanita itu hingga membuatnya menjerit kesakitan.
Heri mendorong Anya ke belakang, membiarkan wanita itu jatuh di atas ranjang dengan cukup keras. Setelahnya, Heri melepas paksa pakaian bawah milik Anya, dirinya segera berlutut dan merangsang aset atas milik Anya.
Keduanya pun mulai bergaul, dengan Heri yang berlaku lebih kasar dibandingkan sebelumnya. Anya benar-benar merasa sedikit sakit dibandingkan nikmat.
Anya tahu apa masalahnya, itu karena laki-laki itu marah padanya, dan Anya juga tidak berniat untuk menghindarinya. Laki-laki itu sudah pasti marah saat tahu wanita yang dilamarnya tidur di kamar laki-laki lain.
Heri kembali melakukan pelepasan di dalam milik Anya, tidak perduli wanita itu berniat untuk menolaknya.
Heri jatuh menindih tubuh Anya, membiarkan miliknya masih di dalam wanita itu.
Tidak seperti biasanya Heri yang selalu memberikan kecupan, kali ini Heri memilih untuk menggigit telinga wanita itu hingga memerah.
Anya hanya menjerit dan kesakitan, benar-benar kesal karena laki-laki itu bersikap seenaknya.
"Jadi kapan anda akan mengajukan cuti?" Tanya Anya setelah rasa sakitnya mereda.
"Sudah aku ajukan saat kamu masih tidur tadi." Jawab Heri memberitahu.
Heri menarik miliknya dan berguling ke samping untuk berbaring di samping wanita itu.
"Ayo kita akhiri di sini." Kata Anya tiba-tiba.
Heri yang mendengarnya tentu saja terkejut, matanya menatap lurus ke arah Anya dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa wanita itu mengatakan hal itu dengan mudah.
"Seperti yang kamu lihat, semalam aku memang merayu laki-laki lain. Jadi alasan aku tidur di kamar laki-laki itu karena hal itu. Aku juga sempat menyukainya." Kata Anya memberitahukan hal itu dengan jujur. Daripada membiarkan laki-laki itu memikirkan hal yang lebih dari itu.
"Kamu tidur dengannya?" Tanya Heri pelan.
Heri menatap ke arah mata Anya dengan sungguh-sungguh, ingin tahu apakah wanita itu berbohong atau tidak.
"Aku menciumnya." Jawab Anya memberitahu.
"Ayo menikah saja." Ajak Heri tiba-tiba.
"Aku bilang aku mencium laki-laki lain, aku juga menyukai laki-laki lain." Jawab Anya mengulangi.
"Tidak masalah, asal kamu menikah denganku." Jawab Heri dengan cepat.
"Mau kamu suka sama siapa saja aku nggak akan ikut campur, yang penting kamu tidak kabur dan meninggalkan aku." Lanjut Heri memberitahu.
"Aku tidak ingin menikah dengan laki-laki yang tidak aku sukai." Balas Anya yang langsung saja membuat Heri diam dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
"Kalau begitu pikirkanlah lagi, aku akan menunggu." Kata Heri pada akhirnya.
Heri memutuskan untuk tidur dengan memeluk Anya, sedangkan Anya sendiri hanya diam dan membiarkan hal itu terjadi. Seperti yang dikatakan oleh Kriss tadi malam, Anya takut jika Heri memandang rendah dirinya, untuk itu Anya takut jika nanti sudah menikah Heri akan memperlakukan dirinya dengan buruk karena tingkah jalangnya.
Hari tertidur tak lama setelahnya, semalam Heri tidak punya banyak waktu untuk tidur karena mengompres Anya. Lalu saat pagi tadi, Heri memutuskan untuk memejamkan matanya sebentar karena panasnya sudah turun. Tapi baru sejenak dirinya tertidur, suara langkah kaki yang terdengar membuat Heri bangun dan tahu jika Anya sudah bangun dan melihat ke arah laki-laki yang disukainya.
Heri tentu saja sedikit sakit hati, tapi Heri tidak bisa melakukan apapun untuk memaksakan perasaan wanita itu.
Getaran ponsel yang terdengar membuat Anya sadar dari lamunannya. Anya menyingkirkan lengan Heri dan mengambil ponsel yang ada di atas ranjang.
Anya menepuk pelan pipi Heri, membuat laki-laki itu membuka matanya dan seolah-olah bertanya ada apa.
"Ada panggilan masuk." Kata Anya memberitahu.
"Siapa?" Tanya Heri yang langsung saja membuat Anya kembali melihat layar ponsel itu.
"Ifan." Jawab Anya memberitahu.
"Angkat saja, katakan kalau aku tidur." Jawab Heri yang langsung saja tengkurap dan kembali tidur.
Anya menatap ke arah layar ponsel itu dalam diam, baru saja dirinya berniat untuk menerimanya, panggilan telpon itu sudah terputus dan membuat Anya menoleh ke arah Heri yang tidak peduli.
Anya pun berniat untuk meletakkan ponsel itu, tapi ponselnya kembali bergetar dan dari orang yang sama. Anya menekan tombol hijau dan menerima panggilan itu dengan hati-hati.
"Halo!" Ucap Anya dengan suara pelan.
"Sepertinya salah sambung."
Suara yang terdengar dari sebrang membuat Anya ikut bingung.
"Tapi bener kok, ini nomornya si bos." Ucap laki-laki di sebrang telpon lagi.
"Maaf, apakah ini ponsel anda?" Tanya laki-laki itu yang langsung saja membuat Anya melirik ke arah Heri yang masih tidak peduli.
"Tidak, ini punya mas Heri?" Jawab Anya ragu-ragu.
"Apakah Anda mencurinya? Bagaimana bisa ponsel bos saya ada pada anda?" Tuduh laki-laki itu yang langsung saja membuat Anya mencoba untuk membangunkan Heri lagi.
"Mas, ini loh." Ucap Anya dengan sedikit kesal.
Heri membuka matanya dan menatap ke arah Anya yang terlihat bingung. Di dalam hati, Heri merasa lucu dan juga gemas dengan wanita itu.
Heri menekan tombol loudspeaker dan menatap ke arah ponselnya yang ia letakkan di atas ranjang begitu saja.
"Ada apa?" Tanya Heri yang langsung saja membuat Ifan segera bersuara.
"Ah, maaf. Saya pikir ponsel anda di curi." Ucap Ifan meminta maaf.
"Tidak, jadi ada apa? Kenapa ganggu waktu istirahat? Ini masih pagi apakah kamu tahu?" Tanya Heri sembari mengomel.
Ifan terdiam, sejak kapan jam sembilan masih pagi dan juga waktunya istirahat. Padahal bosnya itu sangat kejam, jam sepuluh malam saja belum diijinkan istirahat dan masih di suruh berlatih.
"Bukannya anda hari ini ada janji untuk datang? Anak-anak sudah menunggu kedatangan anda." Tanya Ifan dengan hati-hati.
"Aku tidak datang hari ini, aku akan datang setelah selesai istirahat." Jawab Heri dengan cepat.
"Kapan tepatnya?" Tanya Ifan pelan.
Heri memberikan ponselnya pada Anya dan meminta wanita itu untuk bicara.
"Kapan kamu butuh waktu untuk menjawab lamaranku? Jawab saja seperti itu." Kata Heri meminta bantuan pada Anya.
"Saya tidak tahu, lagipula bukankah Anda sendiri yang rugi jika anda tidak bekerja? Jadi terserah anda." Jawab Anya tidak ingin menjawab.
"Kamu mendengarnya? Dia bilang tidak akan menjawab jadi aku juga tidak ingin menjawab. Kamu saja yang mengurusnya." Kata Heri bersuara.
Hal itu tentu saja membuat Ifan terdiam, bingung juga harus mengatakan apa. Padahal bosnya itu tidak pernah berurusan dengan wanita sebelumnya, tapi tiba-tiba saja berubah seperti itu.
Akan sangat sulit jika bosnya tidak segera datang dan memberikan perintah, karena semuanya tidak akan mendengarkan kata-katanya.
"Ayo tidur lagi." Ajak Heri sembari menarik Anya untuk kembali tidur.
"Anda harus bekerja." Kata Anya memberitahu.
"Kamu menerima lamaranku?" Tanya Heri yang langsung saja membuat Anya terdiam saat mendengarnya.
"Tidak apa-apa, tidurlah lagi. Aku akan bergantung padamu jika usahaku tutup." Kata Heri lagi yang langsung saja tidur dan memeluk Anya dengan tersenyum tipis.
Karena Anya belum ingin menjawab, Anya pun memutuskan untuk tetap diam dan menutup matanya.
Heri mengambil ponselnya dan mematikan sambungan telponnya, setelah itu Heri benar-benar bersiap untuk kembali tidur.
Ifan yang ada di sana tentu saja terdiam, menatap ke arah layar ponselnya yang sudah mati. Menandakan jika panggilan sudah berakhir.
"Sepertinya hp si bos bener-bener di culik." Gumam Ifan tidak yakin.
"Bukankah hatinya yang di culik?" Tanya yang lain yang langsung saja membuat semua orang diam.
"Bukankah sebelumnya si bos tidak pernah seperti itu? Dia tidak pernah berurusan dengan wanita setelah bercerai dari mantan nyonya, tapi tiba-tiba saja seperti ini." Ucap yang lainnya mengingat-ingat.
"Tapi bagaimana dengan pekerjaan kita sekarang?" Tanya Ifan lagi.
Semua orang juga bingung, tidak mendapatkan jawaban apapun dari pertanyaan yang mereka ucapkan.
Sore hari, Heri datang ke markasnya. Tersenyum lebar saat menatap ke arah Ifan yang terlihat terkejut saat melihatnya.
"Apakah tadi benar-benar anda?" Tanya Ifan penasaran.
"Ya!" Jawab Heri memberitahu sekertarisnya.
"Lalu apakah tadi mantan nyonya?" Tanya Ifan penasaran.
"Calon nyonya baru." Jawab Heri memberitahu.
"Apakah lamaran anda sudah diterima?" Tanya Ifan lagi.
"Dia bilang akan memberikan jawaban malam ini, untuk itu sebagai syaratnya aku diminta untuk pergi." Jawab Heri dengan tersenyum lebar.
Melihat hal itu tentu saja membuat Ifan terdiam dan sedikit merasa ngeri.
"Bukankah Anda tidak pernah bertemu dengan wanita lain? Kenapa tiba-tiba sudah melamar?" Tanya Ifan penasaran.
"Dia yang mengambil peluru di lenganku." Kata Heri memberitahu.
"Orangnya sangat hangat dan juga sopan, manis juga. Jadi saat bertemu nanti bicaralah yang baik. Jangan meninggikan suara di depannya." Lanjut Heri memperingatkan.
"Akan saya ingat dengan baik." Jawab Ifan yang langsung saja menjawabnya dengan cepat.
"Untuk tawaran pekerjaan, kamu bisa kirimkan detailnya pada emailku, aku akan ikut berpartisipasi jika yang membutuhkan bantuan orang yang berpengaruh, jika tidak kamu atau Udin saja yang pergi." Kata Heri memberitahu.
"Tapi bagaimana dengan Udin? Dia tidak akan mendengarkan jika anda tidak menyampaikannya sendiri." Balas Ifan yang langsung saja membuat Heri terdiam dan menatap orang kepercayaannya itu.
"Kumpulkan semua orang dalam lima belas menit, jika sudah selesai langsung beritahu aku." Ucap Heri memberikan perintah.
Ifan pun segera bergegas untuk ke markas pelatihan untuk mengumpulkan semua orang seperti yang diminta oleh bosnya.
Sebenarnya, ada hal lain yang membuat Heri mendapatkan jackpot, di mana Anya tidak bisa menolaknya lagi. Tentu saja karena anak yang ada di dalam kandungan wanita itu.
Heri tidak berharap secepat itu, tapi buktinya memang seperti itu, wanita itu mengalami muntah yang berlebihan begitu bangun tidur. Dia bilang itu efek dari magh karena belum sempat makan apa-apa dan juga keadaannya yang memang tidak enak badan, tapi karena merasa curiga, Heri pun meminta wanita itu untuk mengeceknya, dan benar saja. Dalam testpack yang ia beli, memperlihatkan dua garis samar dan hal itu membuat Heri senang luar biasa.
Untuk jaga-jaga, Heri meminta Anya untuk mengeceknya lagi besok pagi, karena dari yang ia baca, urine di pagi hari lebih akurat.
Sebentar lagi dirinya akan menjadi seorang ayah, dan selain itu dirinya juga mendapatkan wanita lemah lembut itu sebagai pasangan hidupnya.
Heri membuka ponselnya, menatap ke arah foto Anya yang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Dia benar-benar terlihat cantik saat tidak menggunakan apa-apa.
Sepuluh menit Heri menunggu, Ifan pun kembali dan memberitahu jika semuanya sudah berkumpul. Heri beranjak bangun dan berjalan pergi ke markas pelatihan untuk memberikan instruksi jika selama dirinya tidak hadir, Ifan yang akan memimpin semua orang. Heri juga memberitahu jika ada yang tidak beres mereka bisa langsung menghubunginya untuk melapor.
"Kabar baiknya akan menyusul, jadi bekerjalah dengan baik. Aku akan membiarkan kalian istirahat sebelum jam 12 malam jika kalian melakukan yang terbaik." Kata Heri lagi.
Semua orang pun bersorak dengan semangat saat mendengarnya. Bukannya tidak tahu, Heri juga tahu jika anak buahnya memiliki kekasih yang juga perlu mereka temui. Karena mereka istirahat ditengah malam, maka mereka pun tidak punya pilihan untuk bertemu dengan kekasihnya setelah itu. Lalu saat pagi, mereka juga tidak boleh terlambat datang, karena jika terlambat mereka akan mendapatkan hukuman yang sudah ditentukan.
"Untuk pekerjaan, ada Ifan dan juga Udin yang akan memimpin kalian." Kata Heri memberitahu.
Udin mengangkat tangannya dan membuat Heri mengangkat alisnya.
"Katakan!" Seru Heri memberikan perintah.
"Saya tidak berani menerima perintah itu." Jawab Udin yang langsung saja membuat Heri menoleh ke arah Ifan.
"Alasannya?" Tanya Heri dengan cepat.
"Kemampuan saya tidak seberapa, saya takut melakukan kesalahan." Jawab Udin dengan ragu-ragu.
"Haruskah aku mengeluarkanmu dari anggota? Apakah kamu meragukan penilaianku?" Tanya Heri yang langsung saja membuat Udin membungkukkan badannya dan meminta maaf berkali-kali.
"Saya akan menjalankan perintah dengan baik!" Kata Udin pada akhirnya.
Ifan pun tersenyum tipis dan menoleh ke arah bosnya yang memasang ekspresi dinginnya.
"Jika kedepannya kalian mendapatkan tugas untuk menyingkirkan laki-laki bernama Kriss Wu Ananta, kalian harus menolaknya dengan tegas. Dia bekerja di laboratorium yang sama dengan Tiffany, adik sepupuku." Kata Heri memberitahu.
"Bagaimana jika yang memberikan perintah paman Anda?" Tanya Ifan yang langsung saja membuat Heri menoleh.
"Tetap tolak, mau berapapun dia menawarkan, kalian harus bisa menolaknya dengan tegas. Jika ada yang berani menerimanya diam-diam, maka aku yang akan langsung menghabisi kalian. Dimanapun kalian pergi, aku akan menemukan kalian dan melakukan hal yang tidak akan pernah kalian bayangkan sebelumnya." Jawab Heri sembari memperingatkan.
"Mengerti!" Seru semua orang yang langsung saja membuat Heri puas saat mendengarnya.
Masalahnya bukan hanya Tiffany yang menyukai laki-laki itu, tapi calon istrinya juga. Mungkin Kriss seperti musuh baginya dalam percintaan. Tapi Heri tetap tidak berani menyingkirkan laki-laki itu karena takut calon istrinya akan memusuhinya.
"Kalau begitu aku akan kembali, kalian latihan yang benar." Kata Heri yang langsung saja dijawabi anggukan oleh semuanya.
Setelah itu, Heri pun pergi, diikuti oleh Ifan yang mengekor di belakangnya.
"Apakah anda akan langsung kembali ke rumah calon nyonya?" Tanya Ifan penasaran.
"Aku akan mampir untuk membeli sesuatu, ada apa?" Jawab Heri dengan cepat.
"Ada yang ingin saya sampaikan, bisakah saya meminta waktu anda sebentar." Jawab Ifan yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Heri.
Keduanya berjalan kembali ke ruangan Heri dan mulai membicarakan hal serius berdua. Heri mendengarkan dalam diam. Sebenarnya ada proyek besar yang datang, dan Ifan tidak bisa memberikan keputusan untuk proyek itu. Karena itu mengharuskan Heri untuk ikut bergabung dalam misi yang mungkin berlangsung lebih dari sebulan.
Banyak juga uang yang ditawarkan, tapi Heri tidak siap meninggalkan Anya sendirian dalam kehamilan awalnya. Heri takut Anya melakukan sesuatu yang nekat dan membuat dirinya sendiri dalam bahaya. Apalagi wanita itu juga terlihat tidak siap untuk hamil.
"Aku akan memikirkannya lagi, dan akan menghubungi lagi dalam waktu dekat." Kata Heri yang langsung saja pergi meninggalkan ruangannya dan bersiap kembali ke tempat Anya.