61

2006 Kata
Hari-hari terus berlalu seperti biasanya. Hampir setiap malam Kriss kembali duduk di depan kompi dan mencari tahu lebih banyak fakta yang belum ia ketahui. Penelitiannya berjalan lancar, dan pekerjaannya pun juga tidak terganggu. Sudah dua hari berlalu semenjak Tiffany pergi meninggalkan tempatnya karena mendapatkan panggilan dari orang tuanya. Dari yang Kriss dengar itu tentang perjodohan wanita itu yang sudah diatur, tapi Kriss tidak ingin ikut campur terlalu banyak karena dirinya memang tidak berpikir untuk memiliki hubungan lebih lama dengan Tiffany. Pintunya yang terbuka membuat Kriss menoleh, menatap ke arah dokter Anya yang masuk dengan membawakan sesuatu untuknya. "Dokter Anya belum tidur?" Tanya Kriss sembari beranjak bangun dari duduknya dan berjalan menghampiri dokter Anya. "Aku tadi buat mie instan, terus ingat kata Tiffany kamu sering lupa makan kalau udah fokus, jadi aku bawain buat kamu." Kata dokter Anya memberikan mangkok berisi mie instan. "Terima kasih dok." Ucap Kriss berterima kasih. Kriss segera duduk dan mulai memakan mie instan itu dengan tenang, berbeda dengan dokter Anya yang bergerak ke arah lain untuk mengambilkan minuman untuk Kriss. Dokter Anya ikut duduk dan meletakkan botol air di atas lantai, menatap ke arah Kriss yang memakan mienya dengan lahap. "Kamu pasti kepikiran ya?" Tanya dokter Anya yang langsung saja membuat Kriss mengangkat kepalanya dan menatap ke arah dokter Anya. "Tidak, kebanyakan orang kaya kan memang seperti itu. Jadi dari awal aku memang sudah memprediksikan hal itu." Jawab Kriss dengan tenang. Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja hanya diam, menatap lurus ke arah Kriss yang terlihat acuh tak acuh. Padahal menurutnya ini masalah serius, tapi laki-laki itu tidak terlihat menganggap hal itu dengan serius. Kriss menghabiskan mienya dan mengambil air untuk meminumnya. Setelah itu, keduanya pun saling bertatapan satu sama lain. "Apakah kamu tidak pernah berpikir untuk serius dengan seseorang?" Tanya dokter Anya penasaran. "Tidak, aku tidak punya masa depan." Jawab Kriss dengan cepat. "Apakah kamu sadar dengan apa yang kamu katakan?" Tanya dokter Anya lagi. "Aku tidak pernah bercanda dalam kata-kataku. Mungkin saat ini aku terlihat bekerja dengan baik, tapi bisa saja aku melakukan pemberontakan dan tidak ingin bekerja lagi." Jawab Kriss memberitahu. "Dari awal aku tidak serius untuk bekerja, aku datang ke sini karena mereka yang menyeret ku datang. Lalu tiba-tiba saja mereka menawarkan sejumlah uang dan juga fasilitas yang aku butuhkan, jadi aku tidak ada alasan untuk menolaknya." Kata Kris sembari menunjuk ke arah komputer dan juga alat game yang ia miliki. Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja langsung memijat kepalanya pelan, bisa-bisanya ada orang seperti Kriss di dunia ini. "Tidak bisakah kamu memutuskan yang lebih pasti saja? Kamu bisa tetap di sini dan mendapatkan gaji. Tempat tinggal pun terjamin, kamu tidak perlu susah payah pergi ke hutan atau semacamnya." Tanya dokter Anya sedikit kesal dengan apa yang dikatakan oleh Kriss. "Kriss kamu tahukan? Aku tertarik padamu. Tapi kamu pura-pura tidak menanggapinya. Tidak, kamu memutuskan untuk mengabaikan aku dan berbuat seolah-olah kamu hanya akan setia pada satu orang saja. Lalu kamu mengatakan hal seperti ini, apakah kamu mengatakan omong kosong ini karena kamu tidak bisa mendapatkan Tiffany?" Ucap dokter Anya yang langsung saja membuat Kriss tertawa pelan. "Dokter Anya tidak tertarik padaku, dokter Anya hanya penasaran bagaimana rasanya tidur dengan seseorang. Untuk itu tidak masalah jika dokter Anya tidur denganku, asalkan tidak dengan mantan kekasih dokter Anya. Dokter Anya melakukan itu juga karena kecewa, dokter Anya tahu kegadisan yang dokter Anya jaga dengan baik itulah yang membuat dokter Anya ditinggalkan, untuk itu dokter Anya ingin berubah. Jadi jangan katakan jika dokter Anya tertarik padaku, karena aku bukanlah tipe laki-laki yang tidak peka." Jawab Kriss menegaskan. "Tiffany juga, awalnya dia hanya penasaran denganku. Lalu lambat laun dia terjebak dalam rasa penasarannya sendiri dan memiliki perasaan untukku, lalu aku? Aku juga menyayangi dia, tapi aku tidak pernah berpikir bisa bersama dengannya. Karena aku memiliki banyak dendam pada orang-orang kepercayaan papanya." Lanjut Kriss memberitahu. Mendengar hal itu tentu saja membuat dokter Anya terkejut, bagaimana bisa seseorang yang terlihat baik-baik saja menyimpan dendam sebegitu dalam. "Lalu apa yang akan kamu lakukan? Apakah kamu akan membunuh mereka?" Tanya dokter Anya pelan. "Balas dendam itu bukanlah sesuatu yang baik, kamu juga belum tentu akan senang karena hal itu. Jadi berhentilah sekarang, dan jalani hidup yang penuh kepastian." Kata dokter Anya mengingatkan. "Aku belum melakukannya, aku tidak tahu apakah aku akan senang atau tidak, tapi yang pasti aku harus mencobanya lebih dulu jika ingin tahu bagaimana rasanya." Jawab Kriss dengan suara pelan. Dokter Anya menggelengkan kepalanya pelan, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki di depannya. Dokter Anya pikir Kriss bukanlah orang yang seperti itu. "Aku khawatir kamu akan terluka, jadi berhentilah sekarang, kamu masih bisa berhenti dengan baik-baik. Tidak perlu melakukan pemberontakan seperti apa yang sudah kamu rencanakan." Ucap dokter Anya pada Kriss. "Apakah dokter Anya takut aku juga akan menyakiti calon suami dokter Anya? Tenang saja aku tidak akan melakukannya." Ucap Kriss berspekulasi. "AKU KHAWATIR PADAMU!!!" teriak dokter Anya dengan keras, bahkan air matanya tanpa sadar sudah keluar. Hal itu tentu saja membuat Kriss terdiam, menatap ke arah wanita yang menangis di depannya. Sepertinya dirinya sudah terlalu keras dalam bicara dengan wanita itu. "Kamu tidak tahukan? Aku masih memikirkan kamu disaat aku bersama dengan yang lain. Aku bertanya-tanya, apa yang kamu pikirkan tentangku, apa bagaimana reaksi kamu jika tahu aku sudah tidur dengan laki-laki lain. Aku bertanya-tanya seperti itu dengan hari yang khawatir, tapi saat aku tahu jawabannya aku hanya kecewa, karena kamu tidak memberikan respon apa-apa selain mengucapkan selamat. Aku pikir kamu terlalu dingin sebagai seorang laki-laki, tapi kamu tidak seperti itu saat bersama Tiffany. Aku mulai mundur, memantapkan diri untuk menikah dengan orang yang serius denganku, lalu tiba-tiba Tuhan tidak kembali membuatku bimbang saat mendengar kabar Tiffany akan dijodohkan." Ucap dokter Anya panjang lebar. "Aku pikir mungkin aku bisa mendekati kamu saat Tiffany tidak ada, tapi kamu semakin susah untuk didekati dan membuat aku bingung. Haruskah aku benar-benar mundur?" Lanjut dokter Anya yang langsung saja membuat Kriss mengalihkan pandangannya ke arah lain dan memutuskan untuk bangun dari duduknya. "Terima kasih untuk makan malamnya, dokter Anya bisa kembali sekarang." Ucap Kriss yang langsung saja bangun dan berjalan ke arah kursi komputernya. Dokter Anya yang melihatnya tentu saja ikut bangun, menghampiri Kriss dengan terburu-buru, setelahnya dokter Anya memaksa mencium Kriss dengan tangan yang memegang erat kaos yang dipakai oleh Kriss. Kriss diam, tidak memberikan respon apapun untuk apa yang dilakukan oleh dokter Anya. Tapi Kriss juga tidak berniat untuk menghindarinya. "Sehari saja, ya?" Ucap dokter Anya memohon. "Asalkan dokter Anya tahu, aku laki-laki normal seperti laki-laki lain pada umumnya. Aku juga memiliki pemikiran yang sama dengan yang lainnya, dokter Anya pikir bagaimana pendapatku tentang dokter sekarang?" Kata Kriss sembari mengajukan pertanyaan pada kalimat terakhirnya. Kriss ingat membuat dokter Anya sadar agar tidak terjerumus pada hal yang mungkin saja akan disesalinya. "Apakah kamu berpikir aku murahan?" Tanya dokter Anya dengan suara pelan. "Tidak, aku berpikir untuk merobek baju yang dipakai oleh dokter Anya dan melakukan hal b***t lainnya. Tapi bagaimana dengan pendapat laki-laki itu? Dia sudah serius ingin mengajak dokter Anya menikah, tapi bagaimana jika dia tahu tentang perbuatan ini?" Jawab Kriss sedikit meninggikan suaranya dan menekan setiap katanya. "Dia akan berpikir jika dokter Anya tidak pantas untuk dijadikan seorang istri. Lalu bagaimana denganku? Aku akan kembali bersama dengan Tiffany saat dia sudah kembali. Apakah dokter Anya sudah dapat menyimpulkan? Di sini dokter Anya yang paling dirugikan." Lanjut Kriss memberitahu. Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja langsung menangis, tangannya menggenggam kaos yang dipakai oleh Kriss dengan erat, setelahnya wanita itu menangis sesenggukan dengan bersandar pada d**a bidangnya. Kriss terdiam, membiarkan wanita itu menangis dengan puas. Kriss juga tidak berniat untuk memarahinya lagi, karena Kriss yakin wanita baik itu sudah mengerti dengan apa yang ia katakan tadi. Napas yang terdengar halus, dan juga genggaman tangan yang terlepas membuat Kriss sadar jika wanita itu tertidur di dalam pangkuannya. Kriss bergerak menggendong dokter Anya dan menidurkannya di atas kasur lantainya, Kriss juga mengambil selimut untuk menyelimuti wanita itu. Setelahnya Kriss pun memutuskan untuk kembali meneruskan pekerjaannya. Jam menunjukkan pukul satu malam saat Kriss mendengar suara rintihan dokter Anya. Kriss beranjak meninggalkan kursinya dan menghampiri wanita itu. Kriss menatap ke arah wanita itu dalam diam, dia terlihat tidak nyaman dengan apa dahi yang terus berkerut. Kriss mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi wanita itu, panas yang menjalar ke tangannya membuat Kriss terkejut. Kriss segera beranjak mencari obat penurun panas miliknya, tapi tidak ada. Karena khawatir, Kriss pun berjalan meninggalkan kamarnya dan berjalan ke ruang praktek dokter Anya untuk mencarinya. Kriss menyalakan lampu dan berusaha menemukan obat dibalik tumpukan obat yang ia lihat. "Cari obat kontrasepsi?" Suara yang terdengar membuat Kriss menoleh, menatap ke arah laki-laki yang baru saja muncul dan menatap ke arahnya. "Kalau di sini kenapa tidak di jemput dokternya? Badannya demam karena tidur di kasur lantai." Ucap Kriss berdecak pelan. "Apa?" Tanya Heri tak percaya. "Dia panas tinggi," jawab Kriss mengulangi. Belum sempat Kriss meneruskan kata-katanya, laki-laki itu sudah tidak ada di tempatnya dan keluar. Kriss mengumpat pelan dan kembali mencari obat penurun panas dengan lebih serius. Hingga akhirnya Kriss pun akhirnya menemukannya. Kriss berjalan meninggalkan ruang praktek dokter Anya dan kembali ke kamarnya. Kriss mengambil air minum dan memberikan obat dan juga air itu pada laki-laki yang tengah dekat dengan dokter Anya. "Jangan salah paham, kita tidak melakukan apa-apa." Kata Kriss memberitahu. "Bagaimana cara meminumkannya? Dia tidak mau bangun." Tanya Heri pelan. Kriss menjawabnya dengan menunjuk bibirnya, memberitahu jika bisa dilakukan dengan saling berciuman. "Kamu juga akan melakukannya?" Tanya Heri dengan tatapan yang mengesalkan. Kriss mendekat dan membuka bungkus obat, setelah itu Kriss membuka paksa mulut dokter Anya dengan menekan pipi kanan kirinya, hal itu tentu saja membuat Heri geram dan memukul lengan Kriss dengan kesal. "Apa yang kamu lakukan?" Teriak Heri kesal. "Itu yang akan aku lakukan jika kamu tidak ingin melakukannya." Jawab Kriss memberitahu. Heri yang mendengarnya tentu saja langsung menatap sinis ke arah Kriss, meskipun begitu, Kriss memutuskan untuk memberikan obat itu pada Heri dan meninggalkan kamarnya. Heri menatap ke arah kepergian Kriss dalam diam, setelahnya Kriss meminum airnya dan menampung obat itu di dalam mulutnya dan memberikannya pada dokter Anya lewat ciumannya. Kriss merintih pelan, merasakan lengannya yang kembali sakit karena pukulan laki-laki itu. Lukanya baru saja kering tapi sudah dipukul kembali. Kriss benar-benar menyesal karena sudah membuat gara-gara. Setelah memberikan obat pada dokter Anya, Heri pun keluar dan menghampiri Kriss. Kriss mengembalikan tampilan komputernya dan membuka game yang tengah ramai. "Apa yang kamu kerjakan? Dengan siapa kamu punya dendam?" Tanya laki-laki itu yang langsung saja membuat Kriss terdiam dan menelan ludahnya sendiri. "Bukan urusanmu." Jawab Kriss dengan cepat. Setelah itu Kriss menatap ke arah laki-laki yang tengah memperhatikan dirinya itu. "Tiffany menolak perjodohannya." Kata Heri memberitahu. "Aku tidak peduli." Jawab Kriss dengan mudahnya. Heri menyeringai saat mendengarnya, bisa-bisanya Tiffany menyukai laki-laki seperti ini. "Tiffany bilang dia menyukai tekan kerjanya, dan papanya memintaku untuk menyelidikinya." Kata Heri melakukannya. "Lakukan saja seperti biasanya, tidak perlu sungkan karena aku tidak akan menghalangi pekerjaan orang lain." Jawab Kriss yang langsung saja membuat Heri tak percaya saat mendengarnya. "Kenapa kamu menolak Anya?" Tanya Heri penasaran. Heri pikir, Kriss akan melakukannya, apalagi Anya sendiri yang menawarkannya. Tapi Heri terkejut karena laki-laki itu bahkan tidak melakukan apa-apa setelah digoda oleh seorang wanita yang menurutnya sangat menarik. "Karena aku tidak tertarik pada wanita lemah sepertinya." Jawab Kriss dengan jujur. "Bukankah tadi kamu mengatakan jika kamu ingin merobek bajunya? Kamu bilang kamu juga memiliki napsu seperti kebanyakan laki-laki pada umumnya." Tanya Heri lagi. "Apakah kamu sedang sensus penduduk? Kamu terlalu ingin tahu urusan orang lain." Balas Kriss yang langsung saja membuat Heri kehabisan kata-kata. "Aku akan tidur di sini." Kata Heri yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Kriss. "Kalaupun kamu ingin menghangatkan dokter Anya dengan sentuhan aku juga tidak peduli." Jawab Kriss sembari mengambil headphone dan memakainya. Setelahnya Kriss pun berpura-pura untuk memainkan gamenya. Heri menghela napasnya pelan dan memutuskan untuk pergi meninggalkan Kriss sendirian. Kris menoleh, mematikan gamenya dan kembali meneruskan apa yang sebelumnya ia lakukan. Berbeda dengan Heri yang menatap ke arah dokter Anya, sedikit tidak tega karena melihat wanita yang biasanya sering tersenyum terbaring sakit seperti itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN