77

1025 Kata
Sesampainya di rumah duka, Kriss pun turun dan mengikuti langkah Tiffany yang berjalan lebih dulu. Melihat bagaimana sekitar yang penuh dengan tanaman bunga yang sangat indah, tentu saja membuat Kriss tahu jika papa Tiffany sangatlah menyayangi istrinya. Kriss menatap ke arah Tiffany yang berjalan di depannya. Wajar jika papa Tiffany sangat mengkhawatirkan putrinya berhubungan dengan orang-orang biasa. Karena Kriss pasti juga akan melakukan hal yang sama jika dirinya menjadi orang tua satu-satunya untuk Tiffany. Tiffany membuka rumah duka, menunggu Kriss masuk ke dalam rumah dan kembali menutupnya dengan cepat. "Tidak akan ada yang menyangka jika bangunan sebesar ini hanyalah tempat untuk pemakaman." Kata Tiffany memberitahu. "Dulu papa membangun tempat ini untuk rumah liburan, karena mama sangat menyukai bunga makanya papa mendesignnya seperti ini. Tapi belum sempat kita datang ke sini, mama sudah melakukan bunuh diri." Lanjut Tiffany memberitahu. Kriss yang mendengarnya tentu saja terkejut. Kriss sedikit tidak percaya diri menjadi tempat bercerita bagi Tiffany, tapi Kriss juga tidak bisa menghindarinya. "Kamu penasaran kan? Kenapa aku takut hujan?" Tanya Tiffany dengan suara pelan. "Jika itu hal menyakitkan, maka kamu tidak perlu menceritakannya." Kata Kriss memberitahu. "Tidak, kamu harus mendengarnya agar kamu selalu mengingatku saat hujan turun." Balas Tiffany dengan cepat. "Mama gantung diri di rumah kaca. Saat itu hujan deras dan juga diikuti guntur. Aku dapat melihat semuanya, mama yang tergantung dengan baju putihnya dan juga hujan yang terus turun di atas rumah kaca." "Aku tidak bisa melupakan hal itu sampai detik ini." Lanjut Tiffany memberitahu. Kriss yang mendengarnya tentu saja sedikit tidak enak hati. Kriss berjalan mendekati Tiffany dan membawanya masuk ke dalam pelukannya. "Tidak apa-apa, itu sudah lama berlalu. Jangan mengingatnya seperti sebuah kutukan, karena hal itu akan membuat mama kamu sedih di sana." Bisik Kriss dengan suara pelan. "Aku tidak pernah menyalahkan mama, semua ini kesalahan papa. Jika saja papa tidak membunuh orang di depan mama, jika saja papa tidak mengatakan hal-hal yang membuat mama berpikir jika laki-laki itu mati karena kesalahannya, mungkin mama tidak akan frustasi dan pada akhirnya melakukan bunuh diri seperti itu." Kata Tiffany memberitahu dengan mata yang terbuka. Tidak ada air mata atau apapun yang keluar, hanya hatinya yang terasa sakit saat mengingat hal-hal itu. Kriss yang mendengarnya tentu saja hanya diam dan memeluk wanita itu dengan lebih hangat. Merasa bersalah karena dulu pernah berpikir hal-hal buruk tentang Tiffany yang hidup dengan kemewahan yang disiapkan oleh orang tuanya. "Kamu orang pertama yang tahu cerita ini selain kerabat terdekat." Kata Tiffany memberitahu. "Aku tahu, untuk itu aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaganya." Jawab Kriss dengan suara pelan. "Apakah kamu tidak ingin marah? Aku tumbuh dengan dendam yang tersimpan rapi di dalam hati. Bahkan tak jarang aku mengancam papa dengan kematianku." Tanya Tiffany pelan. "Kamu bisa melakukan apapun yang ingin kamu lakukan, karena itu adalah diri kamu sendiri dan juga hak kamu. Jadi jangan terlalu memikirkan pendapat orang lain." Balas Kriss dengan suara pelan. "Bukan pendapat orang lain, tapi pendapat kamu. Aku sangat memerlukannya." Jawab Tiffany sembari menarik dirinya dan menatap lurus ke arah Kriss yang juga menatap ke arahnya. "Bukankah kita memiliki sifat yang sama? Jadi tidak perlu khawatir, karena aku juga pendendam sepertimu." Kata Kriss yang langsung saja membuat Tiffany tersenyum dan memutuskan untuk melihat ke arah peti mati mamanya. "Mama melihatnya? Tiffany akhirnya memutuskan untuk memperkenalkan seseorang pada mama." Ucap Tiffany sembari berjalan menghampiri mamanya. Kriss yang mendengarnya tentu saja memutuskan untuk melihat ke arah sekitar lagi dan pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti langkah Tiffany. "Namanya Kriss, dia dulunya hanyalah laki-laki kampungan dan bau. Tapi wajahnya sangat tampan dan hal itu membuat Tiffany sangat ingin memilikinya." Lanjut Tiffany memberitahu mamanya. "Tapi perasaan menggebu-gebu itu hanya perasaan yang Tiffany miliki, karena dia tidak berpikir seperti itu." Kata Tiffany yang langsung saja membuat Kriss tersenyum tipis saat mendengarnya. Kriss menatap ke arah wajah cantik yang terlihat sangat pucat itu. Awalnya Kriss pikir kecantikan Tiffany dihasilkan oleh medis, tapi ternyata dari almarhum mamanya. Meskipun terlihat sangat pucat, tapi tetap terlihat sangat cantik alami. "Mamaku cantik bukan?" Tanya Tiffany pada Kriss. Kriss segera sadar dan menatap ke arah Tiffany dengan kepala yang mengangguk. "Aku pikir kamu melakukan operasi untuk membentuk wajah seperti itu. Tapi ternyata turunan dari mama kamu." Kata Kriss yang langsung saja mendapatkan pukulan dari Tiffany. "Apakah kamu pikir aku melakukan operasi untuk wajah ini? Apakah kamu pikir kecantikan ini palsu?" Tanya Tiffany tak percaya saat mendengarnya. "Tentu saja, memangnya siapa yang berpikir jika kecantikan itu nyata? Kamu bahkan juga memiliki banyak uang. Jadi tidak salah jika aku berpikir seperti itu. Lalu kamu juga sering mengatakan jika benihku akan membuatmu untuk memperbaiki keturunan. Bukankah tidak salah jika aku berpikir kecantikanmu tidak asli?" Jawab Kriss terus terang. Lagi-lagi, Kriss mendapatkan pukulan dari Tiffany dengan brutal. Tiffany benar-benar kesal saat mendengarnya. Tidak masalah jika orang lain yang berpikir seperti itu, tapi dia adalah Kriss, orang yang ia harapkan menua bersamanya. Benar-benar sangat menyebalkan karena orang seperti itu berpikiran buruk tentang dirinya. "Mama lihatkan? Dia memang menyebalkan." Adu Tiffany yang langsung saja membuat Kriss tertawa pelan saat melihatnya. "Tapi siapa di sana?" Tanya Kriss sembari menunjuk ke arah makam lain yang ada di dalam ruangan itu. "Itu mama kak Heri." Jawab Tiffany memberitahu. "Makamnya dipindahkan ke sini setelah mama meninggal." Lanjut Tiffany lagi. "Kak Heri lahir setelah Tante diperkosa oleh seseorang yang tidak mau tanggung jawab. Tapi Tante tetap memilih untuk mempertahankan kak Heri, untuk itu dirinya sendirian di sana." Kata Tiffany memberitahu ceritanya. "Pantas saja kamu sangat dekat dengannya." Ucap Kriss pelan. "Dia yang merawatku saat papa sibuk membesarkan perusahaannya." Kata Tiffany memberitahu. "Dia sudah seperti kakakku sendiri, jadi aku percaya jika dia tidak akan menyakiti kamu apapun alasannya. Apalagi dokter Anya juga berpihak padamu, dia pasti tidak dapat melakukan apapun." Lanjut Tiffany lagi. "Aku harap dokter Anya akan bahagia bersamanya." Ucap Kriss mendoakan. "Apakah kamu menyesal?" Tanya Tiffany dengan bibir yang manyun ke depan. "Untuk apa? Aku tidak sedikitpun menyesal. Aku akan menua sendirian." Jawab Kriss yang tentu saja membuat Tiffany kesal saat mendengarnya. Kriss tertawa pelan dan mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut Tiffany pelan. "Lupakanlah, biarkan mama kamu tenang di sana. Jangan sakit saat hujan turun, dan tidurlah dengan nyenyak." Kata Kriss yang langsung saja membuat Tiffany tersenyum tipis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN