35

1049 Kata
Hari berikutnya, setelah selesai bekerja Kriss bersiap dengan mengemas beberapa barang yang sudah ia siapkan. Tiffany tentu saja membantu, meskipun begitu Tiffany lebih banyak diam daripada mengatakan banyak hal. Kriss sudah menjelaskan semuanya, dan juga bagaimana keadaannya nanti, tapi Tiffany sangat khawatir dan takut jika Kriss tidak akan kembali. "Apakah kamu benar-benar akan pergi sendiri?" Tanya Tiffany sekali lagi. "Iya, aku akan pergi sendiri. Kamu jaga diri dengan baik. Kita nggak punya hubungan apa-apa selain teman kerja dan juga di atas ranjang, jadi jangan terlalu mengkhawatirkan aku nantinya." Jawab Kriss sembari mempertegas hubungannya dengan Tiffany agar Tiffany tidak banyak mengkhawatirkan dirinya. "Bukankah kamu sangat jahat dengan mengatakan hal itu?" Tanya Tiffany dengan nada suara merajuk. Ketukan pintu yang terdengar membuat Tiffany dan juga Kriss menoleh. Kriss mengangkat sebelah alisnya saat melihat dokter Anya yang membuka pintu kamarnya. "Aku mendengar ada suara kalian berdua jadi aku berani masuk." Kata dokter Anya yang hanya dijawabi anggukan oleh Kriss. Berbeda dengan Kriss yang bersikap acuh tak acuh, Tiffany memperlihatkan ketidaksukaannya. "Apakah dokter Anya butuh sesuatu?" Tanya Kriss yang langsung saja dipelototi oleh Tiffany yang mendengarnya. "Tidak, aku datang untuk mengantarkan ini. Siapa tahu kamu membutuhkannya nanti." Jawab dokter Anya yang langsung saja menyerahkan plastik berisi beberapa obat-obatan yang paling dibutuhkan oleh orang-orang pada umumnya. Baru saja Kriss ingin menerimanya, tanya Tiffany sudah bergerak lebih dulu dan melempar obat itu begitu saja. "Aku bisa membelikan itu untuknya jadi tidak perlu repot-repot." Kata Tiffany yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Kriss. Kriss beranjak bangun dan mengambil plastik berisi obat-obatan yang dibuang oleh Tiffany tadi dan memasukkannya ke dalam tasnya. "Terima kasih ya dokter, ini benar-benar sangat membantu nantinya." Ucap Kriss berterima kasih. "Apakah kamu tidak dengar? Aku akan membelikannya untukmu!" Seru Tiffany kesal. Kriss menghela napasnya panjang dan mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut Tiffany pelan. "Berhentilah bersikap seperti ini, kita semua teman kan?" Ucap Kriss yang langsung saja membuat Tiffany kesal saat mendengarnya. Tiffany beranjak bangun dan pergi begitu saja, hal itu tentu saja dibiarkan oleh Kriss. Kriss sudah cukup tahu bagaimana sifat Tiffany yang sebenarnya, untuk itu Kriss tidak akan pernah menegurnya, lagipula dirinya siapa sampai berani melakukan hal itu. "Kamu pasti juga tidak nyaman?" Tanya dokter Anya pelan. "Tentang apa?" Balas Kriss kembali bertanya. "Tentang kemarin, aku minta maaf karena tidak bisa berpikir dengan baik." Jawab dokter Anya meminta maaf sambil menundukkan kepalanya malu. "Aku sudah melupakannya, kemarin terjadi hal yang lain yang membuatku melupakan hal itu dengan mudah." Jawab Kriss dengan entengnya. Dokter Anya menelan ludahnya sendiri, merasa malu karena sedikitpun Kriss tidak terprovokasi olehnya. "Tapi sudah baik-baik saja kan? Dia sudah tidak menghubungi dokter Anya lagi bukan?" Tanya Kriss sembari menatap ke arah dokter Anya yang terlihat malu. "Sepertinya dia benar-benar akan berhenti, aku harap memang seperti itu." Jawab dokter Anya dengan suara pelan. Kriss menatap ke arah pintu, "Kamu benar-benar tidak akan masuk?" Tanya Kriss yang langsung saja membuat dokter Anya menoleh ke arah pintu. Dokter Anya bingung, apakah Kriss memiliki kemampuan melihat sesuatu yang lain? Tidak lama setelah itu, Tiffany masuk dan langsung saja duduk di pangkuan Kriss layaknya anak kecil yang tengah merajuk. Kriss yang melihatnya tentu saja hanya tertawa pelan, meksipun begitu Kriss tidak sedikitpun mempermasalahkannya. Kriss mencium rambut Tiffany berkali-kali sebagai ungkapan rasa pedulinya. Dokter Anya yang melihatnya tentu saja merasa sedikit tidak enak hati. Seharusnya dirinya sadar jika Kriss hanya tertarik dengan Tiffany, dan dirinya malah dengan bodohnya mengganggu Kriss begitu saja. "Jika nanti dia datang lagi, dokter Anya bisa menghubungi Tiffany, dia pasti akan membantu dengan memanggilkan pengawalnya." Kata Kriss pada dokter Anya. "Aku tidak mau!" Seru Tiffany dengan cepat. "Kamu hanya akan bermain dengan Anto jika kamu tidak membantu dokter Anya," kata Kriss memberitahu Tiffany. Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung terdiam, Tiffany masih merasa tidak nyaman dengan sentuhan yang diberikan oleh Anto kemarin, padahal sebelumnya Tiffany baik-baik saja dan tidak pernah mempermasalahkan hal itu, tapi sekarang Tiffany merasa sedikit jijik, karena Tiffany sudah tahu pikiran Anto yang ingin tidur dengannya. Dulu Tiffany juga tahu tapi dirinya tidak pernah berpikir seperti ini, tapi setelah melakukannya dengan Kriss Tiffany benar-benar merasa seperti itu. "Kalau begitu dokter Anya bisa menghubungi aku nanti." Kata Tiffany pada akhirnya. Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung saja mengangkat tubuh Tiffany dan berdiri. "Kalau begitu kalian bisa keluar sekarang, aku akan istirahat agar besok lebih segar saat pergi." Kata Kriss pada Tiffany dan juga dokter Anya. Dokter Anya yang tadinya duduk tentu saja langsung berdiri, menatap ke arah Tiffany yang memanyunkan bibirnya ke arah Kriss karena diusir begitu saja. Kriss mencium bibir Tiffany singkat dan tersenyum tipis. "Pergilah, aku benar-benar akan istirahat malam ini." Kata Kriss tidak bisa dinegosiasi lagi. Tiffany yang mendengarnya tentu saja mau tak mau harus pergi. Tiffany dan dokter Anya keluar dari kamar Kriss secara bersamaan. "Mau ngopi?" Tawar dokter Anya pada Tiffany. "Belikan camilan juga sebagai pendamping." Jawab Tiffany yang langsung saja berjalan lebih dulu. Dokter Anya yang melihatnya tentu saja hanya tersenyum tipis, Tiffany benar-benar sangat imut, jadi wajar saja jika Kriss sangat memanjakannya. Di dalam kamar, Kriss duduk di depan laptopnya dan kembali memeriksa titik-titik yang ada di bendungan anastasius. Kriss mengamatinya sekali lagi, agar nantinya dirinya memiliki tempat untuk bersembunyi jika sewaktu-waktu dirinya ceroboh. Berbeda dengan Kriss yang sudah kembali bekerja, Tiffany duduk di meja dokter Anya dengan tenang. Menata ke arah ruangan dokter Anya yang belum pernah ia masuki sebelumnya. "Dibandingkan dengan tempat kerja, bukankah ini lebih pantas disebut rumah? Ada ruang praktek, kamar, dan juga ruang santai, ini benar-benar sangat nyaman." Kata Tiffany bersuara. "Kamu memang benar, dulu ini bisa ditempati oleh beberapa orang, tapi karena tidak ada yang betah kerja di sini jadinya tinggal aku yang menempatinya." Jawab dokter Anya memberitahu. Dokter Anya berjalan menghampiri Tiffany dan meletakkan kopi di atas meja, setelah itu dokter Anya mengambil kue dan juga camilan yang biasa ia makan dan kebetulan tadi dirinya baru membeli kue yang lain. "Aku hanya punya ini di sini." Kata dokter Anya pada Tiffany. "Haruskah kita membeli mie? Aku ingin makan makanan yang pedas." Tanya Tiffany meminta pendapat. "Kamu tidak sedang hamil bukan?" Tanya dokter Anya penuh selidik. "Itu tidak akan terjadi, Kriss benar-benar tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Jawab Tiffany kesal. Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja hanya tersenyum tipis, sebagai gantinya dokter Anya memutuskan untuk memesan mie level untuk Tiffany dan juga dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN