Tiffany memakan mienya dengan sedikit lebih lahap, Tiffany tidak memiliki riwayat penyakit magh untuk itu Tiffany bebas saat memakan makanan pedas, dan disaat frustasi seperti ini Tiffany lebih menyukai makanan yang tiga kali lebih pedas dibandingkan dengan makanan biasanya.
"Apakah suasana hatimu sedang buruk?" Tanya dokter Anya dengan suara pelan.
"Apakah dokter Anya mau aku kenalkan dengan kakak sepupuku?" Tanya Tiffany balik.
"Ah, tidak!" Jawab dokter Anya dengan cepat.
"Aku pernah sekilas melihat miliknya dan itu sebelas dua belas sama ukuran milik Kriss, lalu dia juga seorang duda di usianya yang sudah tiga puluh delapan tahun. Seperti aku, dia juga sangat tampan dan juga kaya." Lanjut Tiffany menjelaskan meskipun sudah mendengar penolakan dari dokter Anya.
"Kamu kesal karena aku menggoda Kriss ya?" Tanya dokter Anya dengan suara pelan.
"Sebenarnya bukan hanya kesal, tapi aku membencinya. Kenapa juga aku harus bersaing dengan dokter Anya dan juga makhluk-makhluk sialan itu. Jika aku tahu akan seperti ini, tentu saja aku tidak akan membantunya waktu itu." Jawab Tiffany meluapkan kekesalannya.
Dokter Anya yang tidak tahu apa-apa tentang makhluk yang disebutkan Tiffany tentu saja hanya diam mendengarkan, tidak tahu juga kenapa Tiffany menyebutkan kata itu.
"Kakak sepupuku juga baik, saking baiknya istrinya bisa selingkuh selama 2 tahun di dalam pernikahan yang baru berlangsung 3 tahun. Benar-benar hebat bukan?" Lanjut Tiffany kembali menyinggung kakak sepupunya itu.
Tiffany pikir jika dokter Anya sudah menemukan setidaknya pendamping, maka Tiffany tinggal memikirkan tentang makhluk itu, lalu Tiffany akan terus berdoa agar penelitian itu gagal dan Kriss kembali padanya. Tapi jika dokter Anya masih sendiri, Tiffany tidak akan bisa duduk dengan tenang saat melihat dokter Anya dan Kriss berada di ruangan yang sama.
"Apakah aku mengenalnya?" Tanya dokter Anya pada akhirnya.
"Aku sudah mengikuti keluarga ini sangat lama, setidaknya aku pasti pernah bertemu dengannya meskipun hanya sekali?" Lanjut dokter Anya lagi.
"Apakah dokter benar-benar tertarik?" Tanya Tiffany terkejut.
Tiffany memang sudah bertekad untuk membuang dokter Anya pada kakak sepupunya, tapi Tiffany benar-benar tidak berpikir jika dokter Anya akan langsung bertanya seperti itu.
"Apakah dokter Anya benar-benar sangat frustasi?" Tanya Tiffany hati-hati.
Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja hanya tertawa pelan. Kadang dokter Anya bisa menangkap pikiran Tiffany dengan mudah, memang benar dia yang menawarkan tapi terkadang dia juga terlihat tidak rela untuk memberikannya.
"Dibandingkan dengan pacaran bertahun-tahun, bukankah lebih baik jika langsung menikah saja?" Balas dokter Anya yang juga sedikit ragu.
Yang dokter Anya takutkan saat ini bukanlah napsunya, tapi dokter Anya takut pada mantan kekasihnya yang nekat berbuat banyak hal. Jika tidak bisa menikah, setidaknya dokter Anya tidak ingin memberikan keperawanannya pada mantan kekasihnya.
"Kalau begitu bagaimana jika aku mengatur jadwal kencan buta kalian?" Tanya Tiffany tanpa ragu-ragu.
"Memangnya dia mau?" Tanya dokter Anya sedikit bingung.
"Dia sudah menganggapku seperti adiknya sendiri, jadi dia pasti akan menurutinya dengan mudah." Jawab Tiffany tanpa ragu-ragu lagi.
"Kamu tidur dengannya juga?" Tanya dokter Anya hati-hati.
"Apakah dokter Anya gila?" Teriak Tiffany terkejut.
"Tentu saja tidak! Aku memang suka bergonta-ganti pasangan, tapi tidak melahap milik saudara sendiri juga." Lanjut Tiffany sedikit kesal.
"Kalau begitu tolong bantuannya." Ucap dokter Anya dengan tersenyum lebar.
Tiffany yang mendengarnya tentu saja hanya diam, menatap ke arah dokter Anya dengan sedikit kesal. Bisa-bisanya dokter Anya mencurigai dirinya seperti itu.
"Dia seorang pemimpin perusahaan yang menyediakan jasa body guard, perusahaannya tidak terlalu besar tapi cukup dikenal. Lalu dia juga tidak suka bermain-main dengan wanita seperti pengusaha pada umumnya, dia lebih suka pulang jika tidak ada hal yang perlu dilakukan, selain itu dia juga lebih suka di rumah jika memiliki waktu libur, intinya dia lebih suka bersama keluarganya di rumah." Kata Tiffany memberitahu sedikit garis besarnya.
"Apakah dia tinggal bersama keluarganya?" Tanya dokter Anya pelan.
"Tidak, dia tinggal sendiri. Itu dulu saat dia punya keluarga sendiri. Tapi karena sudah bercerai dia tinggal sendirian, dia juga tidak memiliki anak dari pernikahan pertamanya, alasannya istrinya selalu menundanya." Jawab Tiffany memberitahu detailnya.
"Tapi ada satu hal," kata Tiffany dengan suara pelan.
"Hah? Apa?" Tanya dokter Anya penasaran.
"Dia memiliki tubuh yang lebih tinggi dan juga besar daripada laki-laki pada umumnya, jadi jika dokter memang berniat untuk menemuinya maka dokter juga harus siap hidup bersama dengannya nanti." Kata Tiffany memberitahu.
"Sebenarnya sedikit menggairahkan jika membayangkan kita tidak akan bisa bergerak dibawahnya nanti." Bisik Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya sadar dan mendorong wajah Tiffany yang mendekatinya.
"Rusak," keluh dokter Anya malu-malu.
"Serius, aku tidak berbohong. Dia benar-benar memiliki tubuh besar, untuk itu tidak banyak wanita yang mau dengannya. Tapi jangan khawatir, dia tidak memiliki warna kulit hitam, warna kulitnya cukup putih, jadi jangan terlalu takut." Lanjut Tiffany lagi.
"Apakah dia tipikal laki-laki yang akan menikahi wanita yang ia temui?" Tanya dokter Anya hati-hati.
"Setidaknya jika dia menyukainya maka dia akan mencoba untuk mendapatkannya, dia bukan laki-laki yang suka memaksa jadi dia akan menghargai jawaban dari wanitanya." Jawab Tiffany sedikit berpikir karena ragu-ragu.
"Bagaimana? Benar-benar mau mencoba untuk bertemu?" Tanya Tiffany pelan.
"Apakah dia baik-baik saja dengan pekerjaanku? Aku tidak mungkin bisa pulang setiap hari karena aku bertanggung jawab atas semua orang yang ada di sini." Tanya dokter Anya ragu-ragu.
"Kalian bisa membeli rumah di dekat sini kan? Nanti dokter Anya bisa pulang dan juga bisa kembali jika ada pasien." Kata Tiffany memberitahu.
"Kalau begitu aku akan mencobanya." Kata dokter Anya pada akhirnya.
Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung berbinar, senang karena setidaknya saingannya berkurang satu.
"Kalau begitu aku akan memberitahu dokter Anya untuk waktu dan juga kapan tepatnya, sekarang aku akan kembali dan melihat Kriss lebih dulu." Kata Tiffany yang langsung saja bangun dan pergi begitu saja.
Meninggalkan tempat makannya yang sudah kosong di atas meja begitu saja.
Dokter Anya menggelengkan kepalanya pelan dan membereskan sisa makanan Tiffany, membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu dokter Anya pun langsung masuk ke kamarnya dan bergegas untuk mandi.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam saat dokter Anya keluar dari kamar mandi. Hari ini dokter Anya berendam cukup lama karena dirinya merasa lelah.
Suara bell yang terdengar membuat dokter Anya mengikat rambutnya yang masih basah dengan jepit rambut dan langsung saja berlari keluar. Seperti inilah yang dokter Anya khawatirkan, dirinya benar-benar tidak bisa pergi sesuka hatinya sendiri.
Di ruangannya dokter Anya melihat seorang laki-laki berbadan besar tengah memegangi lengannya yang penuh dengan darah, dokter Anya tentu saja segera mengambil peralatannya dan membawanya ke arah laki-laki itu.
"Biar saya lihat," kata dokter Anya dengan suara pelan.
"Ada peluru di dalamnya," kata laki-laki itu memberitahu.
"Lalu kenapa anda tidak ke rumah sakit? Di sini tidak memiliki peralatan lengkap untuk mengeluarkan pelurunya." Tanya dokter Anya yang sudah khawatir.
"Keluarkan saja sebisanya, atau jika tidak bisa maka biarkan saja pelurunya tetap di dalam." Kata laki-laki itu dengan mudahnya.
Dokter Anya yang mendengarnya tentu saja sedikit kesal dan juga takut. Bisa-bisanya dirinya harus mendapatkan pasien di jam segini dengan luka serius seperti itu.
"Kalau begitu ayo ke ruang perawatan." Kata dokter Anya yang langsung saja membungkus kepalanya agar rambutnya yang basah tidak mengganggu. Dokter Anya membungkus tangannya dan mengambil peralatan yang ia butuhkan untuk membedah lengan itu untuk mengeluarkan pelurunya.
"Saya akan memberikan anestesi agar anda tidak merasa sakit." Kata dokter Anya dengan pelan.
"Tidak perlu, nyawa saya akan hilang jika Anda menggunakan anestesi." Jawab laki-laki itu yang langsung saja membuat dokter Anya bingung, tidak mungkin juga dirinya membiarkan orang kesakitan dengan apa yang akan ia lakukan nantinya.
"Lakukan saja, saya yang akan menanggung semuanya." Kata laki-laki itu lagi yang tentu saja tidak bisa ditolak oleh dokter Anya.
Dokter Anya pun menyiram tangan dan juga pisaunya dengan alkohol, setelah itu dokter Anya memulai untuk membedakannya, awalnya dokter Anya takut jika laki-laki itu akan kesakitan atau apa, tapi laki-laki itu hanya bergerak pelan seperti seseorang yang terkejut, bahkan dia juga tidak merintih karena kesakitan. Karena seperti itu, tentu saja dokter Anya langsung meneruskan pekerjaannya tanpa takut lagi.
Hampir satu jam berlangsung, dan akhirnya dokter Anya bisa mengeluarkan peluru itu, pelurunya benar-benar masuk sangat dalam dan laki-laki itu bahkan tidak mengeluh sakit sedikitpun, kecuali desisan yang bisa dokter Anya dengar.
"Tolong tetap sadar, saya akan menjahit kembali lukanya." Kata dokter Anya lebih dulu untuk memberitahu.
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam saat dokter Anya sudah menyelesaikan semuanya. Dokter Anya juga memperban luka itu dengan hati-hati, setelah itu dokter Anya melihat ke arah pasiennya yang masih diam.
"Untuk sementara waktu jangan gunakan lengan anda untuk bergerak terlalu sering, agar nantinya bisa segera sembuh." Kata dokter Anya memberitahu.
Laki-laki itu hanya memejamkan matanya, dan hal itu membuat dokter Anya kebingungan dan sedikit takut.
"Apakah anda pingsan?" Tanya dokter Anya takut.
"Biarkan saya istirahat sebentar, saya juga lelah karena menahan sakit." Jawab laki-laki itu masih dengan mata yang terpejam.
"Ah, maafkan saya." Ucap dokter Anya yang langsung saja melepas sarung tangannya dan membereskan semuanya, setelah itu dokter Anya juga mencuci tangannya hingga bersih.
Dokter Anya kembali melihat ke arah pasiennya, karena tidak kunjung bangun maka dokter Anya memutuskan untuk membiarkan dan pergi meninggalkan ruangan itu.
Dokter Anya menuliskan resep dan kembali masuk untuk meletakkan resep itu pada tubuh laki-laki itu. Setelah itu dokter Anya kembali ke kamar dan mengeringkan rambutnya.
Setelah selesai membenarkan dirinya, dokter Anya pun kembali keluar untuk melihat pasiennya, hanya saja dokter Anya tidak bisa menemukannya, laki-laki itu sudah pergi dan meninggalkan beberapa uang di atas ranjang perawatan itu.
Dokter Anya hanya bisa menghela napasnya dan mengambil uang itu, setelahnya dokter Anya memutuskan untuk pergi beristirahat saja.