Hari-hari terus berlalu, Kriss pun berpikir untuk menyerah pada penelitian yang ia lakukan, meskipun dirinya masih memikirkan tentang itu beberapa kali.
Kriss mencatat berbagai bahan yang diletakkan oleh para peneliti senior yang ada di dalam lab, melihatnya dengan teliti agar dirinya tidak membuat kesalahan.
"Apa ini akan berhasil?" Tanya Tiffany sembari menunggu hasilnya.
Semua orang juga terlihat antusias menunggunya, begitu juga dengan Kriss yang ikut memperhatikan.
"Haruskah kita mengajukan pembatalan penelitian ini? Sepertinya ini sudah berlangsung cukup lama dan tidak ada kemajuan." Tanya Tiffany pada teman-temannya.
Biasanya mereka memang sering mengajukan pembatalan saat tidak menemukan jalan keluarnya, karena bagaimanapun juga akan menjadi pemborosan jika mereka terus melakukannya.
Tiffany menatap ke arah Kriss yang tidak terlalu berminat untuk mengatakan idenya, dan hal itu membuat Tiffany sedikit sedih.
"Ayo kita istirahat dulu." Putus Tiffany pada akhirnya.
Semua orang yang berkumpul tentu saja langsung bubar. Tiffany berjalan menghampiri Kriss dan ingin bertanya sesuatu.
"Cobalah lagi untuk sebulan kedepan, jika memang tidak ada hasil kamu bisa berhenti." Kata Kriss tiba-tiba.
Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung menganggukkan kepalanya mengerti. Tiffany pikir Kriss tidak peduli dengannya, tapi sepertinya tidak seperti itu.
Tiffany duduk di samping Kriss dan bersandar pada tubuh Kriss.
"Apakah lenganmu masih sakit? Kamu tidak terlalu banyak bicara akhir-akhir ini." Tanya Tiffany dengan suara pelan dan juga khawatir.
"Aku tidak tahu bagaimana luka fisiknya, tapi ini terasa sedikit mendingan." Jawab Kriss memberitahu.
Kriss mengulurkan tangannya dan mengelus rambut Tiffany pelan. Wanita itu terlihat sangat lelah.
"Apakah nanti malam mau keluar?" Tanya Kriss yang langsung saja membuat Tiffany membuka matanya dan menatap ke arah Kriss.
"Bisakah kamu tidur di kamarku saja? Aku merindukanmu." Balas Tiffany yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Kriss.
Kriss sudah memutuskan untuk tidak terlalu banyak bergerak dulu. Takutnya itu nanti akan memperparah lukanya.
"Pergilah ke bar dan cari orang yang cocok untukmu, hanya untuk beberapa waktu saja. Nanti saat aku sudah merasa lebih baik aku yang akan mendatangi kamu." Kata Kriss memberitahu.
"Apakah kamu tidak cemburu?" Tanya Tiffany dengan bibir yang manyun ke depan.
"Kamu pantas untuk melakukannya, jadi tidak perlu ada yang dicemburui." Jawab Kriss dengan cepat.
Seperti itulah yang Kriss pikirkan tentang Tiffany. Tiffany adalah wanita cantik dari keluarga yang kaya, untuk itu sangat mudah baginya jika ingin membeli laki-laki yang cocok untuk bermain dengannya. Lagipula, Kriss tidak pernah membalas perasaan Tiffany dengan benar, jadi lebih baik membiarkan Tiffany bersama dengan orang yang tepat.
"Sepertinya aku akan tidur dengan dokter Anya nanti." Ucap Tiffany pada akhirnya.
"Tidur di tempatku saja kalau begitu. Hanya tidur dan tidak bermain." Kata Kriss pada akhirnya.
Jam menunjukkan pukul empat sore, dimana akhirnya mereka semua bisa berhenti bekerja dan kembali ke messnya masing-masing. Tiffany berjalan dengan menggandeng lengan Kriss, dan hal itu bukanlah hal baru, karena semua orang sudah menduganya dari lama. Dimana orang-orang mengatakan Kriss sudah berhasil menjinakkan anak ketua dan berniat untuk menguasai semuanya.
Meskipun telinga Kriss mendengar hal itu dengan jelas, Kriss memutuskan untuk tetap diam dan tidak mengatakan apa-apa. Lagipula dirinya juga tidak keberatan dengan hal itu.
"Aku akan mengambil baju ganti dulu." Pamit Tiffany yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Kriss.
Kriss berjalan ke arah messnya dan menghentikan langkahnya saat melihat seorang laki-laki berbadan lebih besar berdiri di depan kamarnya.
"Kriss!" Seru dokter Anya dengan antusias.
Kriss yang melihatnya tentu saja langsung menatap ke arah keduanya secara bergantian.
"Kenalin, dia mas Heri, sepupu Tiffany." Kata dokter Anya mengenalkan.
"Ah, itu." Balas Kriss yang langsung saja tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
"Senang bertemu dengan anda." Ucap Kriss dengan sopan.
Heri pun menjabat tangan Kriss dan tidak mengatakan apa-apa. Sepertinya Heri tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"Kakak di sini?" Tanya Tiffany begitu datang dan melihat ke arah kakak sepupunya yang ada di depan kamar Kriss.
"Apa? Kamu juga kenal dia?" Tanya Heri terkejut.
"Dia pacar aku." Kata Tiffany yang langsung saja merangkul lengan Kriss dan tersenyum lebar.
"Apakah papa kamu tahu?" Tanya Heri yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Tiffany.
"Aku tidak peduli." Jawab Tiffany dengan entengnya.
"Karena kamar Kriss sempit, lebih baik kita bicara di ruangan dokter Anya saja. Kakak dan dokter Anya kembali lebih dulu, nanti aku sama Kriss akan menyusul." Kata Tiffany pada kakak sepupunya dan dokter Anya.
"Oke." Jawab dokter Anya yang langsung saja berjalan pergi meninggalkan kamar Kriss, diikuti oleh Heri yang mengekor di belakangnya.
"Bukannya dokter Anya bilang mereka tidak pernah bertemu lagi?" Tanya Kriss penasaran.
"Itu karena kak Heri lagi mempersiapkan sesuatu, kak Heri tidak akan tidur sama wanita jika dia tidak berniat untuk serius. Siap-siap saja mereka sebar undangan pernikahan." Jawab Tiffany memberitahu.
"Jangan bahas dokter Anya, ayo kita masuk ke dalam." Kata Tiffany yang langsung saja menarik lengan Kriss untuk masuk ke dalam kamar.
Tiffany masuk dan menutup pintunya kembali. Setelah itu Tiffany beranjak mengambil handuk milik Kriss dan membawanya ke kamar mandi.
"Aku pakai sikat gigi kamu ya?" Tanya Tiffany yang sebenarnya memberitahu.
Kriss tidak memperdulikannya dan memutuskan untuk berbaring sebentar agar lelahnya hilang. Kriss memejamkan matanya sejenak hingga tanpa sadar tertidur.
Tiffany keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di tubuhnya. Karena tidak melihat keberadaan Kriss, Tiffany tentu saja langsung berjalan ke arah kamar dan melihat laki-laki itu tertidur.
"Kriss, bangun dulu." Panggil Tiffany sembari membangunkan Kriss.
Kriss membuka matanya dan menatap ke arah Tiffany yang sudah ada di sekitarnya dengan tubuh yang terlilit handuk.
"Apakah kamu lelah? Kamu seiring tidur akhir-akhir ini." Tanya Tiffany pada Kriss.
"Sepertinya karena aku sangat menikmati waktu liburan jadi makin malas." Jawab Kriss yang langsung saja bangun dan menatap ke arah Tiffany yang tengah berganti baju di depannya.
Kriss menatap tubuh telanjang Tiffany dengan tersenyum tipis, bisa-bisanya wanita itu tidak malu sedikitpun.
"Aku jadi membayangkan kamu hamil dengan tubuh kecil itu." Ucap Kriss tiba-tiba.
"Apa kamu siap tanggung jawab? Aku tidak keberatan tuh." Balas Tiffany sembari berjalan mendekati Kriss dan duduk di atas pangkuannya.
Kriss mengambil bra milik Tiffany dan membantu Tiffany untuk memasangnya.
"Sepertinya hanya kamu yang tidak tergoda dengan perempuan telanjang di depanmu." Ucap Tiffany yang langsung saja dijawabi senyuman oleh Kriss.
"Bukannya aku tidak tergoda, tapi memang tidak ingin melakukannya saja." Jawab Kriss dengan suara pelan.
Kriss menarik wajah Tiffany dan mencium bibirnya singkat.
"Pergilah dulu, aku akan segera menyusul." Kata Kriss yang langsung saja membuat Tiffany manyun saat mendengarnya.
"Setidaknya kamu harus memberiku ciuman dan bukan kecupan." Keluh Tiffany yang langsung saja membuat Kriss tersenyum tipis dan mengelus rambut Tiffany.
Kriss benar-benar tidak berpikir untuk melakukannya, apalagi ada orang yang menunggu kedatangannya.