Dokter Anya menyajikan minuman untuk Heri. Sebenarnya dokter Anya juga tidak percaya jika laki-laki itu akan mendatanginya lagi setelah tidak saling berhubungan selama beberapa Minggu.
"Maaf, karena hanya ada air putih." Ucap dokter Anya dengan suara pelan.
Heri hanya diam saja, menatap ke arah wanita yang terlihat sangat berbeda dengan malam itu. Malam itu wanita itu benar-benar sangat menawan dengan baju minim yang dipakainya, dan hari ini dia terlihat manis dengan jas kedokterannya.
"Aku membeli rumah di sekitar sini, siapa tahu kamu ingin mampir." Kata Heri sembari meletakkan kunci di atas meja.
Dokter Anya yang melihatnya tentu saja langsung terdiam, tidak tahu harus mengatakan apa.
"Jika boleh berikan nomor telponmu juga, terakhir kali kamu tidak memberikannya." Lanjut Heri lagi sembari memberikan ponselnya.
Dokter Anya menerima ponsel itu dan memasukkan nomornya ke dalam, setelah itu dokter Anya pun memberikan ponsel itu kembali pada pemiliknya.
"Aku pindah ke dekat sini beberapa hari yang lalu, jadi jangan sungkan untuk datang." Kata Heri memberitahu lagi.
Dokter Anya pun mengangguk dan memutuskan untuk mengambil kunci itu setelah sebelumnya merasa ragu. Dokter Anya tidak tahu apa maksudnya, tapi yang pasti dokter Anya mungkin akan butuh nantinya.
Heri mengambil gelas dan meminum air yang disediakan oleh dokter Anya. Dokter Anya berdiri dan mengeluarkan kue yang tersisa di dalam kulkas.
"Apakah kamu punya waktu malam ini?" Tanya Heri yang langsung saja membuat dokter Anya terdiam dan menetap ke arah laki-laki berwajah dingin itu.
"Saya tidak yakin tentang itu, karena besok masih harus bekerja." Jawab dokter Anya yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Heri.
"Kalau begitu aku akan menghubungimu lagi saat malam weekend." Kata Heri yang langsung saja dijawabi anggukan oleh dokter Anya.
Dokter Anya duduk dengan sedikit tidak nyaman, sedari tadi matanya menatap ke arah pintu, menunggu kedatangan Tiffany dan juga Kriss agar dirinya tidak canggung sendirian seperti ini.
"Apakah kamu tertarik dengan pacarnya Tiffany?" Tanya Heri yang langsung saja dijawabi gelengan oleh dokter Anya.
"Kita hanya teman dekat, di sini saya tidak punya banyak teman. Lalu dia juga yang sering membantu saya jika saya ada masalah." Jawab dokter Anya yang langsung saja membuat Heri menganggukkan kepalanya mengerti.
"Untuk kedepannya kalau butuh bantuan kamu hanya perlu menghubungi aku, aku akan datang dengan segera." Kata Heri yang langsung saja membuat dokter Anya terdiam dan akhirnya menganggukkan kepalanya mengerti.
Tiffany datang lebih dulu dan langsung duduk di samping kakak sepupunya.
"Sepertinya kak Heri punya banyak waktu untuk bersantai?" Ucap Tiffany menyindir.
"Bukankah ini yang kamu inginkan?" Balas Heri yang langsung saja membuat Tiffany tertawa saat mendengarnya.
Tiffany menatap ke arah dokter Anya yang terlihat canggung.
"Apakah ini yang terjadi saat kalian bergulat di atas ranjang? Secanggung ini?" Tanya Tiffany tanpa basa-basi lagi.
"Tiffany," keluh dokter Anya malu-malu.
"Aneh saja kalau suasananya Secanggung ini disaat kalian sudah menghabiskan waktu bersama dengan sadar." Kata Tiffany yang langsung saja berpindah tempat ke samping dokter Anya.
"Apakah kakak sudah memperkenalkan diri?" Tanya Tiffany penasaran.
"Kita sudah berkenalan dulu." Jawab Heri sembari menatap ke arah dokter Anya yang terlihat lebih manis saat malu-malu seperti itu.
"Haruskah kalian bicara di dalam kamar saja?" Tanya Tiffany yang langsung saja mendapatkan pukulan dari dokter Anya.
"Kalau begitu berhentilah untuk malu, dokter Anya sudah tidur dengannya jadi bicara saja dengan tenang. Siapa tahu kalian memang berjodoh." Kata Tiffany mencoba untuk menyemangati dokter Anya.
"Sepertinya aku datang terlalu terlambat ya? Aku ada urusan selama beberapa hari, jadi tidak bisa datang lebih awal." Kata Heri yang langsung saja dijawabi gelengan cepat oleh dokter Anya.
"Tidak, justru saya tidak pernah berpikir jika anda akan datang ke sini." Jawab dokter Anya dengan cepat.
"Kamu tidak berpikir seperti itu setelah membiarkan aku menjadi orang pertama bagimu?" Tanya Heri tak percaya saat mendengarnya.
Dokter Anya segera melambaikan tangannya, tidak setuju dengan artikan itu.
"Maksud saya bukan seperti itu, saya pikir anda tidak akan datang karena saya bukan dari kalangan yang sama dengan anda, selain itu anda juga pasti meragukan wanita yang hidup tanpa ada seorang keluarga disekitarnya." Kata dokter Anya mengingat bagaimana Heri yang menanyakan hal itu sebelum tidur dengannya.
"Aku bertanya karena aku butuh persetujuan dari mereka jika suatu hari aku ingin menikah denganmu. Bukankah kalau ada kecocokan kita bisa menikah?" Balas Heri yang langsung saja membuat dokter Anya terkejut saat mendengarnya.
Dokter Anya mengangkat pandangannya dan menatap ke arah Heri yang juga menatap ke arahnya.
"Apakah ada sesuatu yang tidak kamu sukai tentangku? Misalkan permainan hari itu kurang memuaskan?" Tanya Heri yang langsung saja membuat dokter Anya tersedak air liurnya sendiri.
Dokter Anya menoleh ke arah Kriss yang baru datang, dokter Anya malu karena pasti Kriss juga mendengar hal itu. Heri mengikuti arah pandang dokter Anya dan menatap ke arah laki-laki yang katanya kekasih adik sepupunya itu.
Tiffany bangun dan mengambilkan air minum untuk Kriss, setelah itu Tiffany juga memotongkan kue untuk laki-laki itu.
"Sejak kapan kamu dekat dengan Tiffany?" Tanya Heri pada Kriss.
"Kita rekan kerja di laboratorium, jadi sudah kali pertama saya datang." Jawab Kriss memberitahu.
"Saya cukup sadar diri jadi anda tidak perlu khawatir, saya tidak akan menyakiti dia." Lanjut Kriss sembari menatap ke arah Tiffany yang tengah masuk ke dalam kamar dokter Anya.
"Sebenarnyaa aku tidak tahu kenapa harus datang ke sini, padahal aku ingin tidur." Ucap Kriss sembari menatap ke arah dokter Anya yang langsung membuka matanya lebar.
"Bukankah kamu lebih banyak tidur akhir-akhir ini? Tiffany terus mengeluhkan hal itu." Tanya dokter Anya tak percaya saat mendengarnya.
"Dokter Anya yang memberikan obat padaku, jadi wajar jika aku jadi lebih sering tidur." Jawab Kriss dengan cepat.
"Apakah lenganmu masih terasa sakit?" Tanya dokter Anya lagi.
"Sudah mendingan." Jawab Kriss dengan cepat.
"Bukankah kamu terlalu pemalas? Apakah kamu tidak tahu siapa Tiffany?" Tanya Heri yang langsung saja membuat Kriss menoleh dan menganggukkan kepalanya cepat.
"Aku tahu, tapi aku pikir kita tidak akan bisa bersama. Jadi tidak masalah jika hanya menjalin hubungan singkat, lagipula siapa yang akan tahu kedepannya? Bisa saja aku mati lebih dulu sebelum kita ketahuan." Jawab Kriss dengan entengnya.
Tiffany keluar setelah selesai menata rambutnya. Heri menatap ke arah adik sepupunya itu dengan tatapan kesal. Sangat disayangkan jika adik sepupunya itu berpacaran dengan laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti Kriss.
"Berhentilah bermain-main, dan carilah orang yang benar-benar cocok denganmu." Kata Heri pada Tiffany.
"Apakah dia mengatakan tidak akan menikah denganku?" Tanya Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya menoleh.
"Dia memang mengatakan hal itu, tapi dia sudah membayangkan aku hamil dengan tubuh ini. Jadi jangan khawatir." Lanjut Tiffany dengan entengnya.
"Kalian harus menikah dulu sebelum hamil." Kata dokter Anya dengan cepat.
"Aman, kita masih menggunakan pengaman. Dibandingkan dengan mengkhawatirkan kita, bukan dokter Anya yang harus hati-hati? Setahuku kak Heri tidak pernah suka menggunakan pengaman saat bermain." Balas Tiffany yang langsung saja membuat dokter Anya sadar dan mengingat kembali malam itu.
Dokter Anya menatap ke arah Heri yang juga menatap ke arahnya.
"Ah sepertinya dokter Anya tidak memperhatikan hal itu." Ucap Tiffany dengan tersenyum tipis.
Dokter Anya tentu saja tidak bisa berkata-kata, bisa-bisanya dirinya tidak sadar akan hal itu. Jika saja dirinya sadar mungkin dirinya tidak akan pernah berani melakukannya berkali-kali malam itu. Masalahnya, pasangan satu malamnya itu mengeluarkannya di dalam, dan jika tuhan berkehendak maka itu akan benar-benar jadi sebuah nyawa di dalam perutnya.
Dokter Anya menyentuh perutnya dengan sedikit khawatir.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika dia berniat untuk tanggung jawab." Ucap Kriss ikut bersuara.
"Sepertinya aku harus ke toilet dulu." Ucap dokter Anya yang langsung saja bangun dan meninggalkan tempatnya.