Tiffany memakan nasinya dengan perlahan, dia bukannya jijik atau apa, tapi dia memang butuh waktu untuk menyesuaikan diri bukan?
"Nanti malam mau keluar bersama?" Tanya Tiffany pelan dan menoleh ke arah Kriss yang asik memakan makanannya dengan begitu lahap.
Kriss pun menoleh dan menatap ke arah Tiffany dengan sedikit datar. Bukannya Kriss tak setuju, tapi dirinya masih orang baru dan tak terlalu tahu banyak tentang putri dari bosnya.
"Hanya jalan-jalan, kamu belum tahu daerah sini kan. Nanti aku kasih tahu tempat-tempat bagus." Kata Tiffany lagi saat melihat Kriss sedikit ragu untuk menjawab ajakannya.
Antonio yang ada di tengah-tengah mereka tentu saja sedikit iri. Siapa yang nggak mau di ajak keluar oleh seorang Tiffany yang cantik dan memiliki otak yang cerdas itu.
Jujur saja, jika Antonio di kasih kesempatan. Antonio pasti akan mencintai Tiffany dengan baik dan memperlakukan wanita itu dengan spesial. Sayangnya dirinya sedikit tak beruntung karena tak memiliki wajah yang cukup tampan dan juga tak memiliki harta yang banyak.
Jika di hitung-hitung. Tiffany selain cantik dan pintar, dia juga memiliki harta yang lebih dari cukup. Keluarganya orang terpandang dengan ayah yang menjadi presiden di salah satu perusahaan yang cukup maju. Tiffany pun juga tak pernah bergantung pada keluarganya dan tak pernah menyombongkan semua harta orang tuanya itu. Karena Tiffany tipe wanita mandiri yang pantas di jadikan calon istri yang baik.
"Lain kali saja, nanti malam masih ada urusan." Jawab Kriss pelan yang langsung saja membuat Antonio melotot lebar.
"Dia gila kan?" Tanya Tiffany seraya menunjuk ke arah Kriss yang berjalan ke arah di mana orang-orang mengembalikan piringnya setelah menghabiskan makanannya.
"Dari pada memikirkan dia yang gila, mending keluar bareng sama aku. Aku ada janji sama teman di bar nanti malam." Tawar Antonio pada Tiffany dengan sedikit nada yang memaksa.
"Nanti yang ada Lo gilir sama temen-temen yang Lo maksud itu." Ejek Tiffany pelan dan ikut beranjak untuk mengembalikan piringnya yang hampir masih utuh itu.
Di pikiran Tiffany tentang Antonio memanglah sudah buruk. Selain karena dia sudah tahu banyak hal tentang Antonio, Tiffany juga tahu betul sifat Antonio yang begitu menyukai s*x. Tiffany juga hampir mendengar semua cerita Antonio yang tak jauh-jauh dari kenikmatan manusiawi itu.
Setelah menyelesaikan makanannya, mereka bersantai di aula lab bersamaan, di sana mereka di sediakan sebuah jajanan yang memiliki cukup banyak varian rasa dan bentuknya.
Bukannya Tiffany tak pernah gabung ke aula, tapi Tiffany cukup anti dengan rokok yang sering mereka nyalakan saat ada di aula. Karena jarak lab dan aula cukup jauh, selain itu aula yang ada di sana cukup luas dan terbuka, tak seperti ruangan sempit yang sangat menyesakkan d**a.
Tiffany yang mulanya ingin berbelok ke aula jika Kriss bergabung ke sana pun menghela napasnya lega karena melihat Kriss tak gabung bersama mereka. Melainkan jalan-jalan di sekitar taman yang tak jauh dari aula tersebut.
Tiffany tersenyum tipis dan sedikit berlari untuk menghampiri Kriss yang duduk di sebuah gazebo yang ada di pinggir taman hijau yang menyegarkan napasnya.
"Kamu nggak rokok?" Tanya Tiffany pelan dan bergabung untuk duduk di samping Kriss.
Kriss menoleh dan menatap ke arah Tiffany dengan sedikit lebih lama. Wanita itu di mata Kriss tidaklah terlalu cantik, hanya saja dia memiliki kulit yang putih dengan di padukan hidung yang mancung. Selain itu, Kriss juga bisa menilai jika ada banyak orang yang memujinya cantik itu bukan karena kecantikan yang benar-benar dimilikinya. Melainkan karena orang tuanya yang memiliki pangkat tinggi dan cukup menarik perhatiannya sebagai seorang penjilat.
"Apa ada yang aneh di wajahku? Kenapa malihatku seperti itu?" Tanya Tiffany dengan tersenyum kecil dan meraba wajah yang ia banggakan.
"Nggak ada, hanya saja heran pada semua orang yang terlalu berlebihan saat memujimu. Di sini jelas-jelas aku melihat jika kamu tak terlalu cukup cantik. Kamu hanya beruntung karena memiliki kulit yang putih dan bersih." Jawab Kriss dengan jujur sembari mengungkapkan semua penilaiannya atas Tiffany.
Tiffany mengangguk kecil, yang di katakan Kriss mungkin memang sedikit masuk akal. Tiffany juga tidak buta jika banyak orang yang ingin naik pangkat setelah menjadi penjilat. Memperlakukan dirinya dengan baik dan menarik perhatian orang tuanya dengan menggunakan dirinya sebagai umpan yang matang. Karena dirinya adalah anak kesayangan keluarganya.
"Kamu benar dan tidak salah sedikitpun, mereka memang suka padaku karena ada maunya. Akhir-akhir ini aku benar-benar kesepian setelah sadar betul jika orang yang begitu menyayangiku dan perhatian padaku benar-benar telah tiada. Aku sering bertanya-tanya, apa tujuan hidupku setelah semua ini?" Balas Tiffany menyuarakan isi hatinya pada Kriss yang memilih diam untuk mendengarkan.
"Sebenarnya jika mereka tahu, papa tak terlalu sayang padaku. Papa juga orang yang baik dan setia. Saat mama sakit dan s*karat di atas ranjangnya, papa justru malah tengah asik meraih kepuasannya dengan wanita lain di kamar sebelah. Benar-benar sangt menyedihkan jika di ingat lagi." Lanjut Tiffany dengan menundukkan kepalanya cukup dalam.
Kriss terdiam dan menatap Tiffany sedikit tak tega. Dirinya dari kecil memang tak pernah tahu siapa orang tuanya, dirinya juga tak pernah bertemu mereka, jadi Kriss tak pernah merasakan apa yang di rasakan oleh Tiffany saat ini.
Saat ini yang Kriss pahami dalam sebuah hubungan keluarga yang buruk, dirinya tak memiliki kenangan baik bersama keluarganya, dan sekarang Tiffany juga menceritakan kisah rumah tangga orang tuanya yang dangat buruk. Kriss pun mulai berpikir untuk menjauhi hubungan yang begitu buruk itu.
"Apa yang aku katakan hari ini, jangan katakan pada siapa-siapa." Kata Tiffany pelan dan menoleh ke arah Kriss yang masih terdiam.
"Aku tak suka ikut campur urusan orang." Balas Kriss sekenanya.
"Kami benar-benar tidak merokok?" Tanya Tiffany kembali mengulang pertanyaannya yang tadi belum di jawab oleh Kriss.
"Merokok apa, bisa makan saja sudah baik. Kamu pikir anak jalanan sepertiku masih bisa merokok?" Jawab Kriss sedikit heran.
Tentu saja Kriss benci pada rokok. Dulu saat dirinya baru keluar dari panti, Kriss berpikir semua orang akan berbaik hati membagikan makanan untuknya. Tapi semua itu bukanlah hal yang mudah, dirinya yang kelaparan hampir setiap harinya malah melihat orang-orang berlalu lalang dengan membeli rokok dengan harga yang cukup mahal. Padahal sebelumnya mereka bilang pada Kriss tidak memiliki uang untuk di bagikan sedikit padanya yang memang sangat membutuhkan itu.
Seharian itu Kriss kelaparan hanya karena semua orang mementingkan rokoknya masing-masing, untung saja saat itu masih ada orang baik yang mau memberinya sejumlah uang yang cukup untuk membeli makanan. Setelah mengucapkan terima kasih, Kriss dengan penasaran bertanya pada bapak-bapak yang memberinya uang itu.
"Apakah bapak tidak merokok?"
Bapak itu hanya tertawa kecil dan mengelus kepala Kriss yang masih pada masa pubernya itu.
"Aku memiliki penyakit paru-paru yang mengakibatkan aku tidak bisa merokok sedari kecil." Jawab bapak-bapak itu dengan senyuman lebarnya.
Kriss pun mengangguk pelan dan menyimpulkan jika rokok memang sangat buruk untuk keadaan sekitar, hanya karena rokok banyak orang yang tak peduli pada anak-anak sepertinya yang saat itu sangat membutuhkan bantuan.
Tbc