Heri memandang sesaat kepergian Tiffany dan Kriss. Keduanya mengobrol seraya bersenda gurau sembari berjalan beriringan. Belum mereka lenyap dari pandangan, Dokter Anya menegur suaminya itu. “Sayang, ayo!” kata Dokter Anya, mengajak Heri menuju ruangannya. Tangannya meraih tangan lelaki itu yang menggantung di sisi tubuhnya. “Iya, Sayang.” Heri menggenggam balik tangan istrinya erat. Sebuah senyuman otomatis terbit tatkala ia melihat wajah sang istri. Dokter Anya balas tersenyum. Pasangan suami istri itu melangkah bersama saling bergandengan tangan menuju ruangan yang digunakan Dokter Anya. Sebagai dokter dan menantu kemenakan dari pemilik laboratorium, Dokter Anya mendapat fasilitas yang sama bagusnya dengan milik Tiffany. Heri tentu tak ingin membiarkan sang istri merasa tidak nyaman

