68

2128 Kata
Sesampainya di tempat pemakaman, papa Tiffany pun turun dan meminta supirnya untuk segera pulang saja. Awalnya supirnya terlihat ragu, tapi setelah dirinya meyakinkannya, supirnya pun akhirnya pergi, setelah sebelumnya terus mengucapkan terima kasih berkali-kali. Papa Tiffany masuk ke dalam rumah duka yang ia dirikan secara khusus untuk makam keluarga. Sejauh ini, hanya ada dua orang yang menempati tempat itu, satu adalah istrinya dan satunya lagi adalah adik dari istrinya. Dengan membawa buket bunga lili warna putih kesukaan istrinya, papa Tiffany pun terus melangkahkan kakinya, melewati taman bunga samping jalan menuju rumah duka itu dengan langkah lebarnya. Tanah seluas 1 hektar setengah itu ia gunakan untuk tempat pemakaman. Bukan, itu adalah tempat peristirahatan istrinya. Dikelilingi dengan tanaman bunga lili di sekitar rumah itu. "Anda datang pak?" Sapa seorang penjaga tempat itu yang sedang membersihkan kebun. "Hari ini aku akan di sini sendirian, pergilah pulang sekarang dan kembalilah besok." Kata papa Tiffany yang langsung saja dijawabi anggukan oleh penunggu tempat itu. Papa Tiffany mengambil dompetnya dan memberikan uang pada orang yang selama ini merawat istrinya dengan baik. "Ambillah!" Katanya yang langsung saja membuat orang itu menundukkan kepalanya dan menerima uang itu dengan senang. "Terima kasih pak!" Setelah itu papa Tiffany pun membuka pintu itu dan masuk ke dalam, menutup kembali pintu itu dari dalam dan menguncinya rapat. Suasana rumah itu sangatlah indah, berbagai bunga lili ada di berbagai sudut tempat, aromanya pun sangatlah harum hingga membuat siapa saja akan merinding saat melihatnya. "Apakah kamu menyambutku?" Tanyanya pada potret istrinya yang tersenyum lebar ke arahnya. "Aku datang terlambat tahun ini." Ucap laki-laki itu dengan mata berkaca-kaca, menatap ke arah potret istrinya yang masih tersenyum lebar. Seolah-olah senang karena sudah meninggalkan dirinya sendirian di dunia ini. "Aku mendengar sesuatu beberapa saat lalu, apakah kamu bunuh diri karena aku?" "Aku benar-benar salah paham, bagaimana bisa aku menuduhmu melakukan itu karena ingin menyusul orang itu? Dia bahkan tidak lebih baik dariku, jadi kamu tidak akan melakukan hal seperti itu untuknya." Papa Tiffany kembali berjalan, menghampiri sebuah kaca tebal, di mana jasad istrinya tersimpan cantik di sana. Sudah lebih dari sepuluh tahun istrinya meninggal, dan lebih dari itu juga istrinya terkurung di dalam kaca itu. Papa Tiffany tidak pernah berpikir untuk mengubur atau membakar jasad istrinya, dirinya memutuskan untuk mengawetkannya dan mendandani istrinya itu setiap tahun sekali. Menyamarkan bekas tapi yang ada di leher istrinya dengan bedak yang tidak akan memudarkannya. "Kamu istirahat terlalu lama." Ucap papa Tiffany dengan suara pelan. "Selain kamu," "Aku juga menyakiti putri kita." "Aku datang karena aku ingin memberitahukan hal itu padamu." "Aku minta maaf karena sudah menyalahkanmu selama ini, dan hari ini aku benar-benar menyadari semuanya." "Kesalahan itu berasal dariku yang memaksamu untuk menjadi milikku, tapi pada akhirnya aku juga yang membunuhmu." Papa Tiffany menggerakkan tangannya untuk menyentuh kaca tebal itu dengan telapak tangannya. Istrinya masih terlihat sangat cantik meskipun sudah tidur dalam waktu cukup lama. *** Di rumah sakit, Kriss menyuapi Tiffany dengan pelan-pelan. Wanita itu sedari tadi terus mengomentari bubur yang disajikan oleh pihak rumah sakit. Awalnya dia bilang itu terlalu asin, lalu tidak berasa, dan masih banyak lainnya. Tiffany cemberut sedari tadi, menatap kesal ke arah perawat yang membawakan bubur untuknya. Karena komentarnya itu, Kriss pun memintanya untuk memilih salah satu bubur itu dan memakannya dengan baik, atau jika dirinya masih banyak bicara, dirinya diminta oleh laki-laki itu menghabiskan semua bubur yang sudah dibuat. "Apakah kamu menyukainya sekarang?" Tanya Tiffany sembari menunjuk ke arah perawat yang berdiri diam dan tidak melakukan apa-apa itu. "Apakah kamu akan berhenti bicara jika aku mengatakan iya?" Jawab Kriss dengan ekspresi wajah datarnya. "Berhentilah bicara dan makanlah dengan tenang. Setelah itu kamu masih harus meminum obat dan pergi istirahat setelahnya." Kata Kriss memberikan perintah. "Katakan sekarang! Kamu tidak menyukaiku kan?" Tanya Tiffany dengan kesal. Kriss yang mendengarnya tentu saja langsung tertawa pelan, hal itu membuat Tiffany semakin kesal saat mendengarnya. "Sejak kapan aku bilang aku menyukaimu? Aku tidak pernah mengatakannya." Jawab Kriss yang langsung saja membuat Tiffany melotot lebar. "Kamu menciumku, kamu memelukku, kamu merangsangku, kamu melakukan semuanya padaku, jadi bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu?" Kesal Tiffany dengan suara yang sedikit meninggi. "Kamu yang menginginkannya, mana pernah aku menggodamu lebih dulu." Balas Kriss masih dengan tawanya. Kriss menyuapi Tiffany kembali, meksipun marah, Tiffany tetap membuka mulutnya dan menerima suapan itu dengan senang hati. Kriss menatap ke arah perawat itu, terlihat sekali jika dia terlihat canggung. "Pergilah sekarang! Bawa juga sisa bubur yang tidak ingin dimakan oleh Tiffany." Kata Kriss yang langsung saja dijawabi anggukan oleh perawat itu. Tiffany mengunyah buburnya dengan kesal, bola matanya terus mengawasi perawat itu hingga dia benar-benar keluar dan meninggalkan ruangannya. "Berhentilah bertingkah menggemaskan." Kata Kriss pada akhirnya. "Apakah kamu baru saja mengatakan aku menggemaskan?" Tanya Tiffany dengan mata berbinar. "Ya! Benar-benar sangat menggemaskan sampai rasanya aku ingin menciummu." Jawab Kriss dengan jujur. "Kalau begitu ayo cium." Balas Tiffany dengan cepat. "Habiskan dulu buburnya, setelah itu aku akan membantumu meminum obatnya." Kata Kriss yang langsung saja membuat Tiffany membuka mulutnya dan menghabiskan buburnya dengan cepat. Seperti yang ia janjikan, Kriss mengambil obat milik Tiffany dan meminumnya, setelah itu Kriss mengambil air dan mencium Tiffany untuk memindahkan obat itu pada bibir Tiffany. Setelah menelan obatnya, Tiffany menahan leher Kriss dan keduanya pun kembali berciuman dengan semakin dalam dan juga lama. "Cctv sialan!" Maki Tiffany sembari menatap ke arah cctv itu dengan penuh permusuhan. "Segera sembuh dan ayo kita kembali. Aku akan menghangatkan ranjangmu nanti." Kata Kriss yang langsung saja membuat Tiffany tersenyum lebar saat mendengarnya. "Kamu bilang tidak menyukaiku?" Tanya Tiffany mengingatnya. "Kan kamu yang memintanya. Lihatlah matamu itu, bibirmu juga marah pada cctv karena aku tidak bisa naik di atasmu sekarang juga kan?" Jawab Kriss dengan tertawa pelan. "Hah! Aku benar-benar gila karena berharap banyak padamu." Ucap Tiffany yang langsung saja membuat Kriss tersenyum lebar saat mendengarnya. Kriss membantu Tiffany untuk kembali tidur dan merapikan selimutnya. "Berhentilah memusuhi papamu." Kata Kriss menasehati. "Apakah kamu ingin ikut campur sekarang? Jika kamu ikut campur maka kamu pasti juga menyukai aku." Tanya Tiffany sedikit kesal karena Kriss menyebut papanya. "Dia hanya menyayangimu, tapi tidak tahu cara mengungkapkannya dengan benar. Dia khawatir putri kesayangannya akan terluka jika tidak bersama orang yang tepat, untuk itu dia terus memperingatkan orang-orang yang dekat denganmu." Kata Kriss memberitahu. Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung terdiam, menatap ke arah Kriss yang terlihat sungguh-sungguh saat mengatakannya. "Dia sangat khawatir saat tahu kamu tidur di kasur lantai yang ada di kamarku. Untuk itu dia memindahkanmu ke kamar, tapi tiba-tiba saja kamu demam tinggi dan membuatnya semakin khawatir karena tidak bisa melakukan apapun untukmu." Lanjut Kriss memberitahu dengan mengupas apel yang ada di tangannya. "Bagaimana kamu bisa begitu yakin? Dia tidak peduli dengan apa yang aku sukai, dia juga tidak mendengarkan apa yang aku inginkan." Balas Tiffany dengan mata berkaca-kaca. "Sudah aku katakan tadi!" "Dia tidak tahu cara mengekspresikan rasa sayangnya dengan benar." Lanjut Kriss sembari memakan apel itu untuk dirinya sendiri. Tiffany terdiam saat mendengarnya, setelah itu, Tiffany memilih untuk bangun dan merebut apel itu dari tanah Kriss. Tiffany mengupas kulitnya dengan giginya, setelah terkupas semua, Tiffany memberikan itu pada Kriss. Kriss tertawa pelan saat melihatnya. "Apakah kamu baru saja tertawa? Aku kesal karena kamu sok tahu tentang aku dan papa." Ucap Tiffany yang langsung saja membuat Kriss mengambil apel itu dan menggigitnya begitu saja, meletakkan kembali pisau yang tadi ia gunakan untuk mengupas dan memotongnya. "Tidurlah, aku juga akan tidur. Kamu tahu? Aku tidak bisa tidur karena ada di tempat dokter Anya semalam." Kata Kriss memberitahu. "Apa? Kamu menghabiskan waktu dengan dokter Anya disaat aku sakit? Apakah milikmu sudah gatal sampai tidak bisa menahannya?" Tanya Tiffany dengan kesal. "Aku tidak akan tidur jika terus berdebat denganmu." Balas Kriss yang langsung saja melemparkan sisa apel ke dalam tong sampah dan memutuskan untuk berjalan ke sisi lain. "Geser," ucap Kriss yang langsung saja dituruti oleh Tiffany. Kriss ikut naik ke atas ranjang dan berbaring membelakangi Tiffany. "Bukankah kamu salah posisi? Aku di sini." Tanya Tiffany pelan. "Peluk aku dari belakang, kamu kan yang menyukaiku." Jawab Kriss yang langsung saja membuat Tiffany tersenyum dan menurut. Kriss memejamkan matanya, tersenyum dengan tingkah Tiffany yang tengah mengelus perut ratanya. "Aku tidak bisa tidur." Ucap Tiffany merengek. Kriss tidak mendengarkan dan memutuskan untuk tetap memejamkan matanya. Hingga akhirnya hal itu membuat Tiffany bangun dan melihat apakah Kriss benar-benar tidur. Tiffany mengecup singkat pipi Kriss dan mengucapkan selamat istirahat pada laki-laki itu. Setelahnya, Tiffany kembali berbaring dan tidur. Belum sempat Tiffany tertidur, dokter masuk dan segera membuat Tiffany bangun dan meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya. "Kembalilah nanti, aku akan memanggil dokter jika aku perlu." Kata Tiffany sembari menunjuk bell yang ada di samping ranjang tidurnya. "Tapi saya harus melaporkan kondisi anda pada ketua dan juga pak Heri." Kata dokter membantah. Tiffany menunjuk ke arah cctv, dan hal itu membuat dokter ikut menoleh dan menatapnya. "Kirimkan saja video yang ditangkap oleh cctv itu, mereka akan mengerti setelah melihatnya." Kata Tiffany memberikan perintah. Dokter pun tidak bisa mengatakan apa-apa dan pada akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan Tiffany dengan terpaksa. Tiffany kembali berbaring dan memeluk Kriss dari belakang. Tiffany ikut memejamkan matanya dan menyusul Kriss ke dalam dunia mimpi. *** Siang hari, Kriss terbangun dan menatap ke arah Heri yang telah membangunkannya. "Apakah kamu datang untuk istirahat?" Tanya Heri tak percaya. "Tentu saja, memangnya apa yang harus kulakukan? Ranjang ini sangatlah luas jadi kita membaginya dua." Jawab Kriss sembari beranjak bangun dan mengusap matanya pelan. Tidurnya benar-benar sangat nyenyak hingga membuat dirinya malas untuk beranjak bangun. Dokter Anya menatap Kriss dalam diam, Kriss memang benar-benar menjaga Tiffany dengan baik, dia menghormati Tiffany dengan tidak berhubungan dengan wanita lainnya. "Apakah kalian datang ingin melakukan pemeriksaan kandungan?" Tanya Kriss sembari menatap ke arah dokter Anya. "Jadi apa jenis kelaminnya?" Tanya Kriss lagi. "Bocah ini!" Gerutu Heri kesal, berbeda dengan dokter Anya yang tertawa pelan, sangat terhibur dengan apa yang dikatakan oleh Kriss. "Usia kandungannya baru memasuki Minggu ke tujuh, di mana belum terlihat jenis kelaminnya." Kata dokter Anya sembari memberikan foto USG yang tadi ia lakukan.. "Yang mana?" Tanya Kriss benar-benar tidak tahu. "Ini," tunjuk dokter Anya pada gumpalan yang belum berbentuk itu. "Apakah kamu yakin ini calon bayi? Ini terlihat seperti gumpalan lemak." Tanya Kriss yang langsung saja membuat Heri geram dan mengambil paksa foto itu dari tangan Kriss. Setelah itu Heri meminjam buku kandungan milik istrinya dan memukulkannya pada kepala Kriss. "Berhenti bicara omong kosong dan pergi ke kamar mandi. Cuci wajahmu dengan benar." Kata Heri kesal. Kriss tersenyum tipis dan beranjak bangun, berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci wajahnya dan juga membasahi matanya yang masih sangat mengantuk itu. "Apa kamu sudah berubah pikiran lagi? Dia terlihat lucu? Tidak membosankan lagi?" Tanya Heri pada calon istrinya. Mendengar pertanyaan itu tentu saja Anya langsung tertawa lebar dan menganggukkan kepalanya setuju. Kriss memang terlihat lucu dan sedikit menggemaskan tadi. "Kalau nanti anak kita mirip Kriss kamu tidak mencurigai aku tidur dengannya kan ya?" Tanya Anya pada Heri. "Kenapa juga anak itu mirip dengan Kriss? Apakah dia tidak mengenali bapaknya dengan baik?" Tanya Tiffany kesal. Tadi Tiffany sangat menikmati tidurnya, tapi tidurnya terganggu karena kedatangan dua tamu tak diundang itu. "Kalau sampai itu mirip dengan Kriss, aku akan membuat anak itu menjadi milikku juga." Kata Tiffany yang langsung saja membuat Heri tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut asik sepupunya itu dengan perlahan. "Bagaimana keadaanmu? Apakah lebih baik?" Tanya Heri penasaran. "Seorang yang terlihat, aku hanya butuh Kriss ada di sampingku." Jawab Tiffany dengan sombongnya. "Padahal aku sudah mengatakan dengan jelas waktu itu, Kriss menjadi milikku selama seminggu penuh. Tapi kalian menjauhkanku darinya." Lanjut Tiffany menggerutu. Heri yang mendengarnya tentu saja hanya tertawa pelan dan mengulurkan tangannya lagi untuk mengecek suhu tubuhnya. "Kamu sudah bangun?" Tanya Kriss yang baru saja keluar dari kamar mandi dan menatap ke arah Tiffany yang sudah bangun. "Apakah kamu sudah melihat foto itu? Anaknya dokter Anya." Tanya Kriss lagi. "Yang mirip denganmu?" Balas Tiffany yang langsung saja membuat Heri tertawa saat mendengarnya. "Benarkah? Apakah kamu berpikir dia mirip denganku?" Tanya Kriss yang tidak tahu situasinya. "Apa karena aku juga ikut menjaganya ya? Jadinya mirip denganku." Tanya Kriss lagi yang terdengar seperti omong kosong di telinga Tiffany. "Apakah kamu baru saja bangga? Kamu tidak ikut tanam saham tapi dapat jackpotnya?" Tanya Tiffany kesal. "Sepertinya begitu, dia pasti akan memanggilku ayah juga nanti." Jawab Kriss yang langsung saja membuat Tiffany kesal dan melemparkan bantal pada Kriss. Anya dan Heri tentu saja hanya tertawa saat melihatnya. Itu benar-benar sangat lucu, dan akan disayangkan jika dilewatkan. "Keadaan kalian padahal sekacau ini, bagaimana bisa kalian bersama?" Tanya Heri tak percaya dengan apa yang ia lihat. "Karena dia memaksakannya." Jawab Kriss sembari menunjuk ke arah Tiffany. Heri dan Anya tertawa semakin lebar saat mendengar jawaban yang diberikan oleh Kriss. Berbeda dengan Tiffany yang melotot lebar saat mendengarnya. Bener-bener kesal dengan Kriss yang selalu saja memancing amarahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN