86

1022 Kata
Dokter Anya keluar dari kamar mandi begitu papa Tiffany meninggalkan kamar. Melihat ke arah Tiffany yang hanya diam di atas ranjang tentu saja membuat dokter Anya segera menghampiri Tiffany dan memeluknya. "Kamu seharusnya tidak terlalu keras pada papamu sendiri, dimanapun yang namanya orang tua pasti sangat menyayangi anak-anaknya." Bisik dokter Anya pelan. Tiffany juga tahu jika papanya sangat peduli dan sayang pada dirinya, tapi Tiffany benar-benar tidak dapat membenarkan cara yang papanya berikan. Menyingkirkan nyawa orang-orang dengan mudahnya, lalu belum lagi dengan ancaman-ancaman yang dikatakan. Semua itu benar-benar membuat Tiffany sedikit berat untuk menerimanya. Belum lagi dengan kenyataan papanya yang membunuh seseorang di depan mamanya, itu benar-benar membuat Tiffany tidak dapat hidup dengan baik. Di luar kamar, papa Tiffany menarik napasnya panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Kriss yang baru saja kembali dengan membawa botol minuman keras membuat papa Tiffany melotot saat mendengarnya. "Apakah kamu tidak tahu aturannya? Dilarang meminum alkohol di area ini." Tegur papa Tiffany dengan cepat. "Saya bilang pada satpam di depan jika anda yang memberikan perintah. Jadi ayo kita minum, kata Tiffany ini ampuh untuk melupakan masalah." Jawab Kriss tanpa takut. Kriss berjalan lebih dulu ke arah kamarnya dan menyiapkan gelas untuk meminum alkoholnya. Papa Tiffany tentu saja merasa ada yang aneh dengan dirinya, karena untuk pertama kalinya dirinya mendengarkan perkataan orang lain dan mengikutinya begitu saja. Sekali lagi, papa Tiffany menatap ke arah kamar Kriss dalam diam, ruangan itu benar-benar kosong, hanya ada beberapa tempat yang terisi meja dan juga komputer. Papa Tiffany duduk di atas lantai, dimana Kriss juga duduk di sana dengan tenangnya. "Saya akan membuat masalah untuk anda, jadi setidaknya sekali saja saya akan mengajak Anda minum untuk meminta maaf." Kata Kriss sembari menuangkan minuman di dalam gelas dan memberikannya pada papa Tiffany. "Apakah kamu akan membawa Tiffany lari sebagai ancaman?" Tanya papa Tiffany pelan. "Tidak, saya tidak akan membawa Tiffany. Saya akan meninggalkan dia." Jawab Kriss dengan cepat. Kriss kembali menuangkan minuman untuk papa Tiffany. Kriss sendiri memutuskan untuk tidak meminumnya, karena hanya setenggak saja dirinya akan terbaring pingsan. Sudah tiga botol yang kosong, dan papa Tiffany belum juga menyadari jika Kriss belum meminum segelas pun. Papa Tiffany pun sudah mulai mabuk karena dirinya sudah cukup lama tidak meminum alkohol karena sibuk bekerja. "Kamu tidak minum?" Tanya papa Tiffany pelan. "Jika saya meminumnya sekarang, maka tidak akan ada yang menuangkan minuman untuk anda." Jawab Kris memberitahu. "Minumlah!" Ucap papa Kriss memberikan perintah. Kriss pun setuju, meminum segelas alkohol yang ia tuangkan sendiri. Seperti apa yang ia katakan, matanya langsung saja berkunang-kunang begitu gelas itu kosong. Kriss menatap ke arah papa Tiffany dengan tersenyum lebar. "Kasihan sekali anda!" Ejek Kriss yang sudah dalam pengaruh alkohol. "Anda membuat banyak sekali masalah sampai istri anda meninggalkan anda." Lanjut Kriss masih dengan tawanya. Papa Tiffany sendiri tentu saja memutuskan untuk meminum alkohol itu langsung dari botolnya, setelah habis papa Tiffany segera memukulkan botol itu pada Kriss hingga membuat pecahannya berceceran. Sedangkan Kriss sudah jatuh karena mabuk dan juga pukulan yang terasa nyeri di kepalanya. "Lemah!" Maki papa Tiffany yang ikut-ikutan berbaring asal-asalan, membuat tangannya dan juga lehernya terkena pecahan kaca itu. Papa Tiffany hanya mengaduh sakit dengan air mata yang mengalir keluar, tapi dirinya tidak berniat untuk beranjak bangun. Papa Tiffany memutuskan untuk memejamkan matanya dan istirahat sejenak saja. Tapi keduanya benar-benar berlarut dalam mimpi yang panjang. Jam menunjukkan pukul 7 pagi saat Tiffany dan dokter Anya ke kamar Kriss untuk membangunkan laki-laki itu. Tiffany terkejut saat melihat Kriss dan juga papanya terbaring di atas lantai. Belum lagi dengan botol minuman yang berserakan dan juga bercak darah yang keluar. "Dokter Anya, tolong panggilkan Anto. Kita harus segera membawa mereka ke rumah sakit." Ucap Tiffany khawatir. Tiffany menghampiri Kriss dan menatap ke arah darah yang keluar dari kepala Kriss, lalu Tiffany juga menatap ke arah papanya yang sudah terlihat pucat. Tiffany menghampiri papanya dan mencoba untuk mengecek denyut nadinya, Tiffany segera mundur dan terduduk lemas. Tiffany lega karena papanya masih hidup, papanya punya penyakit hemofilia dimana penderita akan mengalami pendarahan lebih lama dibandingkan orang lain. Anto tiba dan Tiffany meminta Anto untuk segera membawa papanya ke rumah sakit. Sedangkan Tiffany sendiri memutuskan untuk membawa Kriss sendiri dengan bantuan dokter Anya. Sesampainya di rumah sakit, Tiffany segera meminta ruangan VVIP dan meminta staf rumah sakit untuk menyembunyikan hal yang menimpa papanya sekarang. Setelah itu Tiffany juga meminta Kriss untuk dirawat di ruangan yang sama agar dirinya bisa menjaga keduanya dengan tenang. Kriss membuka matanya, menatap ke arah Tiffany dengan tersenyum lebar. "Apakah aku sedang terbang?" Tiffany yang mendengarnya tentu saja langsung mencubit Kriss dengan kesal. Bisa-bisanya laki-laki itu mabuk saat tahu dirinya tidak tahan alkohol. Tiffany benar-benar akan memarahi Kriss dan juga papanya jika keduanya sudah sehat nantinya. Tiffany menunggu di luar, membiarkan papanya dan juga Kriss untuk mendapatkan perawatan. "Sebagai apa yang terjadi?" Tanya Anto penasaran. "Mereka minum, tidak tahu bagaimana ceritanya sampai ada pecahan botol kaca itu. Tapi sepertinya papa memukul kepala Kriss." Jawab Tiffany tidak yakin. "Apakah Kriss berbuat ulah?" Tanya Anto lagi, dirinya juga khawatir karena hal ini baru saja terjadi. "Ulahnya hanya satu, yaitu meminum minuman yang sudah tahu tidak bisa ia tahan efeknya." Jawab Tiffany dengan helaan napas pelan. Tiffany menoleh ke arah dokter Anya yang hanya diam, dibandingkan dengan dirinya, dokter Anya terlihat lebih khawatir, hal itu membuat Tiffany sedikit kesal dan juga malu saat melihatnya. "Kriss akan baik-baik saja, dia punya seribu nyawa untuk hidup." Kata Tiffany pada dokter Anya. "Bagaimana dengan papa kamu? Tapi saat aku perhatikan papa kamu lebih banyak mengeluarkan darah sampai pucat seperti itu." Balas dokter Anya dengan cepat. "Papa memang seperti itu jika terluka, dia memiliki darah lebih banyak dibandingkan orang lain." Jawab Tiffany berbohong, Tiffany tidak dapat mengatakannya pada Anto yang bisa saja menjadi musuh nantinya. "Jadi jangan terlalu khawatir." lanjut Tiffany lagi. "Anto, kamu kembalilah dan pimpin yang lainnya. Aku akan memberikan kabar jika sudah ada perkembangan dari papa dan juga Kriss." ucap Tiffany meminta Anto untuk kembali lebih awal. "Dokter Anya di sini saja, dokter masih harus mengurus Kriss karena itu sudah menjadi tugas anda." lanjut Tiffany pada dokter Anya. Dokter Anya pun mengangguk setuju, sedangkan Anto juga pergi seperti yang diperintahkan oleh Tiffany.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN