51

1027 Kata
Kriss keluar dari permainan, melepaskan lensa kotak yang ia miliki dan menatap ke arah komputernya yang sudah mati. Sebenarnya Kriss ingin menghampiri wanita itu, tapi Kriss tidak bisa karena wanita itu berjalan ke arah goa, dengan kamera di tangannya. Jika memang benar, maka bukan dirinya yang menemukan game ini pertama kali, tapi ada orang lain juga yang menemukannya. Suara pintu yang terbuka membuat Kriss menoleh, menatap ke arah Anto yang masuk dengan wajah yang segar, terlihat sekali jika laki-laki itu sudah selesai mandi dan berganti. "Ck, apakah kamu belum mandi juga?" Decak Anto sembari menatap ke arah Kriss dengan tatapan aneh. "Bukankah kalian akan keluar? Kenapa malah mengganggu?" Balas Kriss tidak peduli. Kriss bangun dari duduknya dan berjalan menghampiri Anto yang melihat barang-barangnya. "Tiffany belum selesai, jadi aku menunggu di sini." Jawab Anto yang langsung saja duduk di lantai dengan nyaman. Kriss yang melihatnya tentu saja langsung memicingkan matanya, tidak seperti biasanya laki-laki itu tidak memusuhi dirinya seperti sebelum-sebelumnya. "Sepertinya Tiffany sangat bergantung padamu." Ucap Anto tiba-tiba. "Aku tidak merasa seperti itu, lagipula aku siapa sampai dia bergantung padaku." Jawab Kriss dengan cepat. Anto menatap ke arah Kriss yang terlihat membereskan barang-barangnya. Jika dipikir-pikir, Kriss memang berbeda, laki-laki itu memiliki lebih banyak sampah dibandingkan dengan peneliti yang lainnya. "Apakah kamu punya pekerjaan sampingan? Kamu memiliki sampah kertas banyak sekali." Tanya Anto penasaran. "Hanya suka menggambar." Jawab Kriss singkat. Keduanya terus berbincang dengan sedikit canggung. Tidak lama kemudian Tiffany datang dengan tampilannya yang sangat cantik, bedanya Tiffany menggunakan pakaian tertutup, tidak seperti sebelumnya yang suka menggunakan dress minim yang menarik perhatian banyak orang. "Oh, kamu sudah di sini. Aku pikir belum." Ucap Tiffany pada Anto yang sudah berada di kamar Kriss. "Kamu benar-benar tidak mau ikut?" Tanya Tiffany pada Kriss. "Tidak, kalian pergi saja." Jawab Kriss tanpa ragu-ragu. "Aku tadi menghubungi dokter Anya dan berniat untuk mengajaknya, tapi dia sudah ada janji sendiri." Kata Tiffany memberitahu. "Kalau begitu kalian pergi berdua saja." Balas Kriss lagi yang langsung saja membuat Tiffany memanyunkan bibirnya ke depan. Tiffany sedikit kesal karena Kriss tidak terlihat cemburu sedikitpun. "Kalau begitu kita akan pergi." Pamit Tiffany pada akhirnya. Tiffany dan Anto segera keluar dari kamar Kriss. Bersiap pergi untuk membeli makanan dan juga minuman. Tiffany duduk di kursi samping kemudi, menatap ke arah Anto yang sedang menggunakan sabuk pengamannya. "Apa saja yang harus kita beli?" Tanya Tiffany pada Anto. "Seperti biasanya saja." Jawab Anto yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Tiffany. "Kamu tidak ada janji bukan? Kamu biasanya selalu sibuk saat malam weekend." Tanya Tiffany berjaga-jaga. "Dia bilang aku bisa istirahat hari ini. Lagipula capek kalau yang dihadapi orang seperti itu. Andai aku tidak butuh uang, maka aku tidak akan melakukannya." Jawab Anto yang langsung saja membuat Tiffany menganggukkan kepalanya pelan. Mobil pun melaju dengan kecepatan rata-rata. Tiffany menatap ke arah ramainya jalanan. "Apa yang kamu suka dari Kriss? Dia bahkan tidak segera mandi setelah selesai bekerja." Tanya Anto penasaran. "Wajahnya? Dia terlihat tampan sekalipun mukanya tertutup lumpur." Jawab Tiffany dengan cepat. "Setidaknya, dengan wajahnya itu, jika ada keterlambatan pengangkatan, aku tidak perlu khawatir dengan anak kita nanti. Istilahnya memperbaiki keturunan." Lanjut Tiffany sembari menatap ke arah Anto dengan tawa pelan. "Memangnya kalian main bebas? Tidak menggunakan pengaman?" Tanya Anto sedikit terkejut. "Tentu saja menggunakan pengaman, Kriss tidak mau jika tidak memakai pengaman. Dia tidur denganku, tapi tidak berniat menikah denganku." Jawab Tiffany memberitahu dengan tersenyum tipis. "Apakah dia gila? Bukankah laki-laki seperti itu harus dimusnahkan?" Maki Anto dengan kesal. "Tidak, aku menyukainya. Setidaknya dia masih tahu tempatnya. Karena dengan begitu dia juga aman dari serangan papa." Jawab Tiffany menjelaskan. "Sebelumnya, laki-laki yang dekat denganku selalu dengan sengaja melupakan pengaman, berharap agar aku hamil dan bisa menikah dengan mereka. Harapan mereka tentu saja karena mereka ingin menjadi menantu dari papa, lalu mereka berakhir mengenaskan karena mengharapkan hal seperti itu." Lanjut Tiffany menjelaskan. "Mungkin sudah ada setidaknya 3 orang yang tiba-tiba menghilang dan tidak bisa aku temukan keberadaannya. Entah dia pergi ke negara lain, atau mati aku juga tidak tahu." Tiffany menghela napasnya panjang, kembali menatap ke arah jalanan yang terlihat indah dengan lampu jalan yang menyala. "Apakah kamu menyukai Kriss? Atau hanya ingin bermain-main?" Tanya Anto penasaran. "Aku menyukainya, tapi ada hal yang memberatkan hatiku. Tapi yang pasti aku suka berhubungan dengannya, dia melakukannya dengan hati-hati dan juga lembut. Tidak ada sedikitpun kekerasan saat bersamanya." Jawab Tiffany sungguh-sungguh. Tiffany benar-benar menyukai Kriss, tapi seperti sebelumnya, Tiffany takut jika Kriss akan menjadi target dari papanya lagi. Selain itu, Kriss juga punya dunianya sendiri, tentu saja tentang makhluk-makhluk mengerikan itu. Tiffany pikir, jika bukan karena papanya, maka Kriss akan menghilang karena makhluk itu. Tiffany suka membantu Kriss, karena dengan begitu dirinya bisa mengetahui semua hal yang disukai oleh laki-laki itu. Karena jika tidak seperti itu, maka dirinya tidak akan pernah bisa mengetahuinya. "Aku pikir dia akan pergi sekalipun papa tidak ikut campur dalam kepergiannya." Gumam Tiffany pelan. "Lalu kenapa kamu memilihnya?" Tanya Anto lagi. "Karena aku dia yang membuatku merasa nyaman." Jawab Tiffany dengan cepat. Keduanya pun kembali terdiam dan fokus pada pandangannya masing-masing. Anto fokus pada kemudinya, sedangkan Tiffany memutuskan untuk bermain dengan ponselnya. Sesampainya di tempat yang di tuju, Tiffany pun segera turun, diikuti oleh Anto yang mengekor di belakangnya. Tiffany berjalan lebih dulu dengan membawa tas selempang miliknya. Begitupun dengan Anto yang sedikit berlari untuk mengejar langkah Tiffany yang sudah berada jauh darinya. Anto memasukkan kunci mobilnya ke dalam saku celananya, dan berlari untuk berjalan di samping Tiffany yang terlihat terburu-buru. "Aku akan memesan makanan, kamu pergilah untuk memilih minuman apa." Ucap Tiffany mengintruksikan. Anto yang mendengarnya tentu saja langsung memelankan langkahnya dan tersenyum tipis. Anto mengubah langkahnya ke arah lain untuk membeli minuman yang biasa ia minum bersama Tiffany dulu. Tiffany menatap ke arah menu yang tersedia. Tiffany memilih beberapa menu dan membungkusnya tiga porsi untuk setiap menunya. Setelah itu, Tiffany mencari tempat duduk dan menunggu. Tiffany membuka ponselnya dan mengambil potret menu makanan itu, lalu mengirimkannya pada Kriss. Menanyakan tentang apa yang diinginkan oleh laki-laki itu. Tiffany memang sudah memesan, tapi jaga-jaga jika nantinya Kriss tidak menyukai menu pilihannya. Tiffany membaca balasan yang diberikan oleh Kriss, seperti dugaannya, laki-laki itu bahkan tidak berpikir untuk memilihnya sendiri, dan mempercayakan pilihannya pada dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN