Varo menghela napas kasar, matanya menerawang ke langit yang mulai menggelap. Ia bersandar di mobilnya yang terparkir di pinggir jalan, mencoba menenangkan pikirannya yang berantakan. Setidaknya, ia berhasil membuat kedua orang tuanya berhenti membahas soal perjodohan itu. Namun, harga yang harus ia bayar untuk kebebasan itu adalah kembali terjerat dalam kendali Ruby. Ponselnya bergetar di saku celana, membuatnya mendengus pelan. Ia sudah tahu siapa pengirim pesan itu bahkan sebelum melihat layarnya. Ruby: Ke apartemen sekarang. Aku menunggumu. Jari-jarinya mengepal di sekitar ponsel, rahangnya mengeras. Sialan. Wanita itu benar-benar tidak pernah memberinya pilihan. Apakah Ruby mengira dirinya bisa seenaknya diperintah seperti ini? Varo menutup mata, berusaha menahan amarah yang