Bab 08

1014 Kata
Ruby melangkah memasuki perusahaan Arjuan dengan anggun. Gaun merahnya yang menyala kontras dengan nuansa kantor yang lebih serius, membalut tubuhnya dengan sempurna. Setiap gerakan Ruby penuh percaya diri, rambut bergelombangnya jatuh halus di bahunya, menambah kesan anggun namun memikat. Di tangannya, sebuah tas Chanel yang baru dibelinya menggantung, menambah kesan mewah yang tak bisa disangkal. Setibanya di resepsionis, Ruby berhenti sejenak. Dia menatap resepsionis itu dengan pandangan yang dingin, seolah-olah dunia di sekelilingnya hanyalah latar belakang yang tidak penting. "Apakah Varo ada di ruangannya?" tanyanya, suara lembut namun penuh ketegasan. Resepsionis itu sedikit terkejut oleh kehadiran Ruby, tampak ragu sejenak sebelum bertanya, "Apakah Anda sudah memiliki janji dengan Tuan Varo?" Ruby berdecak kecil, merasa tidak perlu menjelaskan lebih banyak. "Tentu saja. Telepon dan katakan padanya, Ruby Joana sedang menunggu di lobi." Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut, resepsionis itu mengangguk dan segera menghubungi Varo. Beberapa saat kemudian, dia menatap Ruby lagi. "Tuan Varo menyuruh Anda untuk masuk ke ruangannya." Ruby mengangguk, lalu berjalan dengan langkah panjang dan mantap menuju lift. Setiap langkahnya memperlihatkan kepercayaan diri yang luar biasa. Saat pintu lift terbuka, dia masuk, menekan tombol untuk menuju lantai Varo. Di dalam lift, Ruby menatap dirinya di cermin dinding dengan senyum tipis yang penuh arti. Hari ini, dia akan mengingatkan Elvaro Arjuan siapa yang benar-benar mengendalikan permainan ini. Begitu pintu lift terbuka di lantai yang dimaksud, Ruby berjalan menuju pintu ruang kerja Varo. Tanpa mengetuk, dia membukanya dengan sikap anggun dan memasuki ruangan itu. Varo, yang duduk di belakang meja kerjanya, hanya mengalihkan pandangan ke arahnya. Sebuah desahan kecil keluar dari bibirnya. Ruby tersenyum dengan sinis, melihat anak tirinya yang kini berada di bawah kekuasaannya. "Elvaro," sapa Ruby, seolah-olah dia sudah menguasai segalanya. Varo hanya menatapnya dengan mata yang tajam, namun ekspresinya tetap datar. Ruby tersenyum manis pada Varo, matanya berkilat penuh kemenangan. Bibir merahnya melengkung sempurna saat ia menatap pria di hadapannya. “Aku butuh minum,” ucapnya dengan nada manja namun penuh kendali. “Apa sugar baby ku ini tidak mau menyediakan minuman untukku?” Ruby mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi menggoda. “Padahal aku sudah berbaik hati menolong perusahaanmu agar tidak bangkrut.” Varo yang mendengar perkataan itu hanya menghela napas kasar. Rahangnya mengencang, jelas tidak menyukai cara Ruby mengungkit bantuannya. Tapi dia tahu lebih baik tidak berdebat dengan wanita ini sekarang. Dengan gerakan malas, dia meraih telepon di mejanya dan menekan tombol interkom. “Buatkan teh untuk tamu di ruangan saya,” perintahnya singkat pada OB sebelum meletakkan telepon kembali. Ruby tersenyum puas, lalu perlahan berdiri dari kursinya. Gaun merahnya melambai ringan saat dia melangkah mendekati Varo. Mata wanita itu tetap terkunci pada wajah Varo yang tetap dingin tanpa ekspresi. Tanpa ragu, Ruby naik ke pangkuan Varo, duduk dengan anggun di atas pahanya. Tangannya bertumpu di d**a pria itu, sedangkan matanya menatap Varo dengan penuh godaan. “Begini lebih baik,” bisiknya lembut, bibirnya begitu dekat dengan wajah Varo. Varo tetap menatapnya datar, meskipun napasnya sedikit berat. Dia sudah terbiasa dengan sikap Ruby yang selalu ingin mendominasi. Ruby tersenyum semakin lebar, lalu menggerakkan jemarinya ke rahang Varo, mengusapnya pelan sebelum berucap dengan suara lembut namun tegas. “Aku ingin kamu mengucapkan terima kasih pada Mommy-mu yang cantik ini.” Varo kembali menghela napas panjang, jelas tidak menyukai permainan Ruby. Namun dia tahu, wanita ini tidak akan menyerah sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Dengan suara datar, Varo akhirnya berucap, “Terima kasih, Mommy cantik, yang telah menolong perusahaanku.” Ruby tersenyum lebar, merasa puas mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Varo. Dia menyentuh dagunya, lalu mengangguk kecil. “Bagus,” bisiknya, sebelum kembali tersenyum penuh arti. Ruby mengelus rahang Varo dengan lembut, jari-jarinya yang lentik bergerak perlahan, menikmati tekstur kulit pria di hadapannya. Matanya menatap tajam, memperhatikan setiap lekuk wajah Varo, seolah sedang menilai sesuatu. "Hmm..." Ruby bergumam pelan, bibirnya melengkung membentuk senyuman penuh arti. "Mantan anak tiriku memang sangat tampan." Matanya berbinar dengan kilatan menggoda, penuh d******i. Dia menggeser sedikit duduknya di paha Varo, semakin membuat jarak di antara mereka mengecil. "Aku ingin kamu menemaniku nanti malam ke klub," ucap Ruby santai, suaranya lembut tapi tak terbantahkan. "Senang-senang di sana, menikmati malam yang panjang." Varo hanya menatapnya dengan ekspresi datar, tak menunjukkan reaksi berlebihan. Tapi sebelum dia bisa menolak, Ruby mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat. "Dan sugar baby tidak boleh menolak permintaan sugar mommy-nya, bukan?" lanjutnya dengan nada manis yang mengandung ancaman terselubung. "Apalagi Mommy sudah begitu baik menolong sugar baby-nya agar tidak jatuh dalam kebangkrutan." Varo menghela napas pelan, lalu tangannya terangkat, memegang pinggang Ruby. Sentuhannya ringan, seolah hanya untuk menenangkan situasi. Dia tahu bahwa berdebat dengan Ruby tidak akan menghasilkan apa-apa. Dengan senyum yang jelas-jelas penuh kepalsuan, dia berkata, "Aku akan ikut denganmu ke klub malam, Ruby. Jadi, tenang saja." Mendengar itu, Ruby menyeringai lebar, ekspresi puasnya begitu jelas. Dia tahu bahwa Varo tidak menyukai permainan ini, tapi dia tetap patuh. Dan itu cukup membuatnya senang. Tanpa peringatan, Ruby mendekatkan wajahnya dan mengecup lembut pipi Varo. Bibir merahnya meninggalkan jejak lipstik yang mencolok di kulit pria itu. "Aku suka begitu," bisiknya sambil menarik kepalanya sedikit ke belakang, menatap wajah Varo yang tetap tak berekspresi. Tangan Ruby kemudian menepuk d**a Varo pelan, seolah mengingatkannya. "Pastikan nanti malam kamu terlihat tampan, hmm?" Varo tidak mengatakan apa pun, hanya menatap Ruby dalam diam. Ruby tersenyum penuh kemenangan, lalu dengan santai berdiri dari pangkuan Varo, membiarkan gaun merahnya jatuh dengan sempurna di tubuhnya. Dengan percaya diri, dia melangkah menuju pintu, meninggalkan aroma parfumnya yang mahal di ruangan itu. Varo hanya bisa menatap kepergiannya dengan tatapan kosong, tanpa emosi. Dia tahu, malam ini akan menjadi malam yang panjang. Karena dia harus menuruti semua yang diinginkan oleh rubah betina itu dan tidak bisa menolak apa yang diinginkan oleh sang rubah betina itu. Varo akan terjebak bersama dengan Ruby tidak tahu sampai kapan. Dia juga tidak tahu nanti bisa lepas atau tidak dari Ruby. Karena dirinya sungguh terjebak dengan wanita sialan yang menolong perusahaannya agar tidak bangkrut. Varo menatap pada kejantanannya. Sialan! Kenapa kejantanannya malah berdiri dengan hanya Ruby duduk di atas pangkuannya. Oh s**t! Varo harus bermain solo di dalam kamar mandi sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN