Gama serasa tertampar. Dea tidak bilang apa-apa, justru putrinya yang mengingatkan. Dia sudah lama mati suri dan lupa pada kewajibannya sebagai insan di muka bumi. Dulu Dea yang selalu cerewet dan memaksanya. Setelah rumahtangganya berantakan, malah dia menjauh karena putus asa. Bukan tambah mendekat untuk merayu sang pencipta. Supaya mengembalikan Dea dan menyadarkan hatinya sendiri yang sekeras batu. Gama berdiri. Dia belum lupa di mana tempat salat di lantai satu rumah Dea. Mantan mertuanya adalah umat yang taat. "Antik, salat bareng papa, ya. Mama ambilin mukena dulu." Dea menaiki tangga untuk mengambil mukena di kamar. Sedangkan Gama dan Antika mengambil air wudhu. Lelaki itu memperhatikan sang anak yang tengah berwudhu. Meski belum sempurna, tapi untuk ukuran anak usia tujuh ta