Aku menarik Aa memintanya melupakan si pembungkus. Yang benar saja sudah tanggung begini, pakai acara bertanya pula. Kegiatan panas terus berlanjut tak boleh dijeda lagi hingga kami saling mencapai puncak kenikmatan bersamaan. Aa berbaring di sampingku, dia mengusap lembut puncak kepalaku dan mata kami saling beradu pandang. Kami kompak menyemburkan tawa mengingat kejadian tadi. Bagaimana bisa, sih? Saking bersemangatnya, ya. “Jangan tertawa, Sayang,” ujarnya seraya menutup mataku dengan sebelah tangannya. Aku meraih tangannya dan kembali menatap matanya. “Terlalu bersemangat, ya, Dok?” Kali ini Aa menutup mulutku agar berhenti menggodanya. “Tidur, Sayang.” *** The Day Aku sudah mengerahkan semua kemampuan terbaikku saat mengikuti ujian. Begitu pulang dan sampai di rumah, aku disam

