Memang beginikah honeymoon itu? Hari-hari aku tak henti digempur hingga pinggangku rasanya mau lepas. Entah sudah keberapa kalinya Aa menyuarakan permintaan maaf karena aku terus mengeluh mengantuk dan pegal seluruh badan. “Kenapa minta maaf terus, sih, Aa?” Aa yang tengah memijatku, mendekat dan mengecup keningku. Memang begitu, jika merasa bersalah Aa akan terus meminta maaf, sampai kita yang sudah memaafkan mendadak kesal. “Tidur, Sayang. Aa pijat kamu sampai enakan.” Aku pun menuruti Aa, memejamkan mataku. “Apa mungkin kamu mau datang bulan, Sayang?” Kali ini aku membuka mataku menatapnya. Terlihat gurat kekecewaan di matanya. “Tidak tahu, bulan ini memang belum haid. Bisa lebih cepat atau malah lebih lama,” jelasku dan Aa mengangguk paham. “Tidurlah, Sayang.” *** Tak sadar,

