POV Asya Pertemuan pertamaku dengan Farhan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) adalah salah satu momen paling absurd dalam hidupku—dan, jujur saja, hingga hari ini aku masih tidak tahu apakah aku harus tertawa atau menutup wajahku dalam rasa malu setiap kali mengingatnya. Hari itu, aku baru saja menyelesaikan shift panjang di ruang gawat darurat. Badanku serasa remuk, dan kantuk seakan menghantamku seperti gelombang besar yang tak bisa ditahan. Dengan langkah lunglai, aku berjalan menuju kantin rumah sakit. Mataku hampir tak bisa terbuka lebar, hanya berfokus pada satu hal yaitu secangkir kopi yang harusnya bisa memberiku sedikit energi untuk menghadapi presentasi pagi di hadapan para konsulen senior. Aku akhirnya tiba di kantin, langsung memesan secangkir kopi. Sambil menungg

