Beranikan Diri

3380 Kata
Alarm menguing nguing memekakkan telinga setiap orang. Mereka bergegas menuju lapangan untuk mengetahui apa yang terjadi. Dari segala arah, para pendekar berjalan cepat atau berlari. Arunika pun ditarik oleh Dewanti menuju kerumunan. Wajah mereka semua cemas. Apakah keluarga mereka baik baik saja? Alarm ini tanda bahaya yang jarang berbunyi. Sesuatu yang gawat telah terjadi. Lukman memegang microfon. Di belakangnya berdiri Bayu dan Betari juga beberapa petinggi lain. Wajahnya Betari pucat. Begitu pun lainnya. Tidak ada senyum tengil di wajah Bayu. "Teman-teman semua, gedung perlindungan ibu hamil diserang. Serangan ini ada di beberapa tempat. Kalian akan dibagi beberapa kelompok. Lakukan yang terbaik untuk melindungi masyarakat kota Sabin." Pidato Lukman singkat tapi membekas. Arunika teringat Rengganis. Bagaimana keselamatannya? Arunika mengajukan diri untuk ikut ke kelompok itu. Namun ternyata dia harus pergi ke lingkaran sihir. Para pemilik senjata utama harus berada di garda terdepan. Tetapi kenapa malah dikirim ke lingkaran sihir. Arunika mencari Panji. Tapi batang hidungnya tak muncul. Kemana dia? "Di mana Panji, Dew? Apa kau melihatnya?" "Dia sudah ada di gedung perlindungan. Makanya kau disuruh ke lingkaran sihir," kata Dewanti. "Darimana kau tahu?" "Aku baru dapat pesan dari si playboy." "Siapa?" "Bukan hal penting." Kelompok yang disuruh memperbaiki sihir dipimpin oleh Bayu. Bayu tersenyum singkat melihat Arunika. Arunika hanya mengangguk. Dia memandang kaki Bayu. Sepertinya kakinya sudah membaik. Dia tidak terlalu pincang saat berjalan. Setiap kelompok di pimpin oleh petinggi. Mereka langsung berangkat begitu bus cosmos sampai di gerbang. Ada empat kelompok rupanya. Yang mana yang menuju gedung perlindungan? Kelompok Arunika berangkat terakhir. Arunika tidak mengenal satupun dari mereka. Tetapi sepertinya mengenalnya. Mereka mengangguk memberi salam pada Arunika. Dewanti menghilang masuk ke dalam pedang. Agar lebih praktis. Perjalanan bus dirasa sangat lama oleh Arunika. Dia sangat gelisah. Dia ingin pergi menyelamatkan Rengganis dan ibu hamil yang lain. Bagaimana mungkin gedung yang paling aman yang diserang. Apakah karena di dalamnya adalah para kaum yang lemah. Tangan Arunika menggenggam keras. Bayu berbicara sedikit keras. Mengharap perhatian mereka. "Mantra perlindungan gedung masih berfungsi. Jadi para musuh belum bisa masuk ke sana. Kami sudah mengirim pasukan terbaik untuk menjaga mereka. Dan aku berharap kalian melakukan yang terbaik untuk mempertebal lingkaran sihir." Ada nada marah dalam seuara Bayu. Tentu saja dia marah. Dia merasa tidak berguna. Dia dan rekannya baru saja memperbaiki lingkaran sihir. Dan sekarang lingkaran sihir sudah mulai retak. Apa yang sebenarnya terjadi? Bayu masih menerka bahwa ada pengkhianatan di dalam ApiAbadi. Karena itu Lukman selalu curiga pada Arunika. Tetapi firasat Bayu mengatakan bukan Arunika musuh mereka. Dia bisa melihat kepolosan dan kejujuran dalam mata Arunika. Jadi pasti bukan dia. Dia dan Lukman sepakat bahwa keterlibatan manusia dalam penyerangan kali ini masih dirahasiakan. Mereka semua tahu bahwa manusia Wewe yang menyerang. Wewe biasa tidak mungkin mendekat ke gedung itu. Tetapi kenapa gedung itu? Kenapa bukan markas ApiAbadi? Begitu bus berhenti, para pendekar berhamburan dan syok melihat keadaan lingkaran sihir. Bayu menggeram marah. Kerja kerasnya kali ini dianggap sampah oleh musuhnya. Dia akan membalas berkali kali lipat penghinaan ini. Mulut Arunika menganga melihat betapa kacaunya tempat itu. Semuanya panel panel dihancurkan dan dibakar. Jelas sekali ini adalah perbuatan manusia. Mana mungkin Wewe menyerang gedung? Arunika teringat kejadian mobil Bayu yang meledak. Dia juga ingat ucapan Lukman. Dia melihat Bayu dari kejauhan. Dan Bayu merasakannya. Begitu mata mereka bertatapan, Arunika langsung menunduk. Bayu memberi instruksi untuk membuat lingkaran. Mereka berbaris dengan posisi lingkaran. "Salurkan separuh energi kalian agar masuk ke dalam panel ini, dan bertahanlah saat kekuatanmu tersedot ke dalamnya," kata Bayu. Arunika dan yang lain mengikuti instruksi itu. Mulanya Arunika tidak merasa ada yang aneh. Tetapi semakin waktu berlalu, dia merasa energinya terkuras. Dia merasa lelah. Keringat mengucur dari pelipisnya, bajunya pun basah oleh keringat. Arunika melirik ke pada rekannya. Ternyata hal itu juga di alami semuanya. Bayu lebih parah. "Tetap fokus dan bertahan sebentar lagi," teriak Bayu membuyarkan lamunan Arunika. Dia kembali fokus. Rasanya seperti menarik tali tambang yang dipegang kuat oleh lawan. Dia bertahan dan menarik namun di sana bergeming dan terus menyedot energinya. "Sebentar lagi. Bertahan," ulang Bayu. Tangannya serasa akan copot. Tetapi juga harus bertahan. Badannya terasa sakit. Dia mengeluarkan nyaris seluruh energinya. Dia nyaris kehabisan nafas. Dan semuanya berakhir. Ketika lingkaran sihir merah itu keluar dari panel. Sinar lingkaran membesar dan terus membesar. "Oke. Stop," kata Bayu. Nafasnya sudah termegah engah. Dia pun jatuh terduduk. Para pendekar yang lain pun nafasnya juga sama. Arunika masih bisa bernafas normal. Tetapi badannya serasa dipukul puluhan kali. Lingkaran sihir itu terus meluas sampai tak terlihat. Sampai batas batas kota sabin. Tak ada yang bicara selama beberapa saat. Mereka lebih berusaha memulihkan kondisi mereka. *** Rengganis merasa ada yang aneh. Begitu dia bangun dari tidurnya. Dia merasa sangat dingin. Dia pun keluar dari kamarnya. Ternyata ibu ibu hamil juga sudah berkumpul. Wajah mereka semua cemas. "Ada apa? tanya Rengganis pada salah satu ibu. "Kami dengar gedung ini diserang," bisiknya. Rengganis tidak percaya. Tidak pernah ada sejarahnya gedung ini berhasil diserang oleh Wewe. Rengganis kembali ke kamar dan mengambil ponselnya. Dia menghubungi Arunika. Tetapi tidak ada jawaban. Rengganis mulai ikut cemas. Apa benar gedung ini diserang. Lantas bagaimana dengan keselamatannya dan bayinya. Dan semua orang yang ada di sini. Rengganis kembali keluar. Beberapa ibu mendatangi petugas dan menanyakan kebenaran. Petugas itu cukup tenang menghadapi situasi ini. Dia menyakinkan bahwa mereka semua akan selamat. "Tenang ibu-ibu, jangan panik. Ada sedikit gangguan. Para pendekar sedang mengatasinya. Tenang ya," kata petugas itu. Salah satu ibu itu membentak. "Jangan bohong. Kalau gedung ini tidak aman, sebaiknya kita pergi mencari perlindungan lain." Rengganis tidak setuju. Di mana mereka akan mencari perlindungan lain selain di sini? Tetapi kepanikan dan kecemasan ibu ibu ini mulai mengalahkan akal sehat mereka. Ada yang setuju dengan pendapat ibu itu dan meminta keluar dari gedung. Petugas itu sampai kewalahan mengatakan bahwa mereka semua akan baik-baik saja di dalam. *** Panji terluka. Bukan karena serangan dari Wewe. Tetapi serangan bom. Dia dan Naraya sibuk memperbaiki lubang pada lingkaran sihir di gedung itu. Dan tidak menyangka bahwa ada yang melempari mereka dengan bom. Panji tersengkur ke tanah. Darah meneta di sekujur kakinya. Dia marah dengan serangan itu. Dia marah karena tidak waspada dan meremehkan lawan. Dia mengira para musuh hanya menyerang gedung. Tetapi ternyata mereka juga menyerangnya. ""Hei bocah, masih hidup?" Tanya Naraya tanpa perasaan. "Yeah," kata Panji. "Aku sudah memperbaiki lubang di sini, kita harus menunggu bala bantuan untuk melawan musuh," kata Naraya. Dia juga tidak suka dengan keadaan ini, dia bisa membalas serangan mereka. Tetapi musuh juga memiliki sekutu Danyang. Yang mampu menghilangkan keberadaan mereka. Naraya menggerutu, datang musuh yang merepotkan. "Kelamaan menunggu mereka. Kita serang saja sekarang,"kata Panji. Naraya menolak. "Kita tidak bisa menyerang sekaligus melindungi gedung ini, pilih salah satu," kata Naraya. Panji bingung memutuskan. Kalau dia memilih melawan musuh, maka musuh akan menyerang Gedung ini. "Sebaiknya kita bertahan. Banyak orang yang akan jadi korban kalau gedung ini diserang," kata Panji memutuskan. "Pilihan yang bijak," kata Naraya. Mereka berjaga di sekitar gedung. Ketika ada serangan sihir mereka menepisnya. Panji melihat Naraya seperti bermain kasti. Setiap serangan yang datang, dilemparkannya kembali. Begitu terus sampai serangan yang datang tidak hanya satu. Tapi langsung banyak sekaligus. Panji dan Naraya bergerak ke sana kemari melemparkan serangan yang datang. Mereka terus bergerak ke sana ke mari. Tidak boleh ada serangan yang mengenai gedung ini. Di mana bala bantuan, pikir Panji. Serangan yang datang semakin lama semakin banyak. Dan juga kekuatannya lebih besar. Naraya dan Panji kewalahan. Nyaris. Suara decitan ban terdengar keras. Bala bantuan tiba. Tetapi serangan yang datang juga lebih banyak. Berapa sebenarnya musuh mereka. Sesuatu benda melayang ke arah bus cosmos. Para pendekar baru saja keluar dari bus. Dentuman keras terdengar. Bus itu meledak. Beberapa pendekar terkena dampak ledakan. Ledakan itu itu merambat pintu gerbang gedung. Seolah ada bom lanjutan gerbang meledak. Jeritan dan pekikan dari dalam gedung. Api mulai menyebar ke sisi gedung. Lukman berteriak untuk segera mengamankan para ibu hamil. Para pendekar yang tidak terluka menerboa gerbang terbakar dan mulai mengevakuasi ibu hamil. *** Sesaat sebelum ledakan bus di depan gerbang gedung perlindungan. Seorang petugas perempuan mendorong kotak besar dengan troli. Para ibu hamil itu terdiam dengan kehadirannya. Mereka penasaran dengan isi kotak tersebut. Petugas itu mengeluarkan megaphone dan memberi perintah kepada para ibu hamil. "Tolong perhatiannya teman-teman. Kondisi di luar sedang tidak bagus. Kami tidak yakin bisa melindungi kalian semua. Karena itu kalian juga harus bisa melindungi diri kalian sendiri. Ini adalah senjata yang bisa kalian gunakan atas perintah langsung dari Petinggi Lukman." "Bagaimana kami bisa memegang senjata? Untuk bergerak saja sudah repot. Bagaimana dengan bayi kami?" Tanya ibu yang tadi meminta membuka pintu. "Senjata - senjata ini sudah diberi mantra khusus, jadi kalian akan mudah menggunakannya.x " Tidak ada satupun ibu yang berani mengambil senjata itu. Mereka mengetahui bahwa senjata ApiAbadinhanya memilih yang pantas. Dan akan memberi kesulitan bagi mereka untuk memegangnya. "Tolong, masing-masing ambil satu. Segera!" Petugas itu berteriak dan menunjuk satu per satu ibu yang berdiri di hadapannya untuk mengambil senjata. Tetapi mereka menggeleng. Tahu dan takut memenuhi hati mereka. Rengganis maju. Dia pun merasa takut. Tetapi dia harus bertahan hidup. Demi bayi dalam kandungannya. Meskipun ayah biologis anaknya tidak menginginkannya. Dia sudah mencintai anak itu. Apapun akan dia lakukan. Petugas itu membuka tutup kotak. Di dalamnya ada berbagai macam senjata. Ada pedang, busur dan panah, belati, pisau. Rengganis memilih belati. Agar dia mudah membawa dan menggunakannya. Ketika dia menyentuh belati itu, ada rasa hangat menyentuh telapak tangannya. Tetapi dia tidak merasa terbakar atau tersengat listrik seperti yang dikabarkan. "Senjata itu akan membantu anda semua. Lihat! Tidak ada terjadi hal yang buruk kan?" Berkat Rengganis, semua ibu pun memberanikan diri untuk mengambil senjata yang mereka butuhkan. Setelah semuanya memegang senjata, petugas itu berkata,"Kami berusaha sebaik mungkin untuk melindungi, tetapi kadang ada hal yang terjadi di luar kemampuan kami. Jadi kalian harus bisa melindungi diri kalian sendiri, ini adalah pesan Petinggi Lukman." Mereka mendekap senjata itu di d**a mereka. Mereka harus berani. Harus! *** Seorang berjubah hitam berdiri di hadapan puluhan pengikutnya dia berkata," Kalian bisa makan sepuasnya." Dia tertawa terbahak-bahak. Dia membuka telapak tangannya. Di sana terdapat lambang mantra. Dia mengucap mantra. Dan para manusia Wewe itu matanya berubah merah, merah sekali. Dan air liur yang menetes terus dari mulut mereka. Alarm menguing nguing memekakkan telinga setiap orang. Mereka bergegas menuju lapangan untuk mengetahui apa yang terjadi. Dari segala arah, para pendekar berjalan cepat atau berlari. Arunika pun ditarik oleh Dewanti menuju kerumunan. Wajah mereka semua cemas. Apakah keluarga mereka baik baik saja? Alarm ini tanda bahaya yang jarang berbunyi. Sesuatu yang gawat telah terjadi. Lukman memegang microfon. Di belakangnya berdiri Bayu dan Betari juga beberapa petinggi lain. Wajahnya Betari pucat. Begitu pun lainnya. Tidak ada senyum tengil di wajah Bayu. "Teman-teman semua, gedung perlindungan ibu hamil diserang. Serangan ini ada di beberapa tempat. Kalian akan dibagi beberapa kelompok. Lakukan yang terbaik untuk melindungi masyarakat kota Sabin." Pidato Lukman singkat tapi membekas. Arunika teringat Rengganis. Bagaimana keselamatannya? Arunika mengajukan diri untuk ikut ke kelompok itu. Namun ternyata dia harus pergi ke lingkaran sihir. Para pemilik senjata utama harus berada di garda terdepan. Tetapi kenapa malah dikirim ke lingkaran sihir. Arunika mencari Panji. Tapi batang hidungnya tak muncul. Kemana dia? "Di mana Panji, Dew? Apa kau melihatnya?" "Dia sudah ada di gedung perlindungan. Makanya kau disuruh ke lingkaran sihir," kata Dewanti. "Darimana kau tahu?" "Aku baru dapat pesan dari si playboy." "Siapa?" "Bukan hal penting." Kelompok yang disuruh memperbaiki sihir dipimpin oleh Bayu. Bayu tersenyum singkat melihat Arunika. Arunika hanya mengangguk. Dia memandang kaki Bayu. Sepertinya kakinya sudah membaik. Dia tidak terlalu pincang saat berjalan. Setiap kelompok di pimpin oleh petinggi. Mereka langsung berangkat begitu bus cosmos sampai di gerbang. Ada empat kelompok rupanya. Yang mana yang menuju gedung perlindungan? Kelompok Arunika berangkat terakhir. Arunika tidak mengenal satupun dari mereka. Tetapi sepertinya mereka mengenalnya. Mereka mengangguk memberi salam pada Arunika. Dewanti menghilang masuk ke dalam pedang. Agar lebih praktis. Perjalanan bus dirasa sangat lama oleh Arunika. Dia sangat gelisah. Dia ingin pergi menyelamatkan Rengganis dan ibu hamil yang lain. Bagaimana mungkin gedung yang paling aman yang diserang. Apakah karena di dalamnya adalah para kaum yang lemah. Tangan Arunika menggenggam keras. Bayu berbicara sedikit keras. Mengharap perhatian mereka. "Mantra perlindungan gedung masih berfungsi. Jadi para musuh belum bisa masuk ke sana. Kami sudah mengirim pasukan terbaik untuk menjaga mereka. Dan aku berharap kalian melakukan yang terbaik untuk mempertebal lingkaran sihir." Ada nada marah dalam suara Bayu. Tentu saja dia marah. Dia merasa tidak berguna. Dia dan rekannya baru saja memperbaiki lingkaran sihir. Dan sekarang lingkaran sihir sudah mulai retak. Apa yang sebenarnya terjadi? Bayu masih menerka bahwa ada pengkhianatan di dalam ApiAbadi. Karena itu Lukman selalu curiga pada Arunika. Tetapi firasat Bayu mengatakan bukan Arunika musuh mereka. Dia bisa melihat kepolosan dan kejujuran dalam mata Arunika. Jadi pasti bukan dia. Dia dan Lukman sepakat bahwa keterlibatan manusia dalam penyerangan kali ini masih dirahasiakan. Mereka semua tahu bahwa manusia Wewe yang menyerang. Wewe biasa tidak mungkin mendekat ke gedung itu. Tetapi kenapa gedung itu? Kenapa bukan markas ApiAbadi? Begitu bus berhenti, para pendekar berhamburan dan syok melihat keadaan lingkaran sihir. Bayu menggeram marah. Kerja kerasnya kali ini dianggap sampah oleh musuhnya. Dia akan membalas berkali kali lipat penghinaan ini. Mulut Arunika menganga melihat betapa kacaunya tempat itu. Semuanya panel panel dihancurkan dan dibakar. Jelas sekali ini adalah perbuatan manusia. Mana mungkin Wewe menyerang gedung? Arunika teringat kejadian mobil Bayu yang meledak. Dia juga ingat ucapan Lukman. Dia melihat Bayu dari kejauhan. Dan Bayu merasakannya. Begitu mata mereka bertatapan, Arunika langsung menunduk. Bayu memberi instruksi untuk membuat lingkaran. Mereka berbaris dengan posisi lingkaran. "Salurkan separuh energi kalian agar masuk ke dalam panel ini, dan bertahanlah saat kekuatanmu tersedot ke dalamnya," kata Bayu. Arunika dan yang lain mengikuti instruksi itu. Mulanya Arunika tidak merasa ada yang aneh. Tetapi semakin waktu berlalu, dia merasa energinya terkuras. Dia merasa lelah. Keringat mengucur dari pelipisnya, bajunya pun basah oleh keringat. Arunika melirik ke pada rekannya. Ternyata hal itu juga di alami semuanya. Bayu lebih parah. "Tetap fokus dan bertahan sebentar lagi," teriak Bayu membuyarkan lamunan Arunika. Dia kembali fokus. Rasanya seperti menarik tali tambang yang dipegang kuat oleh lawan. Dia bertahan dan menarik namun di sana bergeming dan terus menyedot energinya. "Sebentar lagi. Bertahan," ulang Bayu. Tangannya serasa akan copot. Tetapi juga harus bertahan. Badannya terasa sakit. Dia mengeluarkan nyaris seluruh energinya. Dia nyaris kehabisan nafas. Dan semuanya berakhir. Ketika lingkaran sihir merah itu keluar dari panel. Sinar lingkaran membesar dan terus membesar. "Oke. Stop," kata Bayu. Nafasnya sudah termegah engah. Dia pun jatuh terduduk. Para pendekar yang lain pun nafasnya juga sama. Arunika masih bisa bernafas normal. Tetapi badannya serasa dipukul puluhan kali. Lingkaran sihir itu terus meluas sampai tak terlihat. Sampai batas batas kota sabin. Tak ada yang bicara selama beberapa saat. Mereka lebih berusaha memulihkan kondisi mereka. *** Rengganis merasa ada yang aneh. Begitu dia bangun dari tidurnya. Dia merasa sangat dingin. Dia pun keluar dari kamarnya. Ternyata ibu ibu hamil juga sudah berkumpul. Wajah mereka semua cemas. "Ada apa? tanya Rengganis pada salah satu ibu. "Kami dengar gedung ini diserang," bisiknya. Rengganis tidak percaya. Tidak pernah ada sejarahnya gedung ini berhasil diserang oleh Wewe. Rengganis kembali ke kamar dan mengambil ponselnya. Dia menghubungi Arunika. Tetapi tidak ada jawaban. Rengganis mulai ikut cemas. Apa benar gedung ini diserang. Lantas bagaimana dengan keselamatannya dan bayinya. Dan semua orang yang ada di sini. Rengganis kembali keluar. Beberapa ibu mendatangi petugas dan menanyakan kebenaran. Petugas itu cukup tenang menghadapi situasi ini. Dia menyakinkan bahwa mereka semua akan selamat. "Tenang ibu-ibu, jangan panik. Ada sedikit gangguan. Para pendekar sedang mengatasinya. Tenang ya," kata petugas itu. Salah satu ibu itu membentak. "Jangan bohong. Kalau gedung ini tidak aman, sebaiknya kita pergi mencari perlindungan lain." Rengganis tidak setuju. Di mana mereka akan mencari perlindungan lain selain di sini? Tetapi kepanikan dan kecemasan ibu ibu ini mulai mengalahkan akal sehat mereka. Ada yang setuju dengan pendapat ibu itu dan meminta keluar dari gedung. Petugas itu sampai kewalahan mengatakan bahwa mereka semua akan baik-baik saja di dalam. *** Panji terluka. Bukan karena serangan dari Wewe. Tetapi serangan bom. Dia dan Naraya sibuk memperbaiki lubang pada lingkaran sihir di gedung itu. Dan tidak menyangka bahwa ada yang melempari mereka dengan bom. Panji tersengkur ke tanah. Darah meneta di sekujur kakinya. Dia marah dengan serangan itu. Dia marah karena tidak waspada dan meremehkan lawan. Dia mengira para musuh hanya menyerang gedung. Tetapi ternyata mereka juga menyerangnya. ""Hei bocah, masih hidup?" Tanya Naraya tanpa perasaan. "Yeah," kata Panji. "Aku sudah memperbaiki lubang di sini, kita harus menunggu bala bantuan untuk melawan musuh," kata Naraya. Dia juga tidak suka dengan keadaan ini, dia bisa membalas serangan mereka. Tetapi musuh juga memiliki sekutu Danyang. Yang mampu menghilangkan keberadaan mereka. Naraya menggerutu, datang musuh yang merepotkan. "Kelamaan menunggu mereka. Kita serang saja sekarang,"kata Panji. Naraya menolak. "Kita tidak bisa menyerang sekaligus melindungi gedung ini, pilih salah satu," kata Naraya. Panji bingung memutuskan. Kalau dia memilih melawan musuh, maka musuh akan menyerang Gedung ini. "Sebaiknya kita bertahan. Banyak orang yang akan jadi korban kalau gedung ini diserang," kata Panji memutuskan. "Pilihan yang bijak," kata Naraya. Mereka berjaga di sekitar gedung. Ketika ada serangan sihir mereka menepisnya. Panji melihat Naraya seperti bermain kasti. Setiap serangan yang datang, dilemparkannya kembali. Begitu terus sampai serangan yang datang tidak hanya satu. Tapi langsung banyak sekaligus. Panji dan Naraya bergerak ke sana kemari melemparkan serangan yang datang. Mereka terus bergerak ke sana ke mari. Tidak boleh ada serangan yang mengenai gedung ini. Di mana bala bantuan, pikir Panji. Serangan yang datang semakin lama semakin banyak. Dan juga kekuatannya lebih besar. Naraya dan Panji kewalahan. Nyaris. Suara decitan ban terdengar keras. Bala bantuan tiba. Tetapi serangan yang datang juga lebih banyak. Berapa sebenarnya musuh mereka. Sesuatu benda melayang ke arah bus cosmos. Para pendekar baru saja keluar dari bus. Dentuman keras terdengar. Bus itu meledak. Beberapa pendekar terkena dampak ledakan. Ledakan itu itu merambat pintu gerbang gedung. Seolah ada bom lanjutan gerbang meledak. Jeritan dan pekikan dari dalam gedung. Api mulai menyebar ke sisi gedung. Lukman berteriak untuk segera mengamankan para ibu hamil. Para pendekar yang tidak terluka menerobos gerbang terbakar dan mulai mengevakuasi ibu hamil. *** Sesaat sebelum ledakan bus di depan gerbang gedung perlindungan. Seorang petugas perempuan mendorong kotak besar dengan troli. Para ibu hamil itu terdiam dengan kehadirannya. Mereka penasaran dengan isi kotak tersebut. Petugas itu mengeluarkan megaphone dan memberi perintah kepada para ibu hamil. "Tolong perhatiannya teman-teman. Kondisi di luar sedang tidak bagus. Kami tidak yakin bisa melindungi kalian semua. Karena itu kalian juga harus bisa melindungi diri kalian sendiri. Ini adalah senjata yang bisa kalian gunakan atas perintah langsung dari Petinggi Lukman." "Bagaimana kami bisa memegang senjata? Untuk bergerak saja sudah repot. Bagaimana dengan bayi kami?" Tanya ibu yang tadi meminta membuka pintu. "Senjata - senjata ini sudah diberi mantra khusus, jadi kalian akan mudah menggunakannya. Tidak ada satupun ibu yang berani mengambil senjata itu. Mereka mengetahui bahwa senjata ApiAbadinhanya memilih yang pantas. Dan akan memberi kesulitan bagi mereka untuk memegangnya. "Tolong, masing-masing ambil satu. Segera!" Petugas itu berteriak dan menunjuk satu per satu ibu yang berdiri di hadapannya untuk mengambil senjata. Tetapi mereka menggeleng. Tahu dan takut memenuhi hati mereka. Rengganis maju. Dia pun merasa takut. Tetapi dia harus bertahan hidup. Demi bayi dalam kandungannya. Meskipun ayah biologis anaknya tidak menginginkannya. Dia sudah mencintai anak itu. Apapun akan dia lakukan. Petugas itu membuka tutup kotak. Di dalamnya ada berbagai macam senjata. Ada pedang, busur dan panah, belati, pisau. Rengganis memilih belati. Agar dia mudah membawa dan menggunakannya. Ketika dia menyentuh belati itu, ada rasa hangat menyentuh telapak tangannya. Tetapi dia tidak merasa terbakar atau tersengat listrik seperti yang dikabarkan. "Senjata itu akan membantu anda semua. Lihat! Tidak ada terjadi hal yang buruk kan?" Berkat Rengganis, semua ibu pun memberanikan diri untuk mengambil senjata yang mereka butuhkan. Setelah semuanya memegang senjata, petugas itu berkata,"Kami berusaha sebaik mungkin untuk melindungi, tetapi kadang ada hal yang terjadi di luar kemampuan kami. Jadi kalian harus bisa melindungi diri kalian sendiri, ini adalah pesan Petinggi Lukman." Mereka mendekap senjata itu di d**a mereka. Mereka harus berani. Harus! *** Seorang berjubah hitam berdiri di hadapan puluhan pengikutnya dia berkata," Kalian bisa makan sepuasnya." Dia tertawa terbahak-bahak. Dia membuka telapak tangannya. Di sana terdapat lambang mantra. Dia mengucap mantra. Dan para manusia Wewe itu matanya berubah merah, merah sekali. Dan air liur yang menetes terus dari mulut mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN