“Baiklah Kak, kalau begitu, aku akan mempersiapkan semuanya. Untuk hari Sabtu nanti, sepertinya aku sendiri yang akan menunggu stand sampai gelatonya habis,” Rania merengut, setahun ini belum ada undangan pernikahan yang dihadirinya. Mungkin ini akan menjadi yang pertama. Melihat raut wajah adik perempuannya, Renjana menahan tawa. “Kamu tidak akan bisa menghindari pernikahan seumur hidupmu. Apalagi, kamu sekarang ada Dirga. Apa kamu masih trauma, Ran?” Kakaknya bertanya penasaran. “Entahlah Kak, lihat saja nanti. Aku tidak tahu pasti akan merasa seperti apa. Tetapi… Kurasa, semuanya akan membaik.” Gadis itu mengungkapkan intuisinya. Renjana mengamati adiknya yang tampak menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan dan segera meraih tas punggung. “Kamu mau ke tempat Aditya lagi?”