Berusaha Menghindar

1227 Kata
Dirga… Rania tidak bisa bertahan dari serangan Dirga yang gencar. Sekian lama yang bisa dilakukannya hanya menyandarkan diri pada Dirga. d**a ini, tubuh ini, kehangatan ini, nyaman sekali jika berdekatan dengan lelaki yang selama ini memenuhi hati dan pikirannya. Semua hal tentang lelaki itu selalu membuainya secara berlebihan. Ya. Membuai. Di luar kesadaran. Semua terasa indah. Hingga logika Rania akhirna mulai mampu bekerja lagi dan teringat sebuah fakta : Ia tidak bisa terus bersama Dirga. Tidak. Bukan. Tempatnya bukan bersama lelaki itu. Dunia mereka, latar belakang keduanya, nama Kamajaya dan segala yang diwakilinya, permintaan Bayu, keberadaan Padma… semuanya terlalu rumit. Rania tidak cocok dengan semua kerumitan ini. Dia ingin hal yang sederhana, tapi berarti. Kekasih yang mungkin tidak selalu membuat jantungnya berdebar kencang dan angannya melayang, tetapi cukup merasa nyaman tanpa masa lalu yang terus menerus mengejar atau kesetiaan yang diragukan. “Lepas...” lirih Rania seraya mendorong d**a bidang itu, berusaha memisahkan dirinya dari Dirga. “Kamu tidak seharusnya melakukan itu…” protesnya. Lelaki itu mendengus, “Kamu membalasnya,” sahut Dirga dengan digdaya, membuat gadis itu jengah. “Cukup, Dirga, jangan dekat-dekat aku lagi,” Rania terdengar menghardik, merengek, juga memohon. “Aku sudah lelah denganmu. Sungguh. Jangan seret-seret aku dengan masalahmu lagi. Aku lelah berada dalam duniamu.” Rasa putus asa itu membuat matanya berkaca-kaca karena putus asa. “Lalu apa yang kamu inginkan?” tuntut Dirga, matanya terpaku tajam pada manik hitam Rania. Sejenak Rania tertegun. Apa yang sebenarnya ia inginkan? Ia menghela napas, menjaraki diri dari Dirga lebih banyak dan memalingkan wajahnya, lari dari tatapan menuntut lelaki itu. “Aku… aku ingin memperbaiki hal yang salah di masa laluku. Aku ingin memberi kesempatan kedua untuk bahagia bersama Aditya. Apa aku salah?” Dirga menarik dagu gadis itu agar tak berpaling, dan mendekatkan wajahnya kepada Rania. “Salah! Karena kamu tahu bukan dia yang akan membahagiakanmu!” Rania mengendikkan dagunya, agar lepas dari cengkeraman Dirga. “Lalu siapa? Kamu? Kamu berselingkuh dengan tunangan kakakmu! Kamu bahkan tidak pernah bisa benar-benar menolaknya! Dia tidak menjebakmu seperti Sasti, bukan? Kamu dengan senang hati jadi selingkuhannya. Kamu menggunakanku sebagai tameng, karena kamu tidak punya kepercayaan diri menolak kehadirannya. Iya kan? Itulah hubungan kita, Dirga!” Rahang lelaki yang dihakimi mengetat dan matanya berubah garang. “Jika kamu adalah tameng, lalu aku apa? Jawab aku! Aku ini apa untukmu, Ran!?” “Kamu… kamu adalah,” sakit sekali hati Rania memikirkan hal ini. Tetapi ia harus mengatakannya. “Kamu hanya pelarian. Tempat singgah sementara sebelum hatiku menentukan ke mana hendak menuju,” tutur gadis itu. “Aku tidak akan menyangkal. Kamu memang memesona. Tubuhmu, rupamu, karismamu, kamu…” Sejenak Rania tidak sanggup melanjutkan perkataannya, karena setiap kalimat itu membuatnya berdebar sendiri. “Tapi bukan itu yang benar-benar kuinginkan. Ketertarikanku kepadamu, tidak lebih dari masalah fisik. Sementara hatiku sebenarnya menginginkan hal yang berbeda. Bukan kamu, Dirga.” Gadis itu menggeleng sebelum memasung tatapannya tegas kepada lelaki di hadapannya. “Tidak pernah kamu.” Dirga bungkam karena terluka. Hanya ketertarikan fisik. Bukan hati. Itu alasan Rania untuk semua hal di antara mereka? Ia berusaha menebak rasa hati gadis itu yang sesuangguhnya. Tetapi renungan Dirga terusik ketukan di pintu yang cukup mengejutkan keduanta. “Itu pasti Aditya. Aku harus pergi,” terang Rania, kembali membuang tatapannya. Dirga mengamati wajah itu lekat. Tidak. Tidak. Tidak. Dia tidak akan bisa kehilangan gadis ini. Dirga menggamit dagu Rania lagi, mengangkatnya. Menatap mata gadis itu yang selalu membuatnya merasa seperti melihat langit berbintang. Menenangkan dan penuh harapan. “Kamu boleh mengatakan apa pun. Tapi kamu tidak akan bisa membohongi dirimu lebih lama lagi.” Dirga mengusap lembut lekukan punggung Rania dengan tangan yang satunya. Aliran listrik bergerak cepat di setiap simpul saraf gadis yang susah payah lari dari perasaannya. Lelaki itu mendekatkan tubuh mereka dan Dirga mengecup bibir Rania lagi hingga gadis itu semakin tidak berkutik. Betapa kesal Rania dengan keadaannya yang seperti diikat tangan dan kakinya hanya karena lelaki itu menyentuhnya. “Kalau kamu seperti ini, bagaimana kamu bisa bilang ingin bersama orang lain?” senyum mengejek menggaris di bibir Dirga. Direrktur Kamajaya itu melirik ke arah pintu yang belnya kembali berteriak tak sabar. “Aku akan memberikan waktu yang kamu butuhkan. Jika kamu memilihku, kamu bisa datang di pertunjukan ice skating sesuai yang kita sepakati. Aku akan menunggumu di sana. Jika tidak…” Sejenak bibir Dirga terkatup, seakan enggan menelan pil pahit. “Kamu bisa terus mencoba berlari dari perasaanmu, walaupun aku tidak berjanji kamu akan berhasil.” Dirga meletakkan cincin yang tadi Rania kembalikan di atas meja. Gadis itu menghardik dengan delikannya. Percaya diri sekali lelaki di hadapannya ini! Walaupun tentu saja Dirga memang punya alasan merasa penuh percaya diri seperti itu, jika melihat Rania yang selalu tidak berdaya di hadapannya sekarang. Lelaki itu melepaskan Rania dan gadis itu langsung terduduk di sofa. “Aku pergi dulu,” pamit Dirga penuh kemenangan. Dia membukakan pintu untuk mendapati Aditya yang tampak sangat terkejut melihat keberadaannya. Mereka berdua tidak repot-repot saling menyapa. Dirga hanya sempat berseloroh sambil lalu, “Jaga dia baik-baik, sampai aku menjemputnya lagi.” Aditya mengeratkan rahangnya dan melemparkan tatapan geram karena egonya terluka. Tetapi Dirga tidak menghiraukan. Lelaki itu berlalu ke dalam mobilnya. Segera si pelontos masuk dan menghampiri Rania yang masih membisu di atas sofa. “Ran, apa kamu baik-baik saja?” tanya Aditya yang tak mendapati sapaan Rania. Gadis itu tampak berbeda, seperti kehilangan pegangan. “Mau kuambilkan minum?” “Tidak… tidak…” Rania menggeleng. Dia berusaha menenangkan diri dan menghela napasnya. Berusaha meyakinkan diri bahwa dia bertekad akan melupakan Dirga. Ia HARUS melupakan Dirga. Dan jalan satu-satunya saat ini, adalah dengan memanfaatkan kembalinya Aditya. Rania mendongak dan berdiri. “Ayo, kita pergi. Aku sudah tidak sabar main skating denganmu.” Aditya menahan lengan Rania saat gadis itu hendak beranjak. “Kenapa kamu menyelipkan bunga di rambutmu?” tanyanya heran. “Bunga? Bunga apa?” Rania tak kalah bingung, tangannya segera menyisir ke tempat pandangan Aditya terjatuh. Akhirnya Ia meraba sebuah bunga yang diselipkan dekat ikatan rambutnya. Rania meraih dan melepaskannya. Pasti Dirga yang tadi menyelipkannya. Memalukan sekali. Ia begitu terlena hingga tidak menyadari saat Dirga melakukannya. Rania mengamati bunga yang ada di tangannya. Bunga Primrose? Bunga yang setiap kelopaknya berbentuk hati. “I can’t live without you…” Rania membisikkan arti bunga itu. Ia mengempaskan napasnya putus asa. Apa Dirga serius? Setelah kejadian di kamarnya yang Rania lihat sendiri dengan mata kepalanya? Dia lalu muncul dan membuat pernyataan seperti itu? “Ran,” Aditya menyentuh bahu gadis itu, yang sontak mengendik hingga telapak lelaki itu terlepas sendiri. “Ayo kita pergi,” Buru-buru Rania meraih tasnya dari atas sofa dan melangkah pergi. Sejenak Aditya sempat mengamati tempat cincin di atas meja, tetapi perhatiannya tak lama beralih, saat Rania sudah terdengar membuka pintu keluar. Kejutan untuk gadis itu ternyata masih ada, saat dia keluar rumah dan mendapati sebuah vas putih berbentuk bulat di atas meja tamannya yang kini juga dipenuhi bunga primrose. Langkah kakinya terhenti seketika sementara hatinya semakin gamang. “Ran, kenapa?” Aditya mengamati vas bunga di sana, tidak mengerti dengan kegalauan gadis itu. Mantan calon isterinya itu hanya menjawab dengan gelengan dan segera mengajaknya beranjak pergi secepatnya. "Nanti aku tidak bisa pulang terlalu malam, adsa urusan di cafe yang harus aku tangani." Perkataan itu cukup membuat Adit sedih, karena Rania sudah bicara tentang pulang, bahkan sebelum mereka beranjak dari halaman rumah gadis itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN