Part 4

1349 Kata
Hari ini, ketiga sahabat Allea berangkat ke kampus bersama. Itu semua karena Tania yang mengeluh tidak dapat tumpangan, karena mobilnya masih berada di bengkel. Setelah sampai, mereka memarkirkan mobilnya dan berjalan berdampingan menuju kelas. Saat tengah asik berjalan sambil bercerita, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan teriakan Mahasiswa yang seperti orang kesurupan. Karena penasaran, akhirnya mereka menanyakan kepada orang yang sedang lewat di depannya. "Eh, ada apa sih?" tanya Naya kepada adek tingkatnya. Naya adalah sahabat baru Allea, Tania, dan Sasha. Mereka bertemu di hari pertama masuk kuliah. Dan mulai bersahabat saat mereka mendapatkan tugas satu kelompok. "Ada Dosen baru, Kak. Ganteng banget katanya," jawabnya. "Oh ya? Gantengan mana sama Taehyung BTS?" sahut Tania dengan nada meremehkan. Dia adalah pecinta Boygrup dari Korea yang bernama BTS. "Taehyung mah lewat," jawabnya lagi, membuat Tania langsung mendelik tak terima. Baginya, tidak ada yang bisa mengalahkan kegantengan Taehyung BTS. "Yaudah makasih ya. Kita permisi dulu," ujar Naya. Saat memasuki kelasnya, mereka kembali dibuat heran dengan kelakuan teman- temannya. Ada yang berteriak kegirangan, ada yang loncat- loncat di atas kursi. Bahkan ada juga yang menangis, entah karena apa. "Oh my God. Demi apa, Pak Iwan bakal diganti sama Dosen ganteng itu," ujar seorang wanita yang bernama Dea dengan heboh. Seketika Sasha langsung melirik Dea sinis. Dia sangat tidak suka dengan sikap Dea yang sedikit gatal dan murahan. "Demi apa sih? Gue gak bisa bayangin, kalau gue jadi pacarnya Dosen itu," sahut Malika, teman Dea yang memiliki sifat yang sama sepertinya. "Pede banget lo! Pak Dosen mana mau sama cabe kiloan kayak kalian," celetuk Jeje. Salah satu teman lelaki mereka yang terkenal dengan mulut pedasnya. "Diem lo! Mau gue beli tuh mulut?" sengit Dea, sambil menatap Jeje sinis. "Gak usah sok kaya deh. Duit hasil open BO aja songong," cibir Jeje. *** Allea sangat bersyukur karena panas Nio sudah mulai turun. Setelah melalui banyak drama, akhirnya Nio mau meminum obat dengan iming- iming akan dibelikan mainan yang banyak. Sore ini, Allea beserta kedua orang tuanya sedang berkumpul di ruang keluarga. "Tadi Papa ketemu sama orang tuanya Aksa," ujar Papa Arman tiba-tiba, membuat suasana seketika mendadak menjadi hening. "Bukan urusan Allea," sahut Allea ketus. Arman menghela napasnya pelan. Jujur saja, dia merasa sangat bersalah kepada putrinya. Karena keegoisannya dulu, putrinya harus menanggung semua ini, dengan menjadi Single Parent diusia yang masih muda. "Mereka ngajak kita buat makan malam bersama," ucapnya lagi, membuat Allea langsung menatap dirinya sinis. "Nggak peduli. Allea nggak bakal mau," sahut Allea sinis. "Al, kamu harus berdamai sama masa lalu kamu. Mau sampai kapan, kamu menyembunyikan Nio dari mereka? Bagaimanapun juga, mereka berhak tau tentang Nio," tutur Arman menasehati, berharap Allea bisa mengerti. "Kalau Papa mau pergi, pergi aja. Allea nggak mau ikut." Kemudian setelah itu, Allea langsung bangun dari duduknya dan beranjak pergi dari hadapan orang tuanya. "Papa sih. Udah tau Allea paling sensitif kalau disinggung soal anak, masih aja di omongin," kesal Rita. "Papa cuma mau yang terbaik buat Allea sama Nio, Ma. Kalau Allea nggak mau berdamai sama keluarga mantan suaminya, setidaknya mereka tau keberadaan Nio." Sejujurnya dia sangat ingin putrinya kembali pada mantan suaminya. Bukan karena kepentingan bisnis, tapi karena Nio. Dia ingin cucunya tumbuh dengan penuh kasih sayang dari kedua orang tuanya. *** Di kamarnya, Allea hanya memandang kosong kearah langit-l angit kamar. Anaknya ia biarkan bermain handphone sendiri disampingnya, sedangkan ia sibuk dengan pikirannya. "Buna," panggil Nio, seraya menarik rambut Allea. Sedangkan yang dipanggil hanya diam saja dengan pandangan kosongnya. Sampai akhirnya Nio naik ke atas tubuh Allea dan memukul-mukul dadanya. "Ya ampun, Nio! Buna kaget," kesal Allea, sambil menatap Nio tajam. "Nggak boleh kayak gitu, Sayang! Nio mau, Buna masukin lagi ke dalam perut?" Allea tidak marah, dia hanya menegur anaknya agar tidak kebiasaan seperti itu. Dia tidak mau jika anaknya menjadi orang yang ringan tangan. Mata Nio memerah dan bibirnya melengkung kebawah. Bisa Allea pastikan jika sebentar lagi Nio akan menangis. 1 2 3 "Huaaa.... Nio mau nenen." nah kan, sudah Allea tebak jika endingnya akan seperti ini. Nio memang sedikit sensitif, dia akan menangis jika ada yang memarahinya. Allea lantas membuka dasternya, dan mulai menyusui Nio. Di umurnya yang sudah menginjak dua tahun lebih, Nio memang belum bisa lepas dari ASI Allea. Berbagai cara telah Allea lakukan supaya anaknya bisa lepas dari ASI. Mulai dari berkonsultasi ke Dokter, sampai mencoba memberinya jamu- jamu tradisional. Namun semua usahanya sia-sia. Nio masih betah meminum ASI Allea. "Udah ya, maafin Buna. Buna nggak marah kok sama Nio. Buna cuma pengen Nio jadi anak yang baik, gak cengeng dan gak mukulan. Katanya, Nio mau jadi Ironmen buat Buna," ujar Allea, seraya mengelus pelan kepala anaknya. Nio memang termasuk anak yang cerdas, dia mampu menangkap pembicaraan orang lain dengan cepat. Allea sangat bersyukur, selama ini Nio tidak pernah menanyakan keberadaan ayahnya. Jadi, dirinya tidak perlu repot- repot memikirkan jawaban ketika anak itu bertanya. *** "Gimana hari pertama kamu di Kampus?" tanya Guntur, Papa Aksa. Saat ini, mereka berdua sedang bersantai di taman belakang rumah. Guntur Robert Melano Grey. Atau yang biasa di panggil dengan nama Pak Gugun. Sebutan itu berasal dari mulut Aksa waktu masih kecil. Karena kesusahan menyebut nama Papanya, akhirnya Aksa memanggilnya dengan nama Gugun. "Hari ini Aksa belum mulai ngajar. Jadi ya biasa aja," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar handphone. "Kapan mulai ngajar?" tanyanya lagi. "Besok." "Oh ya, gimana hubungan kamu sama Sherly?" Seketika Aksa langsung mematikan handphonenya dan beralih menatap papanya. "Aksa gak pernah punya hubungan sama wanita itu Pa," jawab Aksa kesal. "Tapi Papa lihat, kalian sering bareng." "Hanya sebatas Bos dan Karyawan," balas Aksa cuek. "Lagian Aksa udah gak minat cari cewe lagi," ucapnya lagi. Membuat Guntur langsung membolakan matanya terkejut. Dia jadi berpikir, apakah anaknya ini sudah tidak normal?. "Kamu normal kan, Sa?" tanya Guntur panik, membuat Aksa langsung menghembuskan napasnya kasar. "Aksa belum bisa lupain Allea," ucapnya lirih. Seketika senyuman di wajah pria paruh baya itu langsung merekah. Dia tidak menyangka, kalau selama ini anak lelakinya itu belum bisa melupakan mantan istrinya. Dia kira, selama ini Aksa sudah memiliki wanita lain. Maka dari itu dia selalu mendesak Aksa untuk menikah lagi. Karena dia sangat menginginkan cucu dari Aksa. Jika di tanya, apakah Guntur bahagia? Jawabannya adalah sangat sangat bahagia. Karena sejujurnya, dia sangat menyayangi mantan istri Aksa yang sudah ia anggap seperti anak sendiri. *** "Hari ini, kamu masuk kuliah kan?" tanya Mama Rita. "Iya, Teteh ada jam tambahan sampai sore. Titip Nio ya, Ma. Stock ASInya, Teteh taruh di kulkas," ujarnya, seraya membereskan piring- piring yang ada di meja. "Iya, tenang aja. Pasti Mama jagain." "Teteh, Ya Allah! Udah Teh, jangan diberesin. Itu tugas Bibi!" pekik Bi Endang, seraya berlari menghampiri Allea. "Nggak papa Bi," balas Allea. "Teteh berangkat dulu ya, Ma. Bye," pamitnya. "Hati-hati, Teh. Jangan ngebut bawa mobilnya," ucap mama Rita, yang hanya diacungi jempol oleh Allea. Sesampainya di garasi. Allea dikejutkan dengan kedatangan Felix, lelaki yang menyukainya sejak masih SMA. "Selamat pagi Peri cantik," sapa Felix sambil tersenyum lebar. Allea hanya memutarkan bola matanya malas. Dia sudah bosan dengan kelakuan Felix yang selalu mengganggunya. “Sok ganteng banget,” batin Allea kesal. Saat melihat lelaki itu yang sedang merapikan rambutnya. "Masih pagi, bukannya berangkat cari ilmu. Malah nyamperin janda," ketus Allea sambil melirik Felix sinis. "Nggak papa atuh, kalau jandanya secantik ini," ujarnya lagi sambil senyum-senyum tidak jelas. Allea yang geram lantas menjewer kuping Felix dan menggiringnya keluar dari gerbang. "Aduh, aduh... sakit Neng. Ampun!" pekik Felix dengan keras, saat Allea menjewer kupingnya. "Mampus lo, mampus! Nggak ada capeknya ya lo! Gangguin gue terus dari dulu," geram Allea. Melihat kuping Felix yang memerah. Allea merasa kasihan, kemudian ia lantas melepaskan jewerannya. "Sakit banget gila," ringis Felix, sambil mengusap telinganya yang memerah. "Makanya, lo tuh jangan rese! Masih pagi, udah bikin mood orang hancur. Sehari aja gak gangguin gue bisa kan," omel Allea. Bukannya takut, atau merasa bersalah. Felix malah senyum-senyum kesenangan. Membuat Allea semakin kesal melihatnya. "Lo cantik tau, kalau lagi ngomel gini," goda Felix. Kemudian Allea lantas kembali menjewer telinga Felix dengan kencang. Lalu setelah itu, ia langsung masuk ke dalam mobilnya. Meninggalkan Felix yang masih mengusap telinganya, sambil senyum-senyum sendiri. "Stress," gumam Allea.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN