Be mine

1024 Kata
“Bagaimana? Indah bukan?” tanya Samuel sambil mengarahkan kameranya ke arah Paris yang duduk di bagian depan perahu. Paris menganggukkan kepalanya. Tatapan matanya tampak berbinar dengan indah. “Kau pasti ingin kembali ke sini untuk menikmati hanami lagi tahun depan,” kata Samuel dengan nada yakin. “Sepertinya,” jawab Paris. “Aku akan menemanimu,” kata Samuel sambil terus mengarahkan kameranya kepada Paris. “Aku tidak ingin lagi bertemu denganmu,” ucap Paris tetapi bibirnya tersenyum manis. “Astaga,” gerutu Samuel. Paris tidak menanggapi Samuel yang menggerutu, ia benar-benar menikmati sensasi menaiki perhu kecil di atas sungai yang tidak pernah ia rasakan seumur hudupnya. Samuel kembali mengarahkan kameranya ke arsh Paris, ia merasa bunga Sakura sungguh serasi dengan kecantikan Paris. Untuk pertama kalinya ia merasa mendaptkan kepuasan yang luar biasa dari jepretan kameranya. “Kenapa kau sangat cantik?” tanya Samuel tiba-tiba. Mendengar pujian Samuel membuat wajah Paris tanpa terasa merona. “Kau orang ke seratus ribu yang mengatakan itu,” jawab Paris dengan nada sangat santai menyembunyikan kegugupannya yang merayapi perasaanya diam-diam. Tak terhitung banyaknya pria yang memuji kecantikannya tetapi pujian yang terlontar dari bibir Samuel rasanya berbeda. “Oh, ya?" Paris menyeringai. "Simpan saja pujianmu itu,"  ucapnya. Samuel menaikkan sebelah bahunya. "Tuhan tidak adil, mengapa kita baru di pertemukan.” Paris telah mengenakan sepatu running yang di beli oleh Samuel saat mereka singgah di pusat perbelanjaan terdekat dari tempat wisata yang mereka kunjungi. Ia telah berlarian ke sana-kemari sambil tangannya menyeret Samuel, melupakan rasa permusuhannya. Ia bahkan melupakan bahwa ia telah terpisah dari ketiga pelayannya, ia melupakan dompet dan tasnya. Melupakan bahwa gaun yang ia kenakan tidak sesuai dengan rencana awal, karena gaun yang telah ia persiapkan untuk berfoto hari itu berada di tangan ketiga pelayannya. Ia juga tidak menggerutu lagi meski harus turun naik kereta untuk menuju tempat wisata. Ponselnya bahkan ia serahkan kepada Samuel.Samuel membawa paper bag yang berisi sepatu milik Paris dengan penuh kesabaran, sebenarnya Paris telah mengatakan untuk membuang sepatunya yang ia kenakan tadi pagi karena telah mendapatkan sepatu baru yang lebih nyaman ia kenakan. Tetapi, Samuel tidak mengindahkannya. “Jadi kau berasal dari Swiss?” tanya Samuel. Saat itu mereka berada di sebuah kedai ramen kecil yang cukup ramai di datangi pengunjung karena waktu makan malam. “Dari mana kau tahu?” tanya Paris sambil mengaduk udon di mangkuk menggunakan sumpit di tangannya. Samuel melengkungkan bibirnya melihat tingkah Paris yang tampak manis, jinak dan lucu. Sama sekali berbeda dengan Paris yang sombong dan angkuh yang ia temui delapan belas jam yang lalu. “Dari aksenmu,” kata Samuel. Paris mengangguk. Ia memang berasal dari Swiss. "Jadi, sampai kapan kau akan merahasiakan siapa namamu?" *** Samuel kebingungan karena Paris tampaknya kelelahan hingga tertidur di dalam kereta saat mereka akan kembali ke hotel tempat Paris menginap. Beberapa kali Samuel mencoba membangunkan Paris tetapi wanita yang tidak diketahui namanya itu tidak bergeming. Sebenarnya Samuel bisa membuka satu kamar untuk Paris hotel tempatnya menginap tetapi dalam kondisi Paris yang tidak membawa tanda pengenalnya tentu saja ia tidak bisa melakukan hal itu. Tidak bisa di hotel mana pun karena wajah mereka sama-sama bukankah wajah orang Jepang, petugas hotel akan meminta paspor mereka untuk mengisi kelengkapan data mereka sebagai tamu yang menginap.Setelah tidak berhasil membangunkan Paris, Samuel memutuskan menggendong paris ala bridal style turun dari kereta lalu memanggil taksi, membawa Paris ke tempat tinggalnya. Apartemen yang hanya terdiri dari satu kamar, ruang tamu dan dapur. Setelah mengganti pakaiannya, Samuel mengganti pakaian yang dikenakan Paris menggunakan kemeja miliknya, wanita itu bahkan sama sekali tidak bergerak hingga Samuel selesai menggantikan pakaian.Samuel memandangi wajah Paris, mengagumi kecantikannya. Matanya berpindah ke dadanya, ia hanya bisa meneguk air liurnya sendiri. Entah dorongan dari mana Samuel mendaratkan kecupan di kening Paris kemudian ia naik ke rasa peraduan, merebahkan tubuhnya di samping Paris, memeluknya dengan penuh kasih sayang lalu memejamkan matanya untuk beristirahat. *** Suara Paris terdengar melengking, memekakkan telinga karena terkejut bangun di dalam pelukan Samuel. “Dasar penculik!” Samuel membuka matanya dengan malas, yang pertama ia lihat adalah wajah Paris, wanita itu duduk diatas tempat tidurnya sambil berkacak pinggang menatapnya dengan sorot mata galak seperti biasa. “Cantik....” “Kau menculikku!” tuduh Paris langsung. Samuel tertawa tertahan hingga bahunya terguncang. “Untuk apa aku menculikmu? Tidak ada gunanya, kau tidak bisa dibangunkan. Aku harus membawamu ke mana? Apa aku harus meninggalkanmu di lobi hotel?” Di antara remang lampu yang menyinari ruangan, Paris mengangkat dagunya tinggi-tinggi dengan ekspresi angkuh. “Aku tidak tahu siapa namamu, aku bahkan tidak ingat nomor kamarmu menginap. Bagaimana aku bisa masuk?” “Kau tidak benar-benar membangunkan aku, kau ingin mengambil keuntungan, kau mencuri kesempatan!” tuduh Paris lagi dengan galak. “Kau seperti mayat yang tidak bisa dibangunkan.” “Antarkan aku kembali!” “Kau bisa kembali sendiri,” ucap Samuel sambil mengubah posisinya menjadi duduk. “A-aku....” Tidak memiliki uang. Tentu saja karena tas dan dompetnya berada di tangan pelayannya. Samuel memeriksa jam di ponselnya, pukul empat pagi dan wanita di depannya mengoceh. “Nona cantik, dengarkan aku ini masih jam empat pagi, tidak ada kereta beroperasi dan sulit mendapatkan taksi, sebaiknya kau tidur aku akan mengantarkanmu besok pagi jam delapan, oke. Aku masih mengantuk,” ucap Samuel. Sedikit berbohong, Tokyo adalah kota besar mana mungkin sulit untuk mendapatkan taksi. Paris diam-diam mengamati wajah Samuel yang tampak mengantuk, rambutnya berantakan tetapi ketampanannya sama sekali tidak berkurang. Sialnya tampilan seperti itu justru membuat Samuel tampak terlihat sangat menggoda membuat pikiran liar mulai merayapi otaknya. Ia ingin Samuel berada di atasnya. oh, tidak! bukan nhanya itu, cara samuel menerkamnya dari belakang, Paris juga sangat menyukainya. Bahkan hampir menggilainya, ia merasakan bagian pribadinya berdenyut dan mungkin kini telah basah. Andai ia tidak menjunjung tinggi gengsinya, mungin Paris akan merayu Samuel demi meminta untuk di puaskan. “Apa kau yang menggantikan pakaianku?” tanya Paris mencoba menepis pikiran liarnya.“Kalau iya, kenapa?” Samuel menaikkan sebelah alisnya. Paris membeliak. “K-kau melihat tubuhku?” tanyanya cepat sambil kedua lengannya menyilang di depan dadanya. Samuel kembali tertawa tertahan. “Aku sudah melihat semuanya, aku juga sudah menikmatinya kemarin malam. Sudah, tidurlah jika tidak, aku akan....” “Apa? Jangan berpikir kau akan memerkosaku!” seru Paris cepat meski sebanrnya ia ingin seklali di perkosa oleh Samuel. Dengan senang hati. Samuel benar-benar tidak mengerti sifat Paris yang mudah sekali berubah-ubah. Terkadang ia seperti gadis lugu, terkadang seperti anak kecil tetapi dia seolah menutupi semua sifatnya dengan keangkuhan dan kesombongannya. "Tidak akan bernama pemerkosaan karena aku yakin kau akan...." "Sudah kukatakan, tidak akan ada lagi yang kedua!" potong Paris cepat. Samuel menguap. “Aku tidak akan menidurimu, percayalah,” katanya sambil meletakkan telapak tangannya di atas kepala Paris. Menggerakkan beberapa kali dengan penuh kasih sayang. “Tidurlah."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN