Tiara berdiri kaku, menatap benda mengerikan itu yang kini tergeletak di atas nakas kayu. Seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja. Ia menggigit bibir, wajahnya merah padam. Bukan hanya karena malu, tapi karena kesal pada dirinya sendiri yang tak bisa menghindari situasi ini. Abimana masih bersandar santai di sofa, d**a telanjang berkilau usai mandi. Ia menatap Tiara dengan tenang, ekspresinya nyaris tak terbaca. Hanya matanya yang sedikit menyipit, seperti menanti pengakuan atau ledakan. Tiara menghela napas panjang, akhirnya menyerah pada rasa kikuk yang menyesakkan. “Oke. Itu punyaku,” ucapnya tegas, walau suaranya nyaris tercekat di akhir kalimat. Abimana tidak menjawab. Hanya diam dengan tatapan tajam yang membuat tengkuk Tiara terasa panas. Tiara melangkah maju. Matanya me