Tiara menunggu. Tapi Abimana hanya menatap, seolah menikmati amarah yang masih membara di mata istrinya. “Sudah selesai?” tanyanya pelan. Tiara menggertakkan gigi. “Apa maksudmu?” Abimana mendekat. Langkahnya perlahan, tapi tajam. Wajahnya hampir menempel di wajah Tiara. Nafas mereka bersatu. Hangat. Membakar. “Semakin kamu membenciku…” bisiknya rendah. Tanpa aba-aba, bibirnya mendarat di bibir Tiara. Liar. Dalam. Menuntut. Tiara mencoba menolak, memukul dadanya, menepis wajahnya, tapi ciuman itu tidak berhenti. Justru makin dalam, makin panas. Saat akhirnya Abimana melepas ciumannya, ia tersenyum kecil. “Semakin kamu kasar padaku, semakin aku bergairah.” Tiara terbelalak saat bibir mereka terlepas. Napasnya tercekat, dadanya naik turun tak beraturan. Wajahnya memerah, bukan karen