Rasa lapar membuat Tiara turun pelan-pelan dari tempat tidur. Kakinya memang belum pulih sepenuhnya, tapi cukup membaik setelah diolesi salep dan dikompres oleh Abimana tadi sore. Ia berjalan pelan menyusuri lorong, hanya mengenakan hoodie tipis dan celana pendek. Rambutnya masih lembap, ikal-ikal halusnya menempel di leher dan pipi. Begitu sampai di dapur, Tiara mengernyit. Lampu ruang makan menyala, dan aroma gurih memenuhi udara. Langkahnya terhenti saat melihat meja makan yang sudah penuh hidangan. Bukan mie instan. Bukan juga makanan beku. Di sana ada sup bening dengan potongan ayam, sayuran kukus, dan sepiring kecil nasi merah. Hangat, segar, dan jelas bukan makanan cepat saji. “Siapa yang masak?” gumamnya pelan. Tidak ada pelayan di rumah itu. Bahkan sejak hari pertama, Tiara ta