Ica terdiam duduk di sofa yang berada di kamar Rasya. Semua sudah dipersiapkan sesempurna mungkin untuk menyambut kehadiran buah hatinya, tapi semuanya lenyap. Rasya lebih dulu dipanggil Tuhan sebelum sampai di rumah, sebelum menempati kamar yang Ica persiapkan. Ica berjalan ke arah keranjang bayi yang dibelikan mamanya dan mama mertuanya. Semua sudah dipersiapkan Omanya sebaik mungkin, untuk cucu pertamanya, tapi hanya kepedihan saat melihat semuanya. Baju-baju lucu, sepatu, topi, selimut, dan lainnya semua tidak artinya lagi. Ica menangis, tubuhnya merosot kebawah, karena kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya yang semakin lemah mengingat semua yang sudah ia persiapkan untuk menyambut kelahiran Rasya. “Maafkan mama, sungguh mama belum siap kehilangan kamu, Nak. Mama belum siap,” ucap