Kalinda langsung menubruk pelukan Kalendra ketika pintu ruang kerja Kalendra & Partners terbuka. Aroma kayu manis dari parfum khas sang kakak membuatnya seketika merasa aman, seolah kembali ke masa kecil saat Kalendra selalu menjadi tempat ia berlari ketika takut. “Mas Lendra…” suara Kalinda serak, matanya sudah berkaca-kaca. Kalendra mengeratkan pelukan adiknya, mengusap lembut punggung Kalinda. “Hay, bagaimana perjalananmu, Dek?” tanyanya lembut, mengendurkan sedikit pelukan itu, lalu menatap wajah sang adik dengan mata yang penuh kasih. Kalinda tersenyum tipis, meski matanya masih basah. “Lancar, Mas. Aku… aku senang bisa ketemu Mas lagi.” Sementara itu, Bram berdiri setengah langkah di belakang mereka, kedua tangannya terkepal di dalam saku celana. Tatapannya tajam, menahan bara k

