Bab 3. Nginep Sini Aja

1202 Kata
Nuansa maskulin langsung tertangkap mata Bianca saat dia masuk ke dalam apartemen Nathan. Nuansa coklat kayu di padu dengan warna putih menjadi warna yang sangat dominan menghiasi setiap sudut apartemen. Hawa dingin menyergap Bianca, membuat tubuhnya sedikit bergetar. Dia sampai harus menyilangkan kedua tangannya di depan d**a untuk menghalau udara dingin dari pendingin ruangan ini. “Ngapain kamu di situ. Kamu gak mau masuk?” tanya Nathan yang baru saja keluar dari dalam kamarnya. “Oh, i-iya,” jawab Bianca yang kemudian memberanikan diri masuk lebih ke dalam. “Mau minum apa?” tanya Nathan. “Apa aja. Eh, air putih aja.” Bianca langsung meralat pilihannya. Tentu saja dia takut akan disuguhi minuman keras. Pengusaha muda seperti Nathan pastinya tidak asing dengan minuman itu. Bianca duduk di sofa santai berukuran besar yang ada di tengah ruangan. Dia mengambil bantal sofa dan meletakkannya di atas pangkuannya. Nathan datang dengan membawa dua botol minuman di tangannya. Tentu saja itu adalah merek mahal yang sering Bianca lihat di supermarket. “Kamu mau ganti baju dulu?” tanya Nathan yang melihat sugar babby-nya duduk dengan tidak nyaman. “Pake aja baju di lemariku. Ukurannya pasti cukup ama kamu.” Tentu saja cukup, malah mungkin akan kedodoran. Bianca yang hanya memiliki tubuh kurus dan tinggi 170, tentu saja kalah jika dibandingkan dengan Nathan yang berbadan atletis dengan tinggi 185 centimeter. “Gak usah. Nanti tolong an –“ “Ganti baju sekarang. Tadi kan aku udah bilang kamu malam ini nginep sini. Apa perlu aku yang gantiin baju kamu?” Nathan menyela ucapan Bianca. Bianca langsung menutupi dadanya yang setengah terbuka dengan bantal. “Gak usah m***m!” “Ya lagian suruh ganti baju aja kebanyakan protes. Buruan sana.” “Tapi kan kemaren kamu bilang kalo kamu gak gampang buat berhubungan badan. Tapi kenapa sekarang malah di suruh nginep.” Nathan tersenyum lebar. “Emang kalo nginep itu harus berhubungan ya? Aku kan cuma nyuruh kamu nginep, bukan minta kamu ngelayanin aku. Pikiran kamu tuh yang kotor.” Bianca malu setengah mati. Kepolosannya ternyata membuat dia tidak bisa berpikir dengan baik dan mencerna permintaan sugar daddy-nya dengan baik. Melihat sugar baby-nya malu, Nathan segera menyuruh Bianca masuk ke kamarnya untuk memilih pakaian yang membuatnya nyaman. Tanpa perlu disuruh lagi, Bianca pun segera pergi ke kamar Nathan agar dia tidak semakin malu. Setelah memilih pakaian yang akan dia pakai menginap, Bianca keluar lagi dari kamar untuk menemui Nathan. Dia memilih memakai training dan juga kaos milik tuan rumah, yang tentu sjaa ukurannya menjadi over size. Nathan duduk di atas karpet bulu tebal yang ada dekat sofa besar tadi. Pria itu duduk bersandar di sofa sambil memegang remote TV. Entah siapa apa yang sedang dia cari. Melihat sugar daddu-nya duduk di bawah, demi kesopanan, Bianca pun segera ikut duduk di bawah. Dia mengambil bantal sofa untuk dia peluk demi menyalurkan rasa canggungnya. “Kamu kuliah di mana?” tanya Nathan tanpa mengalihkan pandangan matanya dari televisi. “Di Bina Persada,” jawab Bianca ikut melihat ke arah televisi, ingin tahu siaran apa yang dicari Nathan dari tadi. Nathan menoleh ke Bianca. “Bina Persada. Itu kan kampus mahal. Kamu sanggup bayar uang kuliahnya?” Nathan sedikit merasa heran. “Jalur beasiswa.” Nathan kembali melihat ke arah televisi. “Oh pantes. Kirain kamu bayar sendiri. Bearti kamu udah sering jadi sugar baby ya.” “Enggak, ini yang pertama kalinya.” Nathan melirik ke arah Bianca sebentar. “Punya pacar?” “Enggak.” “Tapi pernah pacaran dong?” “Enggak juga.” Nathan lagi-lagi dibuat kaget dengan jawaban Bianca. Dia tidak menyangka dia akan bertemu dengan orang bahkan belum pernah mengenal pria untuk dia jadikan sugar baby. Nathan membuka tutup botol air minumnya lalu meneguk isinya agar tenggorokannya basah. Dia perlu mengenal sugar baby-nya, karena hidupnya akan menjadi sangat ketat beberapa bulan ini. “Trus alasan kamu buat jadi sugar baby apa?” tanya Nathan lagi. “Kan kemaren udah saya bilang. Saya butuh uang 500 juta buat bayar utang kakak.” “Kakak kamu ke mana emangnya?” “Gak tau. Dia pergi gitu aja dan gak bilang juga kalo punya utang.” “Utangnya sebanyak itu?” Bianca menundukkan kepalanya lalu menggeleng pelan. “Enggak. Sebagian buat bayar uang semester. Kalo gak di bayar, aku gak boleh ikut ujian.” “Orang tua ke mana?” “Udah gak ada.” “Jadi kamu tinggal di rumah itu sendirian sekarang?” “Iya.” “Kalo gak ada orang tua, trus biaya hidup dari mana?” “Aku kerja part time di kafe gak jauh dari rumah. Kalo sore sampe malam, aku kerja di sana.” “Trus kok tiba-tiba kepikiran jadi sugar baby?” Bianca menunduk lagi. “Bingung dan kejepit plus terpaksa.” “Hmm ... tapi ini pilihan yang lebih baik sih. Setidaknya kamu cuma ngelayani satu orang aja. Dari pada kamu di rumah bordir ato di club malam kan.” “Melayani?” Bianca menoleh pada Nathan dengan tatapan polosnya. Nathan menatap netra bening milik Bianca. Sinar polos itu benar-benar asli dan tampak sangat lucu. Nathan yang sudah banyak mengenal wanita, bahkan dia juga di kenal sebagai orang yang mengoleksi banyak sugar baby dan pacar sesaat, belum pernah melihat sorot mata bening dan polos seperti milik Bianca. Dia hanya tersenyum tipis lalu kembali melihat ke arah televisi. “Iya. Bukannya itu yang harus di lakukan sugar baby untuk menyenangkan sugar daddy-nya,” ucap Nathan. “Ya tapi kan kata kamu, kamu gak –“ “Gak usah GR kamu. Kamu belum di pastikan bersih, jadi jangan pernah mimpi aku bakalan tidur ama kamu.” Nathan memotong ucapan Bianca. “Dih, siapa juga yang mau,” gerutu Bianca pelan sambil memeluk bantalnya lebih erat. Meski Nathan hobi mengoleksi banyak wanita, tapi dia tidak sembarangan tidur dengan wanita. Bagi Nathan, tidur dengan wanita itu sesuatu yang penting dan sakral. Jadi kalau dia tidak mencintainya, ya jangan berharap akan bisa naik ke ranjang Nathan. Pria muda berusia 28 tahun itu sengaja melakukan ini karena ingin mendapat perhatian dari keluarganya. Dia kesal melihat hidup kakaknya yang terlihat sangat sempurna tanpa cacat sejak kecil, sehingga selalu di utamakan oleh keluarganya. Sedangkan Nathan, dari kecil sudah dikenal sebagai seseorang yang banyak tingkah dan suka membuat pusing keluarganya karena keaktifannya itu. Tapi jangan salah, dalam dunia Bisnis, Nathan tidak boleh dipandang sebelah mata. Dia bahkan bisa mendapatkan kepercayaan lebih dari papanya dari pada kakaknya. Suasana di ruang tengah itu mendadak hening. Eh, tidak hening juga, karena masih ada suara obrolan dari televisi yang sedang ditonton dua orang itu. Bianca sedikit menggeliat karena pinggangnya terasa sakit. Dia mengubah posisi duduknya agar semakin nyaman. “Bi, boleh saya minta sesuatu?” tanya Nathan tiba-tiba. Bianca menoleh cepat ke arah Nathan. “Minta apa?” Bianca menatap curiga ke arah Nathan sambil meremas bantal yang sejak tadi setia dalam pelukannya. Dia takut kalau Nathan akan meminta sesuatu yang aneh-aneh seperti yang dilakukan oleh buaya darat seperti sugar daddy lainnya yang pernah dia dengar. "Tapi bukannya tadi dia mengatakan tidak akan melakukan itu. Apa dia berubah pikiran? Apa jangan-jangan dia memintaku untuk melayaninya di ranjang?" Bianca yang panik masih bermonolog sendiri. Coba menjaga jarak dari Nathan yang semakin memangkas jaraknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN