Saus Jamur

2250 Kata
“Capeknya hari ini” gumam dokter Chakra, ia berjalan bersama pegawai yang lain menuju kafetaria. “Hei kau baru hari ini kan ikutan acara amal? Baru tiga jam aja udah ngeluh kamu hih” ejek Rana, petugas resepsionis rekan Mitha. “Aku lihat ada orang yang kritik tapi dianya sendiri asyik berteduk di bawah pohon tadi” sahut dokter Chakra. “Heleh kamu nih, bisa aja ngelesnya. Bilang aja lain kali kamu nggak mau ikutan acara merepotkan begini kan?” sahut yang lain. “Dokter Rafa, untuk acara selanjutnya aku minta gantikan posisiku dengan dokter Indra atau dokter Farah, begitu?” “Tuh kan aku bilang apa” gumam Rana kesal. “Sebaiknya aku akan mengusulkan pergantian pegawai untuk acara rutin ini, lebih baik kita semua terlibat agar semuanya bisa merasakan acara sosial” kata Rafael. Pegawai amal kali ini yang lebih dari dua belas orang itu hampir sampai di kafetaria lantai empat, mereka menaiki lift bulat bermuatan maksimal sembilan orang dan sisanya menunggu lift selanjutnya berjalan. Hampir semua mulut mereka menyuarakan keletihan setelah melakukan kegiatan amal. “Lapaaar” “Capek banget, panas pula” “Astaga akhir mingguku yang indah, aku harus melaluinya dengan acara ini” “Sudah, sudah hentikan” pinta Rafael, “Kalian nggak malu apa bilang kayak gitu di bandingkan mereka yang menunggu uluran bantuan dari kita?” “Oh no, dia mengamuk” gumam Rana. “Kamu sih, dari tadi ngeluh melulu. Dokter Rafael jadi marah deh” gumam salah satu perawat di telinga dokter Chakra. “Ingat selalu di kepala kalia, bantuan yang kita berikan pada mereka pasti sangat di tunggu sekecil apapun nilainya. Kalian nggak seneng lihat senyum merekah dari anak-anak tadi?” omel Rafael. “Maaf dokter, aku nggak ulangi lagi hehe” ujar dokter Chakra. “Dokter Chakra, untuk acara amal tiga bulan ke depan aku akan merekomendasikan anda sebagai pimpinan acara. Keputusanku tidak dapat di gugat lagi” kata Rafael tegas. Ucapannya membuat semua orang disana menahan tawa kecuali dokter Chakra, keputusan Rafael yang bulat itu memang tak akan bisa di ganggu gugat oleh semua pihak termasuk atasan sekalipun karena dia sendiri yang telah di tunjuk oleh Ellaine sebagai pimpinan acara amal menggantikan Ellaine dulu. Semua pegawai kembali berjalan santai dengan senda gurau menuju lantai empat, mereka tak sabar ingin merasakan hangatnya kuah soto dan es teh yang menakjubkan. Sebagian dari mereka hanya ingin mendinginkan badan di kafetaria yanh memiliki pendingin udara lebih sejuk di bandingkan ruangan lainnya. Sejenak sorot mata Rafael tertuju pada sosok gadis yang tengah berdiri di depan Hans dan Brielle, tak lain gadis itu adalah orang yang selalu ia pikirkan sepanjang hari. Rafael mneundukkan wajahnya sekian detik kemudian menatap gadis itu lagi, benar apa yang di lihat adalah nyata. “Nia?” gumam Rafael. “Kenapa dia ada disini?” gumamnya lagi, sorot mata Nia tertuju pada Hans dan Brielle yang tengah asyik makan bekal berdua. “Huh kenapa si muka licin itu ngobrol bareng Nia?” banyak sekali pertanyaan yang tak bisa di jawab Rafael. Namun tak di sangka Nia malah beranjak meninggalkan Hans dan Brielle, gadis itu melewati rombongan Rafael tanpa melihat wajah satu per satu pegawai yang di laluinya. Wajah Nia terus menunduk seakan ada hal menarik di bawah kakinya. “Wuush, cakep banget” ujar salah seorang pegawai, ia melihat tubuh Nia sampai gadis itu masuk ke dalam lift. “Kalo jalan lihat ke depan” ujar Rafael menggeram, ia mencengkram kepala pegawai tadi dan mengarahkannya ke depan. “Auch auch, maaf dok. Nggak bakal aku ulangi lagi, tolong jangan mencabut nyawaku sekarang” pintanya. “Tsk, makin lama makin menyebalkan” gumam Rafael. Para pegawai berpencar untuk memilih makanan yang akan di pesan sedangkan Rafael langsung menghampiri Hans dan Brielle yang menikmati makan siang. Hans menatap wajah Rafael yang kucel bagai tak mandi selama seabad. “Siang, bang Rafael” sapa Brielle. “Hemm, kenapa kau kesini lagi anak kecil?” tanya Rafael, ia duduk di dekat Hans. “Udah jelas kan nganterin bekal makan buat kak Hans, memangnya kenapa?” ejek Brielle, ia menjulurkan lidahnya mengejek Rafael. “Uwaaah seperti biasa bekal dari nona Brielle yang selalu aku tunggu” kata dokter Chakra tiba-tiba, “Nona ijinkan perutku di manjakan oleh makanan paling spesial dari kotak bekal anda hari ini” “Silahkan makan, dokter Chakra. Aku buat banyak sekali untuk kalian semua” jawab Brielle dengan nada lembut khas Barbie. Tanpa banyak membuang waktu lagi, dokter Chakra mengambil nasi kepal dan sushi di kotak bekal ala Jepang. Ia duduk menikmati setiap gigitannya di samping Rafael, wajahnya yang tadi kusam, letih dan lesu seketika cerah kembali berkat makanan yang di berikan Brielle. “Dari mana kau tahu kami datang ke rumah sakit di hari Sabtu ini? Kau memberitahunya, Hans?” tanya Rafael. “Not me” jawab Hans, mulutnya penuh dengan nasi goreng ala Perancis. “Lalu? Nggak mungkin tiba-tiba ka datang kemari saat kami nggak ada, atau jangan-jangan meskipun kami nggak bekerja kau tetap datang membawa makanan?” tebak Rafael. Brielle mneggeleng pelan, “No no, tentu saja aku nggak akan melakukan itu kalau kalian nggak ada disini” gadis muda itu memberikan kerang tumis di piring Hans. Rafael menangkap singyal kode dari Hans, sahabatnya itu menunjuk dokter Chakra yang asyik makan. Rafael menghembuskan napas panjang sekali, ternyata dokter Chakra memikirkan hal ini agar Brielle datang dan dapat makanan gratis lagi. “Astaga jadi dia pelakunya” gumam Rafael pelan. “Bang Rafa, cepat makan. Aku udah buatkan steak sama sayur setengah matang di kotak bekal kedua” pinta Brielle. “Aah untuk kali ini aku nggak ingin makan masakanmu” “Kenapa?” tanya Brielle agak keras. “Kau memasukkan banyak sekali gula di setiap masakan, itu membuatku jadi gendut” “Tapi aku pake saus jamur kali ini” sanggah Brielle. Alis Rafael naik seketika, “Kau menggunakannya? Tumben sekali?” “Yup khusus buatmu aku pake saus jamur rendah kalori, aku coba buat sausnya beberapa kali sampai dapat cita rasa yang pas. Aku tahu kau selalu protes dengan masakan yang aku buat, jadi kali ini aku pake saus jamur yang mudah” kata Brielle, ia memasang wajah menyeramkan pada Rafael. “Baiklah, aku akan coba saus jamur yang kau bilang rendah lemak itu” sahut Rafael, ia mneyambar kotak bekal yang di maksud. Begitu di buka aroma sausnya sangat kental menusuk hidung, “Uwaah, bagus juga hiasannya” gumam Rafael. “Aku akan makan ini sekarang tapi kalo besok berat badanku naik satu gram saja, aku akan melayangkan somasi padamu agar tidak membawa makanan full kalori kesini” “Apa kau bilang!?” teriak Brielle. “Aaah dokter Rafa, jangan begitulah. Nanti aku kehilangan sumber kebahagiaanku, bagiku makan masakan nona Brielle sama dengan makan masakan ala Perancis” “Nope, kau hanya ingin berhemat saja” gumam Hans. “Mengkonsumsi banyak kalori berlebihan dalam sehari bisa berbahaya buat manusia apalagi kami yang harus menyelamatkan nyawa manusia jadi aku akan mengujinya dengan tubuhku kali ini” “Heh bang Rafa, aku sangat kasihan dengan istrimu nanti kalo dapat suami manja dan pilih-pilih makanan sepertimu” ejek Brielle. “Heeh, jangan di hiraukan. Sebenarnya Rafael juga suka kok masakan ala pedesaan, betul tidak Rafa?” goda Hans. “Benar itu, dok?” tanya dokter Chakra. “Yee aku kurang percaya, tapi karena yang bilang kak Hans aku jadi percaya deh hehe” sahut Brielle dengan tingkahnya yang manja. “Kau bicara apa?” bisik Rafael. “What's wrong, bro? Kau memang bawa makanan ala desa kemarin dan aku melihatnya sendiri” bisik Hans. “Aku ingin sekali memberi salam sayang dariku di wajahmu, Hans!” geram Rafael. “Haha, silahkan saja tapi bila gadis itu melihatnya mungkin dia akan berpikir dua kali untuk dekat denganmu” ejek Hans lagi. Rafael menyadari ucapan Hans barusan, ia menyorot pada lift dimana Nia terakhir berjumpa dengannya di lantai empat ini, Rafael sangat merasa bersalah telah membuatnya kesulitan beberapa hari belakangan. Entah apa yang di bicarakan oleh Hans dan Nia tadi namun yang jelas wajah itu terlihat sangat berbeda dari biasanya. “Oh tidak, aku kehabisan air. Kak Hans, aku mau turun dulu beli air mineral di bawah” kata Brielle. “Mau aku temani belinya?” tanya Hans menawarkan diri. “No, kak Hans tetap disini aja makan yang banyak ya” kata Brielle menolak. “Kenapa nggak disini aja?” tanya Rafael. “Mereka kehabisan air mineral, huh!” ujar Brielle kesal. “Kau masih marah padaku?” tanya Rafael. Brielle memalingkan wajahnya, “Untuk hari ini aku nggak mau belikan bang Rafa, kalo tersedak beli aja minum sendiri di lantai bawah” kata Brielle, ia melangkah mejauhi mereka bertiga. “Dasar betina!” gerutu Rafael. “Hehe jangan khawatir dokter, aku akan turun juga untuk beli air mineral. Tunggu sebentar ya” ujar dokter Chakra, ia mengikuti langkah Brielle yang lebih dulu berjalan menuju lift. Rafael berbalik kembali menikmati steak sapi yang di buatkan khusus untuknya, harus dia akui Brielle sangat pandai membat saus. “Kau kelihatan lesu hari ini, ada masalah apa?” tanya Hans. “Nothing” “Saus yang di buat nona Brielle terlalu asin?” “Nope, it’s good. She’s mix the ingredient properly, it's so good I'm serious” “So, apa yang kau pikirkan?” “Kenapa aku harus menjelaskannya padamu?” “Because I’m your only brother, nggak ada yang bisa memahamimu selain aku. Dan aku tahu betul kamu sedang memikirkan gadis itu” “Kamu sudah ketemu dia rupanya” kata Rafael, ia terus mencampur sayur setengah matang dengan saus jamur. “Yup, we meet at administration office one hour ago. She’s good girl, you know” kata Hans, ia terus memperhatikan Rafael yang banyak diam hari ini. “Apa yang kau pikirkan tentangnya?” “Seperti kataku, dia baik dan banyak tersenyum tapi aku rasa dia punya sisi seorang Cassandra” jawab Hans. “Cassandra? Well yeah, mereka berteman dan jadi satu team di divisi yang sama. Mungkin karena itulah mereka hampir mirip satu sama lain” sahut Rafael. “Well, kalo Cassandra dia memiliki sifat paling lemah lembut dan tutur kata paling sopan yang pernah aku dengar, sikap pemalunya seakan mendominasi seluruh jiwa Cassandra. Tapi aku melihat Nia memiliki sifat sedikit pemberontak di dalam hatinya, dia sangat memperjuangkan hidup sama seperti Cassandra tapi bedanya Nia lebih banyak menutup diri” “Persamaan yang terlihat jelas di dalam diri antar Cassandra dan Nia, mereka berusaha keras agar tetap hidup di dunia paling kejam ini. Mereka punya sisi menakjubkan yang nggak akan pernah kita tahu, aku yakin setiap wanita punya sisi cantik yang tak pernah di tunjukkan” “Sisi cantik?” tanya Rafael. “Power” jawab Hans, “They all have power, Rafael” “Seterpuruk apapun mereka akan tetap bangkit, hal inilah yang aku pelajari dari Nia, Cassandra maupun Ellaine” kata Hans lagi. “Lalu apa yang coba kau sampaikan?” tanya Rafael. “I know she need someone who really care of her, tapi Rafael cobalah untuk melepaskannya sekali saja” “Apa?” “Cobalah untuk percaya pada kemampuan terbaik Nia, dekati dia tanpa membawa apapun yang meringankan bebannya. Aku yakin dia akan menunjukkan betapa kuat dia hidup berdampingan dengan semua keterbatasan yang dia miliki” “Kau minta aku untuk membiarkan gadisku kesusahan, begitu? Hans, pria mana yang sanggup melihat gadinsya menderita?” ujar Rafael. “Kalo gitu cobalah cari cara agar hubungan kalian lebih personal, bangun kepercayaan dirinya dan carilah rencana apa yang akan dia tuju. Well dengan begitu mungkin kau bisa membantunya tumbuh” jawab Hans. “Ah menyebalkan aku harus terjebak dengan kawan serba tahu sepertimu” gerutu Rafael, ia melipat kedua tangannya ke depan dadanya yang sangat bidang. “Hei ayolah, kau masih punya banyak waktu sebelum Ellaine kembali ke Jakarta. Dan aku sarankan agar kau membuka diri perlahan-lahan, aku yakin dia minim pengalaman berhadapan dengan laki-laki” kata Hans. “Kau juga berpikir sama denganku?” “Well yeah, itu sudah jelas terlihat bukan? Kau nggak bisa pake cara Andre yang agresif mendekati Ellaine, lakukan pelan dan lembut” saran Hans. “Kau menerapkannya pada anak kecil itu?” tanya Rafael. Hans melihat Brielle dan dokter Chakra yang sudah kembali lagi, “Well, aku nggak perlu melakukan apapun. Kau lihat sendiri nona yang gencar mendapatkan perhatianku” “How lucky you are” gumam Rafael. “Ini hanya masalah waktu, Rafa. Kau harus banyak berterima kasih telah di pertemukan dengan gadis luar biasa kuat seperti Nia, hanya tinggal bagaimana caramu merebut hatinya” “I know it already” gumam Rafael, lelaki itu berdiri kembali ke ruangannya. “Hei, kau mau kemana bang Rafa?” tanya Brielle. “Kami membelikanmu air mineral, kalo abis makan nggak langsung minum nanti kesedak loh” ujar dokter Chakra. Rafael meraih botol minum yang di genggam dokter Chakra, “Thanks a lot, bro” “Dia kenapa lagi, kak? Nggak suka sama saus jamur buatanku ya?” tanya Brielle pada Hans yang masih setia duduk di tempat yang sama namun tak begitu dengan wajahnya Brielle yang mulai murung. “Nope, dia menghabiskan semua masakan yang nona buat. He said you made a great sauce, you did good job” kata Hans menirukan Rafael. “He do? Is it real?” tanya Brielle, gadis itu melihat kotak bekal yang sudah habis di makan Rafael. “Huuh harusnya dia ikutan cuci piring, oh ya dokter Rafael belum membayar air mineral yang aku beli” ocehan dokter Chakra menjadi angin lalu untuk Brielle.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN