Hati ke Hati

1350 Kata
“Apa?” tanya Nia keheranan. “Haha, kau dengar apa kataku dengan jelas kan? Aku bilang persembahkan dirimu padaku, aku akan membantumu melunasinya” jawab bos tambun yang di kenal dengan nama Patrick itu. Nia nyengir meledek sang bos, “Aaah, saya nggak punya keinginan untuk menerima tawaran anda. Jadi saya akan segera melunasinya dengan uang yang saya dapatkan, permisi” Nia melangkah dengan percaya diri yang tinggi melewati para lelaki berbadan besar yang mengelilingi ruangan itu, yang lebih mengerikan lagi banyak sekali lelaki terlihat di tempat ini. Nia sadar hanya dia satu-satunya wanita yang terlihat disana, Nia tak percaya kalau tempat ini hanya berguna sebagai kantor rentenir saja, melihat para pegawai berbadan besar itu mungkin saja mereka semua anggota genk atau mafia! Nia terus berjalan tanpa memperdulikan teriakan dan panggilan Patrick pada Nia, gadis itu ingin segera pergi dari tempat kotor ini. dengan badan gemetar Nia sebisa mungkin berlari menuju jalan kembali pulang, Nia tak ingin sekalipun melihat ke belakangnya. “Hoss.. hoss.. aku sudah lama berlari, aku sudah jauh dati kantor itu” gumam Nia, ia tiba di jalanan komplek sebelum masuk ke kompleknya. “Tenanglah Nia, mereka nggak akan berani mengikutimu sekarang. Kamu sudah aman dari gangguan mereka dan yang perlu kamu lakukan hanyalah melunasi semua hutang ibu” gumamnya lagi. Menenangkan diri dari terkaman buaya tentu tak mudah bagi Nia, apalagi Patrick di kenal sebagai rentenir kejam pada semua nasabahnya. Tidak hanya berhenti disitu, rumor kalau Patrick menyukai para gadis muda sudah tersebar luas, jika Patrick tak mendapatkan keinginannya maka hidup gadis itu akan menderita. “Hah, memangnya siapa yang mau sama pria gendut itu?” gumam Nia kesal. Ia kembali memaksakan kakinya untuk pulang ke rumah, matahari sudah terbenam beberapa saat yang lalu dan Nia yakin ibunya pasti menunggunya dengan sangat cemas. Benar saja setibanya Nia di depan pagar kayu rumah, ibunya berdiri mondar-mandir di depan pintu menunggunya. “Nduk?” panggil ibunya terkejut. Dengan langkah tergopoh bu Kalsum segera menghampiri putri semata wayangnya yang baru saja pulang, wanita paruh baya itu tak berhenti mengucap syukur saat menatap seluruh tubuh anaknya yang tak terluka. “Nduk, kamu dari mana aja kok baru pulang?” tanya sang ibu cemas. “Ibu takut kamu kenapa-napa nduk, kamu nggak apa-apa kan? Tadi ketemu sama orang aneh nggak di jalan?” cerca ibunya lagi. Nia tersenyum manis menenangkan sang ibu, “Nia baik-baik saja bu, lihat Nia baru pulang kerja nggak kenapa-napa kan?” “Ya sudah ayo masuk, sudah hampir maghrib nduk Nia mandi lalu sholat ya” ajak bu Kalsum sembari menuntun Nia masuk ke dalam rumah. Nia menatap semua hidangan di meja makan, ibunya memasak cukup banyak hari ini di bandingkan biasanya. Yang lebih lucu lagi, Nia melihat ada vas dengan bunga mawar segar menghiasi meja. Sebetulnya Nia tidak pernah melihat semua ini, Nia sadar betul apa yang tengah di lakukan oleh ibunya. “Nia sudah sholat?” tanya ibunya sembari meletakkan sayur kangkung di meja. “Nia sudah sholat, bu” Ibunya tersenyum manis, “Ya sudah sekarang kita makan yuk, nduk. Ibu sudah masak banyak banget buat anak ibu” Nia mengangguk pelan, untuk sementara Nia tak akan membahas hal yang sensitive selagi makan malam bersama ibunya. Setidaknya Nia akan menghabiskan semua makanan yang di buat susah payah oleh sang ibu, setelahnya Nia akan meledakkan bom agar ibunya mau jujur. Makan malam hari ini terasa sedikit berbeda dari sebelumnya, Nia tahu betul beberapa kali sang ibu meliriknya ketika makan seakan tengah menunggu mengatakan sesuatu. Setiap kali Nia menatap mata ibunya, beliau akan mengalihkan pandangannya pada hal lain atau pura-pura sibuk dengan makanannya. Jam menunjukkan pukul delapan malam namun Nia tak akan secepat itu pergi tidur, ia menatap ibunya yang masih sibuk memanasi makanan yang tak tersentuh tadi dari sofa ruang tamu. Sesekali senyumnya kembali terukir saat mata mereka bertemu, entah benar atau tidak namun Nia merasa ibunya banyak salah tingkah hari ini. “Ibu?” panggil Nia, ia menghampiri ibunya dan duduk di kursi meja makan. “Ya? ada apa nduk?” tanya bu Kalsum sembari mencuci piring. “Biarkan saja semua piring kotornya, biar Nia yang nanti cuci” pinta Nia. “Nggak apa-apa nduk, sekali-sekali ibu pingin bantu kamu. Ibu capek kalo lama-lama diam aja nggak melakukan apapun” jawab bu Kalsum dari wastafel tanpa melihat Nia. “Ibu bisa kemari sebentar?” pinta Nia, sepertinya tak ada jalan lain untuk terus menyembunyikan hal ini. “Ibu.. ibu sedang repot nduk, cuci piringnya masih banyak..” “Ibu aku ingin menanyakan soal hutang ayah yang masih tertunggak di rentenir Patrick, ku mohon hentikan omong kosong ini dan biarkan aku tahu semuanya” pinta Nia. Ibunya menghentikan kegiatan cuci piring dan menatap Nia perlahan, air matanya turun saat melihat Nia yang sudah tahu semuanya. Bu Kalsum tak lagi bisa mengelak kali ini, Nia menuntun ibunya untuk duduk di kursi meja makan. Tangan Nia memegang telapak tangan ibunya yang begitu dingin, ia tak kuasa menatap satu-satunya anggota keluarga yang ia punya saat ini. Sembari menangis, bu Kalsum menceritakan semua perihal hutang yang di tinggalkan ayah Nia namun setiap bulan bungannya makin naik. “Ayahmu meninggalkan hutang untuk biaya obat saat kamu usus buntu kala itu, kami berdua sama sekali nggak punya sanak saudara disini dan tidak ada tetangga yang mampu meminjamkan uang sebesar itu. Jadi kami meminjam para bung Patrick, sebagai jaminannya semua uang pensiun ayahmu ibu serahkan pada bung Patrick” kata ibunya mulai bercerita. “Apa?” tanya Nia pelan. “Tapi semakin lama hutang yang kami miliki bukannya habis tapi malah makin mencekik dengan bunga yang begitu besar, ibu yakin sudah melunasi semua hutangnya tapi bung Patrick tetap menagih dengan alasan uang administrasi dan denda keterlambatan” isak ibunya. ‘Aku sudah menduga semua akan jadi begini, tapi bodohnya kenapa aku baru menyadarinya sekarang’ ucap Nia dalam hati. “Nduk, ibu bisa melunasi semua hutang ayahmu. Inu masih kuat bekerja, semua uang dari hasil ibu menjahit bakal ibu berikan padanya jadi..” “Jadi mulai saat ini ibu nggak perlu mengeluarkan uang lagi” potong Nia dengan nada rendah. “Nia, kamu bicara apa? Kamu nggak perlu melakukan banyak hal demi ibu dan mendiang ayahmu, mereka orang-orang yang berbahaya, jadi biarkan ibu saja yang menghadapi mereka” tanya ibunya lemah. “Nia sudah ketemu sama bung Patrick sore tadi, Nia janji Nia bakal lunasi semua sisa hutang ayah. Toh semua itu di lakukan demi Nia biar sembuh kan? Jadi Nia yang bertanggung jawab untuk melunasinya, dan juga mereka nggak semenakutkan itu kok bu, Nia sama sekali nggak takut selagi Nia nggak salah” “Nduk, kamu bisa simpan semua uangmu untuk beli motor atau masa depanmu nanti. Nia biar ibu yang melunasinya, ini sudah tanggung jawab ibu sebagai orang tuamu” paksa ibunya sembari terus menangis. Nia menggeleng pelan, “Soal itu Nia bisa atur kok hehe, yang penting kita terbebas dari hutang dan kita bisa menikmati hidup tanpa memikirkan hutang” Bu Kalsum segera memeluk putri semata wayangnya yang benar-benar mengambil alih semua persoalan keluarganya, bu Kalsum benar-benar beruntung bisa memiliki putri sekuat Nia. Gadis itu memeluk ibunya yang amat di sayanginya, Nia bersyukur akhirnya snag ibu bisa di bujuk juga. “Mulai hari ini ibu akan bekerja lebih giat lagi untuk menabung masa depan buat kamu, nduk. Ibu ingin berguna sebelum putri ibu menikah dan memenuhi kebutuhan kita sehari-hari, setidaknya nanti ibu bisa melihat kamu menikah dengan lelaki yang kamu cintai nantinya” Nia melepaskan pelukannya di kala sang ibu terus membahas pernikahan, “Aah ibu, itu masih lama kok. Lagian Nia masih belum ada niat buat menikah sekarang, belom ada laki-laki yang deket sama Nia juga” omel Nia makin membuat ibunya gemas. “Hei siapa tahu setelah badai berlalu, Nia di pertemukan sama jodoh” “Iiih ibu.. kok jadi bahas soal nikah?” omel Nia lagi. Malam itu Nia kembali bisa menikmati hangatnya pelukan sang ibu, bicara dari hati ke hati tanpa ada satupun hal yang di sembunyikan oleh mereka berdua. Nia merasakan hangatnya kedamaian hati ini lebih dari apapun, walau Nia tahu betul bung Patrick akan terus mengganggunya namun Nia tak akan gentar sedikitpun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN