Cinde & Dilip 7

2125 Kata
Dilip menatap pantulan dirinya di sebuah cermin besar yang menampilkan seluruh bentuk tubuhnya. Dia mengerutkan kening saat melihat sebuah lingkaran hitam di matanya. Dilip mengusap wajahnya kasar, jika begini dia akan terlihat sangat jelek di hadapan banyak orang. Untuk kesekian kalinya dia harus menghadiri perayaan ulang tahun perusahaan bisnisnya. Dilip merasa tidak enak jika dia tidak datang, mengingat pria itu sudah banyak membantunya untuk berbisnis. Dilip menatap bingkai foto di sampingnya. Seringainya tercetak dari bibirnya. Dia meraih sebuah parfum di samping kaca lalu menyemprotnya ke seluruh bagian tertentu. Dilip menghembuskan nafas sekali lagi. Ini sudah saatnya bisik hatinya. Dilip berbalik, lalu keluar dari kamar dia merasa jika hari ini begitu berat untuknya. Ibundanya menelpon dengan tangisan yang membuat Dilip tidak bisa berkutik. Sungguh dia ingin memeluk Ibunda Ratu hanya saja pekerjaan di sini masih membutuhkannya. Lagipula dia belum bisa membawa seseorang untuk bertemu langsung dengan Ibundanya. Dilip turun dari lantai atas dengan pikiran bercabang. Ayahanda sudah merongrongnya untuk menggantikan posisi beliau mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi. Dilip belum sanggup untuk menggantikan Ayahnya, dia lebih senang tinggal di luar istana. Bahkan dia yang seorang pangeran pun sering melanggar protokol istana, bagaimana jika dia menjadi seorang Raja? Dilip belum siap karena memang dia tidak bisa seperti Ayahnya Yang begitu mengayomi masyarakat dengan begitu baik. Dia saja masih bersikap egois, bagaimana jika ada rakyatnya yang meminta kebijakannya? "Aku pikir kau tidak akan pergi, Dip." Dilip mendongak di sana Josh berdiri dengan gagahnya. Dilip tersenyum tipis lalu melangkah mendekat ke arah sahabatnya. "Aku malah berpikir jika kau yang tidak akan datang. Mengingat jam terbang mu yang terlalu gila." "Aku pasti akan datang mengingat ini perayaan teman kita dulu." "Kau masih mengingatnya?" "Memangnya kenapa? Jangan karena aku sering bertugas di atas udara tidak tahu apa-apa tentang kau yang masih berhubungan baik dengan teman kuliahmu dulu." "Aku pikir kau sudah lupa, ternyata kalian datang di waktu yang tepat." Josh memutar tubuh, di sana sudah terlihat empat pria tampan dengan gayanya masing-masing. "Kau sudah pulang Josh?" Theo mendekat. "Yah seperti yang kau lihat." Mereka berpelukan. Nicole berjalan di ikuti kedua temannya. Mereka saling berpelukan bertanya kabar selama mereka tidak bertemu. Dilip tidak ikut terlarut dalam obrolan kelima temannya. Dia masih memikirkan langkah apa yang harus di ambilnya. Pulang ke istana atau melanjutkan pekerjaannya yang sudah lama dia sukai? Tyson menepuk bahunya. "Kau akhir-akhir ini terlihat tidak baik. Apa ada sesuatu yang mengangguk pikiranmu?" Semuanya langsung menatap Dilip dengan pandangan ingin tahu, terutama Jeff pria yang memang memiliki tingkah ingin tahu dari seorang wanita. "Tidak ada." "Kau memang begitu slalu saja bilang tidak ada, padahal ada sesuatu yang kau sembunyikan. Kita seharusnya bahagia karena akan mendatangi sebuah perayaan yang dimana di sana banyak wanita cantik. Kenapa kau slalu saja berwajah muram?", Jeff dengan mulutnya memang tak bisa diam. "Jangan dengarkan ucapan Jeff. Dia sedang kesal karena tidak mendapatkan nomor seorang pramugari yang bertugas bersamaku." "Hey! Aku bisa mendapatkan wanita seperti itu berkali-kali lipat dari dia. Jangan ingatkan aku tentang wanita sombong itu. Cih! Aku merasa muak padanya." "Kau merasa muak karena dia menolak mu, brengsek." Jeff langsung memalingkan wajah dan melangkah pergi keluar mansion Dilip. "Apakah benar Jeff di tolak oleh pramugari itu?" Nicole bertanya. "Yah. Seharusnya dia tahu jika wanita itu memang bersikap seperti itu. Kau tahu Aphrodite?" "Si Dewi Cinta itu?" "Yah." "Buahahahah terkadang aku merasa heran dengan nama wanita itu. Namanya saja Dewi Cinta tapi jangankan menjadi Dewi Cinta dia saja tidak pernah terlihat berkencan dengan pria. Jangankan berpacaran dekat dengan pria saja seperti nya dia tidak pernah." Nicole tertawa mengingat Pramugari yang di kenalnya lewat dari Josh. Nicole yakin wanita itu tidak akan mudah di dekati bahkan sekelas Jeff saja dia tolak. Nicole pernah menjemput Josh di bandara dan saat itulah dia berkenalan dengan Aprodite. Dia sempat tak percaya atas nama yang wanita itu sebutkan dan dia sama sekali tidak tahu apa artinya. Saat di mobil dia pun mencari tahu yang artinya Dewi Cinta, sungguh Nicole merasakan itu tidak cocok pada Pramugari itu. Dia cantik hanya saja wajahnya tidak seramah senyumannya. Itu pun hanya satu kali pertemuan dan berkenalan tidak ada kedua, ketiga atau seterusnya. "Kau mengenalnya Nick?" Tyson bertanya dengan alis terangkat sebelah. "Hanya berkenalan saja tidak lebih." Theo berdehem. "Sudah. Lebih baik kita pergi sekarang, sepertinya mood Jeff dan Dilip sedang tidak baik." Semuanya kompak menatap Dilip namun yang ditatap pura-pura tak mendengar. Dia melangkah pergi meninggalkan keempat temannya tanpa memperdulikan pembicaraan mereka yang terus berlanjut membahas Jeff dan si Dewi Cinta. Dilip mendongak menatap langit yang begitu cerah. Apa yang mesti sekarang di lakukannya? Pulang ke kerajaan sepertinya tidak akan membuatnya senang. Dilip menghembuskan nafas, dia meneruskan langkah namun baru beberapa langkah ponselnya bergetar. Dilip merogok saku celananya melihat siapa yang menelphonenya. "Yah?" "Kau akan pulang ke kerajaan?" "Entahlah. Memangnya ada apa?" "Bisakah aku tidak pulang, Dip?" Dilip mengerutkan kening. Dia melangkah menjauh saat mendengar obrolan teman-temannya yang semakin mendekat. "Ada apa Lores?" Dolores di sebrang sana menghembuskan nafas. Dia menatap kertas yang sedang di genggamnya dengan d**a yang sesak. Bagaimana? Kenapa? Apakah sampai di sini hidupnya? Pikirannya kacau, tidak lama dia terisak pelan. Dilip yang mendengar isak tangis sangat adik bergerak gelisah. Bagaimana pun mereka jarang bersama tetap saja dia sebagai seorang Kakak tidak mungkin melepaskan adiknya begitu saja. "Jika kau menangis aku tidak tahu apa yang terjadi di sana. Kau jangan membuatku khawatir seperti ini. Aku dan Kau berbeda benua, bagaimana aku bisa menjemputmu di keadaan yang tidak tepat seperti ini?" Mendengar ucapan Dilip, Dolores menjatuhkan tubuh di kursi meja rias. Matanya memandang pantulan yang ada di cermin, menampilkan sosoknya yang bukan seperti dirinya. "Aku membutuhkanmu Dilip. Aku mohon datanglah malam ini." Dilip menatap jam di pergelangan tangannya. Dia tidak mungkin pergi begitu saja mengingat perjamuan dengan temannya tak bisa di cancel begitu saja. Pertemuan ini sudah berbulan-bulan di rencanakan dan dia tidak mungkin mangkir begitu saja. "Besok. Aku berjanji besok akan datang ke sana. Sekarang aku akan menelpon Paine untuk datang ke Apartemenmu. Jangan menangis Lores, aku tidak menyukai kau menjadi wanita cengeng seperti ini. Apapun yang terjadi padamu berdoalah jika kau akan baik-baik saja." "Kau berjanji akan datang besok?" "Iya. Aku berjanji." "Terima kasih." "Baik-baiklah di sana. Sekarang tutup ku telephone nya, aku akan menghubungi Paine." "Baiklah. Sekali lagi terima kasih Dilip." Dilip menurunkan ponselnya saat panggilan terputus dengan adiknya. Dia menekan angka 5 menempelkan pada telinganya dan menunggu beberapa saat. "Hallo, Pangeran?" "Kau ada dimana?" "Saya berada tidak jauh dari Apartemen Tuan Putri, Pangeran?" "Datanglah ke Apartemennya. Aku akan datang besok pagi." "Baik, Pangeran." Dilip akan mematikan ponselnya namun suara Paine masih terdengar. "Ada apa Paine? Katakanlah?" Paine di sebrang sana menatap botol minumannya dengan pandangan kosong. Dia bingung harus berkata apa pada Tuannya namun jika tidak di katakan ini menyangkut adiknya. "Begini Pangeran ... beberapa hari yang lalu saya melihat Tuan Putri mendatangi sebuah rumah sakit. Saya pikir Tuan putri memang sedang tidak enak badan namun ternyata memang hal itu benar adanya." "Lalu? Dia datang pada Rumah sakit mana?" "Saya tidak tahu bagaimana menyampaikannya pada Pangeran tapi yang pasti Tuan Putri mendatangi rumah sakit dokter kandungan." "Dokter kandungan?" "Iya Pangeran." Dilip memejamkan mata. Tangannya terkepal, Apa yang di lakukan adiknya di luaran sana? "Ya sudah. Biar ini urusanku besok, sekarang lebih baik kau pergi ke Apartemennya pastikan jika dia baik-baik saja." "Baik, Pangeran." Dilip memutuskan panggilannya. Dia menendang apapun yang ada di depannya dengan kesal. Apa yang Dolores lakukan? Dia datang pada dokter kandungan? Dilip berpikir jika adiknya sedang hamil. Jika tahu adiknya akan bertingkah jalang seperti ini lebih baik dia hidup di lingkungan istana, membuat malu saja. "Hei, hei, hei, kawan. Ada apa denganmu?" Teriakan Jeff terdengar menggelegar. Mereka semua langsung mendekat. Mereka pikir Dilip sudah masuk ke dalam mobil miliknya namun saat mereka mengklakson mobil itu tidak bergerak. Mobil Josh yang ada di belakang mulai turun karena kesal dan mengetuk kaca mobil Dilip namun beberapa detik tak ada jawaban. Josh pun berkata pada keempat temannya untuk keluar dari mobil. Mereka memang sepakat untuk membawa mobil masing-masing karena setelah perjamuan itu mereka akan pergi ke tujuan yang berbeda. Mungkin hanya Josh yang tidak memiliki tujuan karena dia tidak sesibuk kelima temannya. Dia sibuk jika sedang dalam jadwal penerbangan. "Kau kenapa? Apa ada masalah?" Theo bertanya. Dilip memejamkan matan. "Sepertinya setelah perjamuan ini selesai aku akan pergi ke Indonesia." "Kau akan pergi ke Indonesia? Bukankah itu tempat dimana adikmu sekarang tinggal?" Josh menatap Dilip memastikan. "Yah." "Ada apa dengan Dolores?" Tyson pun ikut bertanya. "Aku belum bisa memastikannya. Lebih baik kita segera pergi, aku tak bisa mengulur waktu. Aku tak ingin terjadi sesuatu pada adikku." Mereka mengangguk dan melangkah pergi tanpa bertanya lebih lanjut. ??? Satu persatu mobil yang di tumpangi oleh Josh, Dilip, Jeff, Nicole, Theo dan Tyson memasuki lobby hotel. Beberapa wartawan sudah bersiap di tempatnya untuk mengabdikan momen ke-6 pria tampan yang bersahabat baik. Yang pertama keluar tentu saja Dilip di susul oleh Theo, Jeff, Josh, Nicole dan terakhir Tyson. Yang pria terakhir dia memang paling tidak suka adanya banyak orang seperti ini, dengan kilatan kamera yang membuatnya muak. Jika saja dia tidak menghargai temannya tak akan sudi datang ke tempat seperti ini. Mereka berjalan bersama dengan senyuman di wajah, terutama Jeff jangan di tanyakan karena pria itu tersenyum berlebihan di bibirnya. Jepretan kamera membuat mereka terdiam sebentar. Dilip seorang CEO terkenal pasti menjadi pusat perhatian karena hampir di negaranya dia memiliki perusahaan raksasa. Namun tak lama deruan sebuah mobil terdengar memekik telinga. Sebuah mobil Lamborgini berwarna Hitam terparkir. Semua orang menatap siapa pemilik pengemudi itu. Jeff dan Nicole saling menyenggol bertaruh siapa orang yang ada di dalamnya. Masalahnya mobil itu menyita semua orang karena deruan mobilnya seperti seorang pembalap. Beberapa detik menunggu sebuah high heels berwarna hitam terlihat. Mereka terkesima, karena mereka pikir sang pemilik mobil seorang pria ternyata seorang wanita keluar dengan anggun nya dari mobil itu. "Aku juga bilang apa. Siapa lagi jika bukan si Bar-bar itu sang pemilik mobilnya." Thoe memutar bola mata saat melihat siapa yang keluar dari mobil itu. Jeff mendekat ke arah Theo. "Kau mengenal wanita itu?" "Yah dan tidak." "Kau kenal dengannya dimana?" "Dia wanita yang dulu sempat aku ceritakan, dimana aku memiliki luka tembak di bahu. Dan dia dengan kurang ajarnya tanpa melakukan apa-apa langsung bertindak." Jeff terdiam mencoba mengingat perkataan Theo. "b******k. Jadi yang kau sebut bar-bar itu seorang dokter wanita yang ikut dalam aksimu beberapa bulan yang lalu?" "Hmmmm." "Amazing." Theo pergi begitu saja tak memperdulikan teman-temannya. Moodnya yang baik langsung down begitu saja saat melihat sosok wanita yang membuatnya ingin menodongkan pistolnya pada wanita itu. Theo mengingat beberapa bulan yang lalu dimana dia mendapatkan sebuah tugas dari atasannya yang ternyata malah membawa sebuah petaka untuk anggotanya. Di tempat mereka akan baku hantam di sana pula ada beberapa Dokter yang sedang bekerja membuat mereka kesulitan. Namun ternyata kesulitannya malah membawa Theo bertemu dengan wanita gila yang dengan berani merebut pistolnya dan menembak beberapa musuhnya. Di saat dirinya tertembak di kaki dan bahunya. Sejujurnya Theo pun sempat kagum akan pribadinya yang berani namun ternyata ke kaguman nya membuatnya membenci wanita itu, wanita itu membentaknya dan berkata kasar. Theo sekarang menjadi yakin wanita yang memiliki wajah lembut, tak selembut sikap dan sifatnya. Tyson yang melihat perginya Theo mengekori pria itu. Dia sudah tidak nyaman berada di kerumunan orang-orang t***l itu. Dia seorang pelukis dimana membutuhkan ketenangan dan konsentrasi. Hal itu terbawa pada pribadinya sampai umurnya yang hampir kepala tiga. "Mereka berdua akan pergi kemana?" Josh bertanya pada Nicole yang ada di sampingnya. "Entahlah aku tidak tahu. Mungkin mereka lapar dan mencari prasmanan di dalam." Nicole tersenyum lebar saat Josh mendengus. Ada dua orang yang sudah keluar dari mobil itu dan keduanya menunggu seseorang yang belum keluar. Wanita yang membawa mobil tadi mengetuk kacanya terlihat sebal. Dan beberapa detik kemudian seseorang keluar dari mobil itu. Semua orang semakin terkesima melihatnya. Suasana menjadi ribut seketika membuat wanita itu tidak nyaman. Kedua wanita itu menarik lengan wanita itu dan mereka berjalan dengan percaya diri namun hanya satu yang tidak. Dilip tak berkedip menatapnya. Jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya. Dia memukul dadanya untuk kembali normal namun ternyata malah semakin kencang membuatnya sesak saat mereka berpandangan. Rasa ngilu membuatnya menekan dadanya dengan kuat. Ada apa dengannya? Kenapa jantungnya berdetak lebih kuat dari sebelumnya? Dilip memejamkan mata untuk menetralkan perasaanya. Dia tak peduli jika banyak jepretan kamera mengerah padanya. "Kau tidak apa-apa Dip?" Jeff memegang bahu Dilip. "Jantungku terasa sesak." "Hah? Sejak kapan kau memiliki riwayat penyakit jantung?" Jeff merasa khawatir atas ucapan Dilip. "Aku tidak tahu. Aku merasakan ini setiap bertemu dengannya." "Aku tidak paham maksudmu?" Jeff sungguh tidak mengerti maksud dari perkataan Dilip yang mengatakan jantungnya terasa sesak saat bertemu dengannya? Jeff terus berpikir sampai matanya membulat. "KAU SEDANG JATUH CINTA BODOH!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN