Yaksa sudah siap dengan ritual keduanya. Puasa empat puluh hari juga sudah dia lakukan. Konon katanya, puasa bisa memudahkan untuk membuka mata batin. Entah apa sebenarnya yang dicari Yaksa. Orang yang lihat hantu sekali saja, bisa merasakan keder dan lemas. Tapi, Yaksa malah ingin menjelajah dan berburu hantu.
Doa-doa Yaksa bacakan. Berulangkali bibirnya terus berkomat-kamit tanpa henti. Matanya juga terpejam untuk meresapi doa yang dia panjatkan. Hawa panas menjalar di kulitnya. Bulu kuduknya berdiri tegak. Yaksa membuka matanya. Tidak ada apa-apa.
Saat menolehkan matanya, Yaksa kaget melihat sesosok mahkuk seperti kuntilanak, bersandar di tembok. Yaksa menolehkan kepalanya lagi, hantu yang tidak dia tau jenisnya juga ada disana. Apa pembukaan mata batinnya berhasil?.
"Yaksa!" panggil suara dari depan rumah.
"Yaksa!"
Seperti suara Egi dan Andra. Yaksa segera membereskan alar ritualnya. "Hah!" Yaksa berjingkat kaget saat dia menoleh ada lagi jenis mahluk seperti suster ngesot. Yaksa celiukan. Dimana mana ada hantu. Yaksa memejamkan matanya. Saat membuka mata kembali, mereka masih ada disana.
Yaksa berjalan pelan-pelan. Mereka tidak ngapa-ngapain. Hanya diam di tempatnya. Atau kadang berjalan-jalan. Yaksa merinding. Dimana mana ada setan. Membuka kamarnya. Yaksa hampir menjerit saat ada mahluk besar dengan kulit hitam dan rambut gimbal. Tengah duduk di lantai kamarnya.
Mahluk itu sangat besar. Besarnya hampir separuh kamar Yaksa. Yaksa ngeri. Sekumpulan mahluk kecil-kecil, bermain memanjat di temboknya.
"Apa ini yang namanya membuka mata batin? Semua mahluk astral terlihat?" tanya Yaksa dalam hati.
"Yaksa!" teriak Egi lagi, dari luar.
"Iya, tunggu sebentar!" teriak Yaksa juga.
"Siapa kamu?" tanya Yaksa pada mahluk yang menyerupai buto ijo.
"Erghgh ergggg!" hanya suara erangan dan hembusan nafas yang kuat, yang terdengar. Yaksa menyautkan tangannya. Tapi, tembus. Mahluk itu tidak bisa dipegang.
"Eghhhh!" suara erangan buto iji terdengar lagi. Disusul kilau bercahaya yang membuat mata Yaksa perih. Siluet putih seperti pedang, menghubus penglihatan Yaksa.
Yaksa membuka matanya kembali. Mahluk-mahluk itu masih sama. Masih berada ditempatnya seperti semula. Mata Yaksa menangkap cahaya yang remang di kantung barang-barang kakeknya.
Kotak semacam kotak cincin terbuka. "Arghgg!" Yaksa mepet ke tembok saat mahluk buto ijo itu menoleh. Mahluk itu melihat kotak yang dibawa Yaksa. Yaksa menyimpulkan. Kalau mahluk itu, tinggal di kotak yang ia bawa.
"Yaksa! Cepat keluar!" teriak Egi.
Yaksa meletakkan kembali kotak itu. Ia berlari keluar kamarnya. Di perjalanannya, ada aja mahkuk yang dia temui.
"Lama banget, Sa!" kesal Egi.
"Ya tadi aku ganti baju dulu." ucap Yaksa berbohong.
"Ayo kita mancing, Sa!" ajaka Andra. Yaksa ngeri melihat Andra. Punggung Andra di tunggangi mahluk seperti anak kecil. Tapi, Andra juga tidak sadar sama sekali.
"Mau gak Sa? Kenapa malah diam?" sentak Andra tidak sabar. Dia sudah lelah menunggu Yaksa. Malah kini Yaksa bengong sendiri.
"Iya, aku mau. Bentar, ambil pancing dulu. " ucap Yaksa. Saat mengambil pancing, Yaksa menjerit keras. Bahkan pemuda itu sampai terjatuh.
"Ahkkkkk!"
Andra dan Egi menghampiri Yaksa. Membantu Yaksa untuk bangun.
"Kamu kenapa, Sa?" tanya Andra panik. Yaksa tersadar. Dia tidak boleh cerita kepada siapapun, kalau dia melihat mahluk tanpa kepala. Sangat ngeri dan berdarah-darah.
"Gakpapa, hanya ada tokek tadi," alibi Yaksa.
"Yaudah yok cepetan. Keburu banyak yang matokin tempat."
Yaksa mengangguk. Ia, Andra dan Egi mulai meninggalkan rumah, dengan membawa pancing dan umpan. Mereka biasa memancing dengan umpan lumut dan cacing.
Yaksa berjalan sambil miring-miring. Kadang, pria itu juga melompat karena takut kakinya memijak mahluk halus yang sedang ada di tanah. Pria itu kebingungan sendiri mencari jalan. Andra dan Egi yang melihat, mengerutkan alisnya bingung. Yaksa sudah seperti orang gila yang kebingunan kesana kesini. Jalanpun melompat lompat tidak jelas.
"Sa, kamu kenapa sih?" tanya Egi bingung.
"Eh!" Yaksa menghentikan langkahnya tiba-tiba saat hampir saya dia menginjak rambut wanita yang terurai sampai menyapu tanah.
"sa, kamu kenapa?" tanya Egi memukul punggung Yaka. Menyadarkan bocah yang makin dibiarkan makin aneh.
"Aku gakpapa!" jawab Yaksa cepat. Ia berusaha jalan normal agar tidak dicurigai teman-temannya.
Tapi tidak bisa. Yaksa terus menghindari apapun yang akan dia pijak. Padahal, kalaupun dia pijak, akan tidak berefek apapun. Toh tembus juga.
"Bisa tuntun aku jalan?" tanya Yaksa merangkul lengan andra.
"Tumben Sa. kamu punya riwayat vertigo apa gimana sih?"
"Gak ada, aku cuma pusing"
"Jangan bohong, Sa!"
"Aku gak bohong. Emang gak ada apa-apa,"
Andra membiarkan. Mungkin memang Yaksa sedang pusing. Sampai di sungai. Yaksa melihat banyak macam mahluk. Mulai dari yang begus bentuknya, sampai yang menyerkan. Banyak wanita-wanita mistis yang mandi di sungai. Banyak pula anak kecil yang sedang bermain di pinggiran air.
Mereka bukan manusia. Karena hanya Yaksa yang bisa melihat. Yaksa menaiki batu besar dengan hati-hati. Duduk disamping anak kecil yang ada disana. Yaksa mulai memancing. Andra menyusul Yaksa. Duduk tepat disamping Yaksa. Yaksa membulatkan matanya. Andra menduduki seorang anak kecil.
"Ndra, kamu pindah tempat deh!" suruh Yaksa yang takut. Takut anak kecil itu marah dan mencelakai Andra.
"Kenapa? Biasanya juga aku di sini." jawab Andra.
"Ada anak kecil yang kamu duduki," bisik Yaksa.
"Jangan ngada-ngada deh, Sa!"
"Aku gak ngada-ngada!"
"Jangan berlagak kamu bisa lihat hantu."
"Sebenarnya, aku buka mata batin. Aku bisa lihat mahluk halus," aku Yaksa jujur.
"Kamu jangan gila Yaksa!" maki Andra.
"Beneran aku gak bohong. Mending kamu pergi!"
"Sa, bertingkah aja kayak orang gak tau! jangan gini, malah nakut-nakutin!"
Egi yang mendengar Yaksa dan Andra berbicara, hanya menyimak. Tapi, ia penasaran juga.
"Yaksa, kamu sebelum bisa lihat hantu kan juga baik-baik saja. Duduk di mana pun juga tidak masalah karena kita emang gak tau. Sekarang kamu tau, kamu harus pura-pura gak tau. Toh mereka juga tembus." oceh Egi.
"Tapi aku takut!"
"Hilangkan ketakutan-mu itu. kalau kamu takut terus-terusan, kau bisa gila!"
Yaksa memikirkan ucapan Egi. Ada benarnya juga. Kalau ia takut berkepanjangan, ia juga bisa gila.
"Terus aku pura-pura gak tau apa-apa gitu?" tanya Yaksa.
"Hanya ada dua jalan keluar. Yang pertama tutup kembali mata batin kamu. Dan yang kedua pura-pura gak tau."
Sudah pasti Yaksa akan memilih pura-pura tidak tau. Perjuangan Yakasa untuk membuka pintu mata batin tidak mudah. Mana mungkin ia menutupnya begitu saja. Kalau pura-pura tidak tau, ia belum yakin. Pasalnya, saat ini juga, dari ujung kepala sampai ujung kaki terasa panas dingin. Apalagai saat Yaksa melihat seorang wanita ghaib yang sedang mencuci baju. Ada juga wanita yang sedang mandi. Dari penglihatan Yaksa, wanita itu hanya memakai jarit.
"Lagian kamu aneh-aneh soh, Sa. Gak semua mahluk halu itu berwajah kayak kita. Banyak juga yang wajanya menyeramkan dan hancur. Kayak pas kita main jailangkukung."
"Aku jadi ngeri, disini banyak mahluk yang bertebangan. Ada juga yang sedang bergelantungan di pohon-pohon."
" Kamu ajak bicara gih!" suruh Andra.
"Gimana caranya? lihat aja udah keder. Mana banyak lagi."
"Kamu lama-lama juga akan terbiasa!"
Ya, Egi benar. Lama-lama, pasti Yaksa akan terbiasa. Anak indigo bisa lihat mahluk lain sejak mereka kecil. Saat besar pun, mereka juga aan terbiasa. Yaksa berharap dia juga akan terbiasa.
Entah perasaannya atau memang benar adanya, mereka bertiga mendapat ikan lebih banyak dari hari sebelumnya. Mereka senang, mengesampingkan pikiran negathif dan percaya ikan itu rejeki.
Saat selesai mancing, mereka memberesi semua kail-nya. Segera beranjak pulang, takut kalau kesorean. Yaksa sudah berusaha se-normal mungkin. Beberapa kali ia berdehem untuk menteralkan degub jantungnya.
"Fokus ke jalan aja, Sa!" titah Egi. Untung Yaksa mempunyai temann sejalan seperti Andra dan Egi.
Mereka pisah di pertigaan jalan. Egi belk dan Yaksa lurus. Jadilah Yaksa berjalan sendirian. Yaksa tak menanggapi ketika ada mahluk menyerupai kepala terbang, nangkring di ranting pohon. Suara Ayam tercekek membuat Yaksa mendongak. darah segar menetes ke tanah. Yaksa melihat mahluk itu memakan Ayam.
"Siapa kamu?" batin Yasa dalam hati. Tiba-tiba, mahluk itu memandang Yaksa. Yaksa berjingkat kaget. Mata mahluk itu ternyata sangat besar. Mahluk itu berubah wujud menjadi orang dengan tubuh gempal, badan hitam dan rambut gimbal. Gondoruwo. Yaksa yakin itu.
"Jadi kau yang mencuri ayam-ayam warga desa ini?" tanya Yaksa dalam hati. Tak disangka Yaksa, Genderuwo itu menggeleng tanda tidak.
Genderuwo atau kerap dipanggil gendruwo adalah sesosok mahluk yang menyerupai kera, dengan badan yang tinggi besar. Kulit-nya hitam kemerahan dan sekujur tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu dan berambut lebat gimbal.
Habitat kegemarannya adalah batu berair, bangunan tua, pohon lebat yang rindang, dan tempat-tempat lembab.
Mitologi genderuwo menurut jawa, genderuwo dipercaya bisa melakukan kontak langsung dan berkomukasi dengan manusia. Genderuwo juga bsa berubah wujud sesuai keinginannya. Biasanya, genderuwo akan menjadi mahluk kecil berbulu dan bisa jadi sangat besar dalam sekejab.
Berbagai legenda mengatakan, genderuwo bisa berubah wujud sebagai manusia. Kegemarannya menggoda perempuan dan anak-anak. Mahluk ini juga terkenal c***l. Suka mengelus tubuh perempuan yang tertidur, menepuk p****t perempuan, bahkan bisa menukar celana dalam perempuan lain.
Keisengan genderuwo tak sampai disitu. Mereka sangat hoby melempar kerikil di genteng-genteng rumah. Mengganggu tidur manusia dengan suara-suaranya. Dan suka kencing sembarangan.
Yang paling disukai genderuwo adalah wanita-wanita kesepian dan janda. Genderuwo akan menyamar menjadi suami perempuan kesepian, dan melakukan hubungan sexsual. Biasanya, wanita yang hamil dengan genderuwo rata-rata tiadak sadar. Karena genderuwo punya berbagai cara untuk menggoda dan mengelabuhi. Mahluk ini, mahluk yang mempunyai gairah sexsual tinggi.
Genderuwo juga suka bersemayam di rahim wanita. Wanita yang diikuti genderuwo akan gampang b*******h dan suka melakukan s*x. Saat wanita melakukan s*x, genderuwo yang berpenghuni di rahim juga akan merasakan kenikmatannya.
Dalam legenda jawa, genderuwo tak semua memiliki sifat jahat. Ada juga genderuwo baik yang biasa membantu manusia. Mereka lebih senang berwujud kakek tua berjubah dan ber-sorban putih. Mereka membantu manusai menjaga tempat ghaib, atau rumah-rumah yang sedang dalam bahaya karena rampok sekalipun. Genderuwo baik juga suka menjaga masjid ataupaun pemakaman. Pernah juga terdengar, genderuwo menyunat anak-anak kurang mampu yang Shaleh dan rajin beribadah.
"Lalu kenapa kau memakan ayam itu. Siapa kalau bukan kau yang mengambilnya?" tanya Yaksa yang masih sibuk mengamati genderuwo makan ayam.
"Aku hanya makan ini harhh harhhh." jawab mahluk itu.
"Kau bisa bicara?" tanya Yaksa terkejut. Yaksa tidak lagi berbicara dalam hati, tapi langsung dengan lisan.
"Hergghh herghhh."
Asal usul genderuwo dipercaya dari arwah orang yang meninggal secara tidak sempurna. Bisa dari kecelakaan ataupun arwah manusia yang meninggal karena bunuh diri, bisa juga karena penguburan yang tidak sempurna. Tidak semua genderuwo jahat. Ada juga yang baik dan sikap tergantung pada sikap manusia. Genderuwo tidak dapat dilihat oleh orang biasa, tetapi kadang genderuwo akan menampakkan dirinya sesuai keinginan mereka.
"Apa kau mau berteman dengan ku? kau jahat atau baik?" tanya Yaksa.
"Erghhh erghh," jawab genderuwo itu seraya mengangguk.
"Aku pergi dulu!" pamit Yaksa. Lagi-lagi mahluk itu mengangguk. Kalau dia mahluk jahat, sudah pasti akan mencelakai Yaksa. Yaksa yakin kalau genderuwo yang dia temui adalah mahluk baik.
Sesampainya di rumah, Yaksa segera mandi. Ia masih setengah ngeri melihat genderuwo yang memakan Ayam. Yaksa rebahan di ranjang, membuka buku yang pernah dia beli saat dia SD. Yaksa termasuk orang rapi. Buku-buku yang pernah dia beli, ditaruh di rak khusus agar tidak hilang. Barangkali, ia butuh buku itu suatu saat.
"Ritual pemanggilan genderuwo!" Yaksa membaca sampul buku bergambar seperti mahluk yang dia temui barusan. Yaksa membaca dengan seksama. Memang anak itu suka mencarai gara-gara.
Pemanggilan genderuwo bisa dilakukan dengan pembakaran sate gagak. Sate gagak adalah makanan kesukaan sekaligus peliharaan genderuwo. Dalam penyembelihan-nya pun tidak boleh sembarangan. Harus menggunakan pisau yang tajam, agar mengalirnya darah si gagak bisa lancar. Penyembelihan juga mempengaruhi lancar tidaknya ritual pemanggilan genderuwo. Setelah disembelih, bulu-bulu kasar pada gagak dicabuti biar bersih. Selanjutnya, tubuh gagak diingkung seperti saat meng-ikung ayam, baru bisa dibakar diatas perapian.
Yang terpenting dari ritual ini adalah, mantra-mantra yang harus diucapkan. Rapalan mantra khusus agar genderuwo mencium bau-bau makanan, dan mewujudkan dirinya. Hanya segelintir orang yang tau mantra ini, karena tak sembarang orang berani. Tempat yang diyakini untuk ritual adalah tempat terbuka. Agar bau sate gagak menyebar terbawa arah mata angin, dan genderuwo akan mendatangi tempat itu.
"Erghhh erghh." Yaksa menolehkan kepalanya ketika mendengar suara erangan yang sangat aneh. Tapi, tidak ada siapa-siapa.
"Erghhh erghhh," suara aneh itu terdengar lagi. Yaksa merinding. Suara yang sama persis seperti genderuwo.
"Yaksa, jangan bawa mahluk lain ke kamar ini!" ucap suara ghaib yang persisi seperti suara kakeknya. Yaksa celingukan. Tapi tetap tidak menemukan siapa-siapa.
"Suruh dia pergi, atau akan ada peperangan disini." suara Kakek Yaksa terdengar lagi.
"Aku tidak membawa siapa-siapa ke sini!" seru Yaksa sembari menarik selimutnya.
"Kau mengajak mahluk lain berteman, Yaksa."
Yaksa berpkir cepat. Mahluk lain berteman? apa jangan-jangan mahluk gendruwo tadi? tapi Yaksa tidak merasa mengajak mahluk itu kesini.
"Aku tidak membawanya kesini, Kek." ucap Yaksa pada akhirnya.
Tak ada jawaban apa-apa lagi. Benarkan kalau dia tidak membawa. Apa jangan-jangan mahluk itu ikut dengannya?.
Yaksa melihat kotak berbentuk cincin itu menyala lagi. Sesosok mahluk yang sama besarnya keluar disana. "Kamu pengikut Kakek?" tanya Yaksa. Mahluk besar itu mengangguk. Tiba-tiba, aura di kamar Yaksa menjadi panas. Yaksa tidak melihat, genderuwo yang dia temui tadi, sedang nangkring di genteng atasnya, dan sedang bertatapan sengit dengan malhluk penjaga Yaksa.
"Arghhh!" Yaksa menjerit sembari memegang dadanya. Ia merasa ada serangan tak terlihat yang menyerangnya.
"Kembali kau ke asalmu!" perintah Yaks pada penjaga yang diturunkan kakeknya.
"Pergi!" teriak Yaksa mengusir.
Mahluk itu sungguh bebal, tidak mau pergi dan terus-terrusan duduk di lantai sambil menunduk. Yaksa jadi bingung sendiri. auranya makin lama makin kuat. Perselisihan antara dua kubu. Penjaga Yaksa tidak suka ada mahluk lain yang masuk dalam wilayahnya. gendruwo teman baru Yaksa juga tetap kekuh tidak mau pergi. Yaksa yang kena imbasnya. Pria itu merasakan seluruh tubuhnya yang sudah seperti tertusuk-tusuk jarum.
Tak hanya manusia yang berselisih, bangsa jin dan dedemit pun sering berselisih. Yang satu keras kepala, dan yang satu juga keras kepala.
Yaksa mencoba memjamkan maanya, tapi tidak bisa. Siluet tajam mengenai kornea matanya, membuat mata Yaksa sakit.
"Erghhh."
"Erghhh."
Suara-suara aneh terus bersautan, membuat kuping Yaksa panas. Yaksa menyuruh mahluk itu berkali-kali, tapi sama sekali tak di gubris.
Baraak cklek! cklek!.
Yaksa menatap horor pintunya yang terkunci sendiri. Kenapa situasi kamarnya menjadi sangat horor begini?. Karena takmau ambil pusing, Yaksa memilih memejamkan matanya, karena dia sendiri sudah sangat mengantuk.
Suara burung gagak di atas atap rumah Yaksa terdengar bersautan. Suara lemparan kerikil juga terdengar jelas. Belum lagi suara-suara aneh yang terus muncul.
Prang!
Brak!
Brak!
Yaksa tertidur pulas seolah ada yang menina bobok-kan. kamarnya sudah menjadi tempat pertempuran sesama mahluk ghaib. Semua mahluk peninggalan kakeknya, keluar dari persembunyianya. Mulai dari yang berkekuatan kecil, sampai berkekuatan besar. Beradu satu megusik anak manusia yang sedang tertidur. Bukan salah Yaksa bila salah satu diantara mereka kalah. Yaksa juga tidak tau, kalau genderuwo itu nekat mengikutinya sampai masuk ke kamar.
Pagi harinya, Yaksa terbangun dengan keadan rumah yang sudah seperti kapal pecah, Ia tak menyangka kalau efeknya akan seperti ini. Pecaan Vas bunga bercecedar di lantai, meja belajar jatuh terguling. Selimut sudah teronggok di lantai. Yaka ingin menjerit. Menyalahkan mahkuk s****n yang sudah berani-nya mengacak-acak isi kamarnya. Sekarang, siapa yang ia mintai pertanggungjawaban atas kekacauan ini?.
Dengan malas, Yaksa bangun dari tidurannya. Segera ke kamar mandi. Ia harus membersihkan kamarnya cepat, sebelum ibunya datang. Bisa dikira dia dugem di kamar kalau ibu-nya tau keadaan kamarnya saat ini.
Setelah mandi, Yaksa menuju kamarnya. Membuka pintu, alangkah terkejutnya dia saat kamarnya sudah bersih seperti semula. Pecahan vas bnga sudah terumpul rapi di tegah ruanga. Meja belajar juga sudah kembali ke asalnya. Siapa kira-kira yang sudah memasuki kamarnya dan membersihkan ekacauan ini. Ibu Yaksa? rasanya Yaksa tidak percaya, pasalnya tadi ibu-nya msih berada di dapur. Atau mungkin mereka mahluk yang sama yang sudah mengacaukan kamar-nya tadi malam?.
Sepasang mata bulat lebar berwarna merah menatap Yaksa. Mahluk besar berada di pojok atas kamar Yaksa. MEnatap anak lelaki itu yang sudah berhasil menarik hatinya. Sosok itu genderuwo yang sama seperti yang Yaksa temui.
Tak ada yang menang dalam pertempuran tadi malam. Genderuwo dan ketujuh mahluk peliharaan Joyo Kusumo, sama kuatnya. Satu lawan tujuh. Tidak ada yang tumbang karena sama-sama kuat. Mereka menyudahi pertempuran menjelang subuh. Suara ayam berkokok membuat mereka kembali ke asalnya.
Memang kemunculan mahluk halus identik dengan menjelang magrib sampai subuh.
Yaksa segera membuang beling-beling ke tempat sampah. Tak mau memikirkan hal mistis lagi, Yaksa memilh membantu ibunya ke kandang Ayam.
"Yaka, cepat sarapan, Le!" ucap ibu Yaksa.
"Yaksa puasa bu," jawab Yaksa. Yaksa masih melakukan puasanya karena menurutnya, ilmu yang dia miliki belum sempurna. Masih ada ritual lain yang belu ia kerjakan. Baginya, ini hanya permulaa. Masih ada yang harus Yaksa gapai, entah itu untuk apa.
"Kamu puasa untuk apa?" tanya Nainra curiga.
"Kenapa gak berhenti puasa sejak lebih dari sebulan lalu?" Nainira curiga. Ia bukan orang bodoh yang tak tau arti di setiap puasa itu apa.
"Kata kakek, puasa untuk menghilangkan kesmbongan dan menguatkan aura positif, Bu." jawab Yaksa. Memang benar kan, sebelum ritual harus puasa untuk menambah aura positif.
"Kamu gak sedang ane-aneh, ka?"
"Aneh-aneh apaan sih, Bu. Jangan berfikir yang enggak-eggak!"
"Ibu khawatir, Yaksa. Cukup sekali saja ibu lihat kamu muntah darah karena guna-guna. Jangan ada yang kedua atau ketiga kalinya!"
Yaksa mengangguk. sebenarnya, dia sangat tidak tega melihat ibunya khawatir. Namun apa daya, ia sungguh penasaran dengan dunia mistis dan sumpranatural.
"Iya, bu. Emang dasar si Sulastri yang jahat sama Yaksa." ucap Yaksa mengingat si kuyang Sulastri.
"Kamu emang yag cari gara-gara dulu. Kalau lihat dia, diemin aja. Pura-pura gak tau."
"Tapi Ibu keren, Ibu lebih sakti dari Sulastri."
"Ilmu hitam akan kalah dengan wirid. Dia boleh menang dupa, tapi Ibu menang dunga."
"Ibu emang yang terbaik deh," puji Yaksa. Ibu dan anak itu kembali mengurusi ayam-ayam yang sudah berkokok, mungkin karena kelaparan.
Melihat ayam, membuat Yaksa ingat dengan genderuwo. Ia menghitung jumlah ayamnya, jangan-jangan ayam-nya hilang karena di makan genderuwo.
"Ibu, kenapa ibu selalu mengunci pintu kamar?" tiba-tiba pertanyaan itu muncul dari bibir Yaksa.
"Ibu mengantisipasi aja. Ayah mu kan kerja di luar kota. Ibu hanya takut bila ada genderuwo yang menyamar jadi Ayah dan tiba-tiba memasuki kamar. Ibu juga akan menelfon nomer Ayah dulu, walau Ayah pulang dan berada di hadapan ibu." jelas Nainira panjang lebar. Yaksa mengusap lengannya yang meremang. Kenapa bisa se-horor ini.