Setelah serangkaian drama ngidam yang menguras tenaga, Bagas akhirnya bisa duduk di depan laptopnya. Skripsinya sudah lama tertunda karena ia lebih sering mengurus Maya yang semakin manja sejak hamil. Ia menarik napas panjang, berusaha fokus pada bab hasil dan pembahasan yang harus ia revisi. Namun, baru saja ia mengetik satu paragraf, terdengar suara manja dari belakang. “Gas…” Bagas berhenti mengetik dan menoleh. Maya berdiri di ambang pintu dengan wajah menggemaskan, tangannya memegang perut yang mulai membesar. “Ada apa, Sayang?” Bagas bertanya dengan nada hati-hati. Maya melangkah mendekat, lalu duduk di tepi tempat tidur. “Aku kepanasan. Bisa nyalain AC nggak?” Bagas menoleh ke AC yang jelas-jelas sudah menyala. “Sayang, AC-nya udah nyala…” Maya mengerutkan dahi. “Tapi aku mas