Habis salat Maghrib Kamalia membantu Sumi dan Mbok Darmi menyiapkan makan malam. Beberapa nampan kayu telah siap di antar ke paviliun depan.
"Kamu tunggu saja di sini, sebentar lagi calon suamimu akan turun. Temani, ya. Aku sama Mbok Darmi mau ngantar makan malam ke depan," bisik Sumi setengah menggodanya.
Kamalia tidak menjawab, ia hanya memandang Sumi dengan rasa tak nyaman. Sebagai orang yang lebih tua, Mbok Darmi menangkap ada rahasia di antara Kamalia dan Tuannya. Entah itu apa.
"Si mbok ngantar ke depan dulu, Lia," pamit Mbok Darmi sambil membawa nampan kayu diikuti Sumi. Kamalia menjawab dengan anggukan kepala.
Devin turun dan mendekati Kamalia di ruang makan.
"Kamu ikut aku keluar. Mama sudah menelepon sebuah butik untuk mengurus baju pengantinmu. Awal bulan depan kita menikah, acara lamaran dan akad nikah akan dilaksanakan dalam waktu yang sama. Pagi lamaran, siangnya kita nikah."
"Bulan depan? Bukankah itu tinggal dua Minggu lagi?"
Pria itu mengangguk.
"Kenapa harus cepat-cepat?"
"Bukankah lebih cepat akan lebih baik."
Hening sesaat.
"Apa tidak makan malam dulu?" tanya Kamalia.
"Nanti makan di luar saja. Kita butuh waktu satu jam untuk sekali jalan."
Kamalia menutup kembali semua makanan di atas meja. Lantas masuk kamar untuk mengambil tas.
Devin menunggu di mobil saat Kamalia berpamitan sama Mbok Darmi dan Sumi di paviliun.
Mobil membelah malam dengan lampu penerangan di pinggir jalan yang minim. Hawa dingin menusuk hingga ke tulang.
"Pakai jaketku. Sudah tahu dingin, kenapa tak bawa jaket." Devin memberikan jaketnya yang tadi berada di sandaran jok yang didudukinya.
Meski ragu, Kamalia tetap menangkupkan di dadanya.
Sepanjang perjalanan tanpa ada percakapan lagi. Kamalia memperhatikan jalanan yang gelap dan sepi. Devin fokus menyetir. Lagu Bon Jovi mengalun dari head unit mobil.
Mobil berbelok ke halaman parkir di sebuah mall di tengah kota kecil mereka. Itulah satu-satunya pusat perbelanjaan yang ada. Sebenarnya Bu Rahma menyuruh Devin agar membawa Kamalia pergi ke kota tempat tinggal sang Mama. Namun Devin keberatan karena jarak yang ditempuh sangat jauh. Belum lagi bolak-balik untuk fighting baju.
Devin mengajak Kamalia naik ke lantai dua mall dengan menaiki tangga. Suasana cukup ramai malam itu. Mereka disambut pemilik butik dengan ramah. Wanita umur empat puluhan itu mempersilahkan Kamalia saja untuk memilih model baju pengantin yang dikehendaki. Sebab Devin sudah bilang akan memakai jas warna hitam saat akad nikah nanti.
Kamalia memilih model kebaya classic style warna putih s**u. Saat ditanya usai pengukuran, ia pun tidak memiliki permintaan khusus untuk menambahkan asesoris.
"Kita makan malam dulu?" ajak Devin setelah keluar dari butik.
Mereka memilih restoran gurame bakar yang menyediakan banyak pilihan menu. Sebab Devin hanya butuh makan sayur saja.
"Kamu punya pacar sekarang?" tanya Devin sambil menunggu pesanan datang.
Kamalia menggeleng.
"Tapi pernah pacaran?"
"Pernah."
"Kenapa putus?"
"Orang kaya akan memilih calon menantu yang kaya juga."
"Tidak semuanya," bantah Devin.
Kamalia memandang pria yang duduk didepannya. Memang tidak semua, contohnya saja Bu Rahma. Sudah tahu ia gadis yatim piatu, tapi tetap mau menerima dia apa adanya. Padahal pernikahan mereka adalah kesepakatan yang saling menguntungkan antara Devin dan dirinya.
Seorang pramusaji datang mengantarkan pesanan. Keduanya menikmati makan malam tanpa ada percakapan hingga mereka keluar restoran.
"Kamalia," panggil seseorang yang menghentikan langkah Kamalia dan Devin di koridor mall. Kamalia mencari arah suara.
Seorang cowok dengan postur tinggi dan rambut panjang diikat rapi ke atas berdiri tidak jauh di belakang mereka.
Tiba-tiba debar d**a Kamalia berpacu lebih cepat, ketika cowok itu mendekat.
"Apa kabar?"
"Baik," jawab Kamalia sambil menyambut huluran tangan pria yang tersenyum ramah.
"Saya Willy," ucapnya saat menjabat tangan Devin.
"Dev," jawab Devin singkat.
"Enggak nyangka bisa bertemu kamu di sini. Dua hari yang lalu, aku ke rumah pamanmu. Kata beliau kamu sudah pergi kerja. Kerja di mana?" Binar mata cowok itu ada sesuatu yang sulit diungkapkan, karena terlalu bahagia. Sinar matanya tidak bisa menyembunyikan rasa dalam dadanya.
"Di sebuah tempat."
"Di mana?" kejar cowok itu.
Kamalia memandang Devin yang saat itu juga sedang menatapnya.
"Kamalia tidak bekerja, dia akan menikah denganku bulan depan," jawab Devin santai dengan kedua tangan berada di saku celana.
Binar bahagia itu sontak berubah menjadi gurat kekecewaan yang teramat dalam.
"Menikah?"
Kamalia mengangguk pelan. Willy beku sesaat.
"Kalau begitu, selamat, ya. Tanggal berapa nikah?"
"Maaf, kami belum berencana mengadakan resepsi. Jadi pernikahan dilaksanakan secara private. Keluarga inti saja yang bakalan menghadiri," jawab tegas Devin.
"Oh, begitu. Ya, enggak apa-apa. Semoga acaranya berjalan lancar."
"Terima kasih. Kami pergi dulu." Devin menggamit tangan Kamalia, digenggamnya erat dan mengajak gadis itu melangkah pergi.
Willy menyaksikan dengan hati yang perlahan lebur. Pencariannya setelah berbulan-bulan usai wisuda berakhir begini.
Mungkin itu yang dirasakan Kamalia di hari wisuda waktu itu. Ketika dengan diam-diam kedua orang tuanya mengajak gadis pilihan mereka untuk dikenalkan pada Kamalia sebagai calon istri putranya.
Cowok itu ingat bagaimana Kamalia melangkah pergi dengan berurai air mata. Sementara dirinya gagal mengejar karena Mbak Eva telah mengajak adiknya masuk sebuah taksi online.
Sejak hari itu Willy menanyakan alamat Kamalia pada teman-temannya. Namun tidak ada satupun yang tahu alamat lengkapnya. Setelah beberapa bulan ia baru teringat tentang tempat kos Kamalia. Akhirnya ibu kos gadis itu yang memberitahu dan semuanya sudah terlambat.
🌷🌷🌷
"Cowok tadi mantan pacar kamu?" tanya Devin setelah keduanya duduk di dalam mobil.
Kamalia mengangguk pelan. "Iya."
"Berapa lama kalian pacaran?"
"Dua tahun."
"Sayangnya dia datang terlambat."
Kamalia tidak menanggapi. Pandangannya di buang ke samping kiri. Tempat parkir itu penuh dengan kendaraan pengunjung.
Rasa sesak, rindu, dan kecewa berbaur jadi satu. Devin tidak segera mengajaknya pergi. Ia memberi ruang pada Kamalia untuk menenangkan diri.
Dari spion samping Devin melihat cowok itu keluar mall sambil memandang ke segala penjuru. Tentu mencari Kamalia.
Kemudian Willy melangkah ke arah mobil yang tidak jauh dari mobil Devin. Segera ditutupnya kaca jendela yang tadi dibiarkan terbuka. Kemudian ia mengikuti tepat di belakang mobil cowok itu. Namun Kamalia tidak menyadarinya. Hingga Devin terjebak di lampu merah, sedangkan mobil Willy telah melaju pergi.
Devin bisa merasakan luka gadis disampingnya. Sama-sama sakit meski berbeda cara. Dirinya patah hati karena gadis idamannya lebih memilih bersama pria lain. Namun berbeda dengan Kamalia, dia harus terluka disaat pria pujaannya datang, tapi ia telah bersama pria lain.
"Harusnya tadi sekalian kita pesan cincin pernikahan." Devin memecah hening di antara mereka.
Kamalia menoleh tanpa menanggapi.
"Besok kita pergi lagi."
"Ya," jawab pelan gadis itu.
Next ....