Siang ini, suasana di kediaman keluarga Danish lumayan sepi dan tenang. Hari ini merupakan jadwal makan bersama mereka yang dilakukan setiap hari minggu dan semua anggota keluarga wajib ikut dalam makan siang tersebut.
Karena Danish dan Vivi tidak tinggal di sana lagi, alhasil Lidia mengadakan jadwal tersebut agar keluarga mereka tetap bisa berkumpul walau tidak setiap hari.
Dan hari ini, di atas meja makan telah tersedia berbagai jenis makanan lezat yang telah siap disantap. Namun, karena kehadiran salah satu anggota keluarga yang telat, dengan terpaksa acara makan siang mereka sedikit terlambat.
“Itu dia datang” Seru Daniella saat melihat kedatangan Danish. “Kenapa kau lama sekali? Aku sudah kelaparan” Tanyanya begitu sang kakak duduk di sampingnya.
“Jalanan macet” Jawab Danish singkat, membuat Daniella memanyunkan bibirnya.
“Di mana Papa?” Tanya Danish.
“Papa pergi ke luar negeri untuk menghadiri pameran temannya. Dia bilang akan kembali besok” Jawab Vivian yang hanya dibalas anggukan oleh Danish.
“Ayo, makan” Seru Daniella.
“Berdoa dulu” Peringat Danish saat adik kecilnya itu hendak memakan makanannya.
“Iya-iya” Ucap Daniella kemudian meletakkan sendoknya kembali dan mulai berdoa.
Di tengah acara makan siang mereka, Lidia –sang Ibu- mulai membuka percakapan.
“Bagaimana sekolahmu, El?” Tanya Lidia.
“Mama seperti tidak tahu saja. Dia ‘kan tidak pernah punya cerita menarik di sekolahnya” Cibir Vivian. “Lagi pula, Mama dan El ‘kan masih tinggal di satu rumah, kenapa Mama malah tanya El?” Tanyanya.
“Iya, Mama seperti tidak tahu saja kehidupan sekolahku” Sambung Daniella.
“Mama hanya penasaran. Kamu ‘kan tidak pernah cerita secara terbuka sama Mama. Mungkin saja kamu sudah punya pacar di belakang Mama dan Papa” Ucap Lidia membuat Vivian tersedak makanannya.
“Mama bercanda? Mana ada pria yang mau dengan El?” Ejek Vivian yang langsung mendapat lemparan selada dari Daniella.
“El” Tegur Danish.
“Lihat saja kalau aku sudah glowing, kau akan berada jauh di bawahku” Kesal Daniella.
“Kalau kau glowing” Tutur Vivian.
“Sudah, sudah, kalian ini kenapa? Kerjaannya berantem mulu? Kalian mau lihat uban tumbuh di rambut Mama?” Sela Lidia.
“Kak Vivi yang mulai, Ma” Adu Daniella yang dibalas peletan lidah oleh Vivian.
“Iya, Mama tahu” Ucap Lidia. “Kamu juga, Vi. Berhenti ganggu adik kamu” Tegurnya pada anak keduanya itu.
“Oh iya, Vi. Bukannya kemarin kamu bilang diterima kerja di tempat yang kamu mau itu?” Tanya Lidia.
“Iya, Ma. Mulai besok, Vivi sudah mulai masuk kerja” Jawab Vivian. Senyum bahagia pun tak luput dari wajah cantiknya.
“Memangnya kamu daftar di mana?” Tanya Lidia.
“Di kampusnya Kak Danish” Jawab Vivian antusias.
Minggu lalu, Vivian memang telah mengirimkan surat lamaran kerja di Universitas Jakarta. Ia ingin mengikuti jejak sang Ayah dan Kakak yang sama-sama berprofesi sebagai dosen. Maka dari itu, diam-diam ia telah mengirim surat lamaran kerja di sana dan telah diterima sebagai dosen matematika.
“Kenapa di sana?” Tanya Danish.
“Kenapa bertanya seperti itu?” Tanya Vivian balik.
“Kak Danish takut. Aksi mata-matamu ‘kan setingkat FBI” Sahut Daniella.
“Anak kecil diam” Ketus Vivian.
“Kau sudah tahu ‘kan kalau jam kerja di sana lumayan padat? Tidak sama dengan Universitas Negeri, di sana...”
“Iya-iya, aku tahu. Memangnya aku orang bodoh yang langsung melamar kerja tanpa tahu asal usulnya dengan jelas?” Potong Vivian.
“Baguslah kalau begitu” Ucap Danish seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Bagaimana denganmu, Dan? Apa ada sesuatu yang mau kamu katakan?” Tanya Lidia.
“Tidak ada” Jawab Danish membuat Lidia menghela nafas pelan dengan pasrahnya.
Jika sudah seperti itu, baik Vivian maupun Daniella tak ada yang berani membuka suara.
-------
“Kenapa hari ini ramai sekali?” Gumam Savannah begitu sampai di dalam bioskop yang berada di salah satu mall.
“Ah~ Mungkin mereka mengejar film yang akan kunonton” Gumamnya lagi.
Kaki Savannah pun mulai melangkah menuju mesin otomatis yang akan mengeluarkan tiketnya. Karena, ia telah lebih dulu memesan tiket online sebelumnya. Alhasil, ia tak perlu capek-capek mengantri untuk mendapatkan tiketnya.
Setelah mengambil tiket, Savannah memutuskan pergi ke toko buku yang ada di lantai bawah untuk menghabiskan waktunya selama menunggu film yang akan ia nonton tayang setengah jam lagi.
“Tidak ada buku baru” Gumam Savannah setelah berkeliling di dalam toko buku tersebut.
“Savannah” Panggilan itu lantas membuat Savannah menoleh pada orang yang memanggil namanya.
Alangkah terkejutnya ia saat melihat orang yang memanggil namanya adalah Aldebaran. Ya, pria itu sekarang ada di hadapannya.
“Al” Seru Savannah. “Apa yang kau lakukan di sini? Kau membuntutiku?” Tuduhnya.
“Aku tidak sebosan itu sampai membuntuti orang” Ucap Aldebaran.
“Lalu?” Tanya Savannah.
“Aku ingin nonton film” Jawab Aldebaran.
“Sendirian?” Tanya Savannah.
“Kenapa bertanya seperti itu kalau kau juga datang sendirian?” Tanya Aldebaran membuat Savannah berdeham.
“Tapi, kenapa aku tidak yakin?” Tanya Savannah.
“Tidak yakin apanya?” Tanya Aldebaran seraya mengambil buku dari rak yang berada tak jauh dari tempat Savannah berdiri kemudian membaca sinopsis dari novel tersebut.
“Aku tidak yakin ada kata kebetulan di sini” Jawab Savannah. “Bagaimana bisa kita bertemu di sini hanya dengan kata kebetulan?” Tanyanya dengan mata yang menyipit.
“Itu terserah kau, mau percaya atau tidak” Ucap Aldebaran yang fokus pada bacaannya. Ia sendiri pun tak menyangka akan bertemu Savannah di sana. Pasalnya, ia memilih untuk nonton hari ini karena tidak memiliki kegiatan apapun di rumahnya.
“Lalu, film apa yang kau nonton?” Tanya Savannah.
“After” Jawab Aldebaran yang lagi-lagi membuat Savannah terkejut.
“After?” Tanya Savannah memastikan.
“Kau juga?” Tebak Aldebaran tepat sasaran.
“Wah~ Ini gila” Gumam Savannah.
“Mungkin hanya kau yang gila” Aldebaran membuat Savannah mendecak.
“Padahal aku sudah mewanti-wanti agar tidak nonton film yang sama dengan orang lain” Gerutu Savannah.
“Keinginan seperti itu sangat jarang terjadi” Ujar Aldebaran.
“Ya, aku baru tahu itu hari ini” Ucap Savannah. “Tapi, kenapa kau pilih film ini?” Tanyanya.
“Karena cover-nya menarik?” Jawab Aldebaran tak yakin.
“Jawaban macam apa itu?” Cibir Savannah. “Astaga, filmnya sudah mau mulai” Serunya saat tak sengaja melihat jam tangan Aldebaran.
Savannah pun membalikkan tubuhnya dan segera berlalu dari sana menuju bioskop dengan langkah cepat, diikuti Aldebaran yang berjalan lumayan jauh di belakangnya.
Setelah berada di dalam ruangan, Savannah duduk dengan manis di tempat duduknya dengan popcorn dan minuman yang berada di tangannya. Ia pun telah melupakan Aldebaran yang juga menonton film yang sama dengannya. Di ruangan yang sama, tapi di tempat duduk yang berbeda.
Beberapa saat kemudian, lampu ruangan mati dan film pun mulai diputar. Tak lama setelah film dimulai, seseorang duduk di samping Savannah. Menghiraukan orang tersebut, Savannah memfokuskan pandangan pada layar lebar di hadapannya.
Namun, karena cahaya ponsel dari orang di sampingnya yang terlalu cerah itu, membuat Savannah merengut kesal lalu menoleh. Baru saja ia ingin menegur orang itu, tapi bibirnya telah lebih dulu kelu saat melihat siapa orang duduk di sampingnya tersebut.
“Pak Danish” Seru Savannah dengan suara tertahan.
-------
Love you guys~