Tuk.
Savannah mengalihkan pandangan dari layar komputer menuju kaca jendela saat mendengar suara seperti ada yang melempari jendelanya. Keningnya mengerut lantaran seseorang kembali melempari jendelanya.
Dengan kesal, Savannah berdiri dari duduknya kemudian membuka jendela yang berada dibalik meja belajarnya tersebut dan menemukan seorang pria tengah berdiri di seberang sana. Dengan posisi yang sama dengannya.
“Aldebaran” Gumam Savannah.
“Kupikir kau sudah tidur” Ucap Aldebaran dengan senyum tipis di wajahnya.
“Kau yang melempari jendelaku?” Tanya Savannah yang dibalas anggukan oleh pria itu. “Kau kurang kerjaan atau apa? Bagaimana kalau kaca jendelaku pecah? Kau mau tanggung jawab?” Tanyanya sewot.
“Tidak akan. Aku hanya melemparinya menggunakan penghapus” Jawab Aldebaran.
“Dasar, memangnya dia pikir harga penghapus semurah itu sampai dia membuang-buangnya seperti ini?” Gumam Savannah hingga tak terdengar oleh Aldebaran yang berada di seberang sana.
“Kau bilang apa?” Tanya Aldebaran.
“Kenapa kau melempari jendelaku di jam begini?” Tanya Savannah.
“Aku bosan” Jawab Aldebaran.
“Kalau bosan, carilah solusinya sendiri. Kenapa mengganggu orang?” Tanya Savannah kesal.
“Sudah lama rumah itu tidak berpenghuni. Aku hanya ingin tahu, bagaimana respon pemiliknya yang sekarang” Ucap Aldebaran.
“Lalu?” Tanya Savannah dengan sebelah alis yang terangkat.
“Sangat berbeda dari sebelumnya” Jawab Aldebaran.
“Memangnya siapa yang pernah menghuni kamar ini?” Tanya Savannah penasaran.
“Seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun” Jawab Aldebaran.
“Di mana dia sekarang?” Tanya Savannah.
“Kau benar-benar ingin tahu?” Tanya Aldebaran yang dijawab anggukan ragu oleh Savannah. “Dia sudah meninggal” Jawabnya.
“Meninggal?” Tanya Savannah.
“Ya. Dia gantung diri tepat di tempatmu sekarang” Jawab Aldebaran yang membuat Savannah kembali menutup jendelanya.
Setelah menutup jendela, Savannah segera memegang d**a kirinya yang berdebar kencang karena ucapan Aldebaran barusan. Seketika tubuh Savannah menjadi merinding. Matanya pun langsung menelusuri seisi kamarnya dan berakhir di atas kepalanya.
Membayangkan ada anak kecil yang gantung diri di dalam kamarnya membuat Savannah berteriak sekencang mungkin. Tak sampai di sana, dengan kecepatan kilat, Savannah berlari keluar kamarnya menuju kamar kedua orang tuanya.
Sementara Aldebaran yang masih setia di tempatnya, terkekeh saat mendengar suara teriakan Savannah. Hingga kekehan itu berganti menjadi senyum tipis yang terukir di wajah tampannya.
“Sangat manis” Gumam Aldebaran.
-------
“Astaga, Arletta” Seru Tia saat melihat Savannah memasuki ruang kelas. “Ada apa dengan wajahmu? Kau terlihat sedikit pucat dan... apa-apaan lingkaran di bawah matamu? Kau tidak tidur semalaman?” Tanyanya beruntun.
“Jangan tanya” Pinta Savannah lesu kemudian membaringkan kepalanya di atas meja.
“Ada apa? Kau ada masalah apa?” Tanya Tia.
“Masalah?” Tanya Savannah seraya mengangkat kepalanya kembali lalu mengarahkan kepalanya pada Aldebaran yang duduk di sampingnya seraya membaca buku dengan tenang setelah membuatnya ketakutan semalaman dengan cerita bohong yang pria itu lontarkan padanya.
“Pria itulah masalahnya” Ucap Savannah penuh dendam.
“Aldebaran?” Tanya Tia bingung.
“Semalam dia mengatakan kalau di kamarku ada anak kecil yang pernah bunuh diri. Tapi, ternyata dia bohong. Semalaman aku tidak bisa tidur karena itu” Jelas Savannah yang terdengar jelas oleh Aldebaran. Namun, pria itu sama sekali tak memberikan respon apapun.
“Di kamarmu? Apa maksudmu?” Tanya Tia semakin bingung.
“Ah, apa aku belum bilang kalau kami tetanggaan? Rumah kami sebelahan” Ucap Savannah.
“Oh~” Gumam Tia.
“Dan semalam dia melempar jendela kamarku hanya karena dia bosan lalu menceritakan omong kosong itu padaku” Ujar Savannah penuh dendam hingga membuat Tia terkekeh.
“Sudahlah. Sekarang ‘kan kau sudah tahu kalau dia hanya berbohong” Ucap Tia.
“Tapi, tetap saja. Lihat wajahku. Aku bahkan tidak yakin bisa konsentrasi saat kelas nanti” Rajuk Savannah.
“Bersemangatlah” Ujar Tia prihatin seraya menepuk-nepuk pundak Savannah beberapa kali.
Beberapa saat kemudian, seorang dosen masuk ke dalam kelas mereka. Namun, bukannya bersiap-siap menyapa sang dosen, para mahasiswa malah sibuk saling berbisik satu sama lain. Hingga membuat Savannah yang tadinya sedang berlesu-lesuan di atas meja segera mengangkat kepalanya hingga tatapannya bertemu dengan mata itu.
“Good morning” Sapa dosen tersebut yang tak lain adalah Danish.
“Good morning, Sir” Balas para mahasiswa.
“Mulai hari ini hingga satu bulan ke depan, saya akan menjadi dosen pengganti untuk mata kuliah essay writing dan literature and film” Ucap Danish yang kembali menimbulkan bisikan-bisikan para mahasiswa. Ada yang senang, ada pula yang mengeluh.
“Karena ini bukan mata kuliah utama saya, jadi kalian tidak perlu menggunakan bahasa Inggris. Kalian bisa menggunakan bahasa Indonesia, tidak akan ada pengurangan nilai Lanjut Danish yang langsung mengundang sorak sorai dari para mahasiswa.
“Tapi, akan ada poin tambahan bagi kalian yang menggunakan bahasa Inggris” Sambung Danish yang kini mengundang keluhan para mahasiswa.
Di saat mahasiswa lain sibuk mengeluh karena aturan Danish. Berbeda dengan Savannah yang lebih memperhatikan Danish saat pria itu berbicara. Mata Savannah tidak pernah lepas dari wajah pria itu.
Senyum miring yang terlukis di wajahnya pun mampu memperlihatkan betapa antusiasnya ia saat mengetahui bahwa Danish akan membawakan tiga mata kuliah sekaligus di kelasnya. Itu artinya, ia akan memiliki lebih banyak waktu untuk bertemu dengan Danish dan ia bisa mengetahui sesuatu dari gerak-gerik pria itu untuk melancarkan aksinya.
Setelah bergelung dengan sedikit peraturan kecil, akhirnya kelas dimulai dengan Danish yang lanjut membahas pembahasan terakhir yang dibahas oleh dosen utama. Sementara Savannah sibuk memperhatikan pria itu tanpa berkedip dalam waktu lama. Otaknya sibuk mencari-cari celah untuk masuk ke dalam dunia sang dosen.
Namun, hingga mata kuliah berakhir, Savannah sama sekali tak menemukan apapun dari pria itu yang membuatnya mendecak kesal.
“Ada apa?” Bisik Aldebaran yang mendengar decakan Savannah.
“Tidak apa-apa” Balas Savannah berbisik.
“Baiklah. Kelas hari ini cukup sampai di sini” Tutur Danish. “Untuk tugas, silakan menonton salah satu film berbahasa Inggris dengan tema bebas lalu tulis apa yang kalian temukan dalam film tersebut. Tugasnya dikumpul minggu depan” Lanjutnya.
“Baik, Sir” Seru para mahasiswa.
-------
***
Tia : Kau mau nonton film apa?
Savannah : Entahlah. Aku masih mencari film yang sesuai dengan ekspektasiku.
Tia : Kau akan menunggu sampai kiamat kalau begitu. Tidak ada film yang akan benar-benar sesuai dengan ekspektasi seseorang.
Savannah : Setidaknya mendekati. Sudah banyak film yang sudah kunonton, tapi tidak ada yang benar-benar mendekati ekspektasiku.
Tia : Memang susah bicara denganmu.
Savannah : Kita ‘kan sedang chat-an, bukan bicara wkwk.
Tia : Terserah kau. Aku sudah putuskan untuk nonton xxxx.
Savannah : Film itu jelek. Jangan nonton itu.
Tia : Jangan spoiler :|
Savannah : Tapi, film itu benar-benar jelek.
Tia : Aktif satu detik yang lalu.
***
Melihat tanda itu di aplikasi chat-nya membuat Savannah terkekeh. Tapi, ia sungguh tidak tahan untuk tidak mengatakan itu. Pasalnya ia memang benar-benar telah menonton film itu dan menurutnya film itu biasa-biasa saja.
Savannah lalu membalikkan tubuhnya seraya meninggalkan aplikasi chat tadi kemudian membuka aplikasi browser di ponselnya. Jari-jarinya bergerak lincah mencari film bagus untuk ia nonton.
“Ini jelek”
“Yang ini terlalu biasa”
“Ini terlalu cringe”
“Mmm... Ini lumayan, tapi pemerannya memiliki akting yang buruk”
“Yang ini tidak bagus”
“Kenapa semuanya jelek-jelek?”
Jari Savannah pun terus meluncur ke bawah mencari film yang menurutnya benar-benar menarik. Hingga matanya menangkap sebuah cover film yang menarik perhatiannya. Ia pun meng-klik film itu lalu membaca sinopsisnya. Tak lupa ia menelusuri seluk beluk para pemerannya.
“Yang pria lumayan. Yang wanita masih pemula. Tapi, sinopsisnya menarik” Gumam Savannah bimbang.
“Mari kita cek. Kalau film-nya tayang di bioskop, berarti...” Ucapan Savannah terhenti saat melihat film tersebut memiliki jadwal tayang di salah satu bioskop yang ia cek. Itu pun jadwal terakhir di hari itu.
“Baiklah. Aku akan menontonmu” Putusnya.
“Wow. Rating-nya lumayan bagus dan ternyata cukup terkenal” Gumam Savannah yang bertepatan dengan kaca jendelanya yang dilempar seseorang.
Tanpa bertanya, Savannah pun tahu siapa pelakunya. Ia lantas turun dari tempat tidur lalu membuka jendelanya dan menemukan Aldebaran berdiri di seberang sana.
“Apa lagi? Kalau bosan, lebih baik kau pergi berenang ke laut saja sana bersama para hiu” Ketus Savannah.
“Kau sudah memutuskan untuk nonton apa?” Tanya Aldebaran, menghiraukan ucapan Savannah.
“Sudah” Jawab Savannah.
“Apa?” Tanya Aldebaran.
“Bagaimana denganmu?” Tanya Savannah balik.
“Aku belum memutuskan. Makanya aku bertanya, mungkin kita bisa nonton film itu bersama” Jawab Aldebaran.
“Kalau begitu, silakan putuskan lalu beritahu aku. Aku tidak ingin nonton film yang sama denganmu” Ucap Savannah kemudian memeletkan lidahnya pada Aldebaran lalu segera menutup jendelanya.
Aldebaran yang melihat tingkah Savannah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
-------
Love you guys~