Bab 7. Halo Mantan

1134 Kata
"Mengancam atau tidak, itu tergantung pemikiran Sir Joseph. Kalau tidak ada yang ingin Mister bicarakan lagi, saya permisi dulu," ucap Evelyn setelah yakin jika Joseph tak dapat membalas ucapannya. Dengan langkah cepat Evelyn menuju mobil, dia tak menoleh ke belakang karena cemas Joseph akan mengikutinya. "Apes banget aku! Kenapa aku malah harus ketemu lagi sama pria itu?" gerutu Evelyn sembari menyalakan mesin mobil. "Terus dia juga bilang mau anterin aku ke kantor. Emangnya naik apaan dia sampe percaya dirl seperti itu." Karena kesal membuat Evelyn tak berhenti mengoceh sendiri, bahkan suasana mobil yang biasanya lumayan ramai karena Evelyn memutar lagu untuk menemani kini sunyi senyap. Evelyn tiba di kantor dengan disambut dengan raut wajah tegang Merry yang berubah menjadi lega. Bahkan dia dapat melihat peluh yang menetes dari pelipis gadis yang hari ini mengenakan blus dusty pink yang dipadukan dengan celana bahan warna hitam. "Merry, lebih baik kamu minum yang hangat dulu, meeting-nya masih 15 menit lagi ini. Saya juga mau bersiap-siap agar tidak memalukan saat bicara di depan investor nanti." Titah Evelyn. Merry mengangguk cepat, lalu buru-buru menuju pantry untuk membuat segelas teh hangat untuk dirinya dan segelas kopi hitam untuk Evelyn. Sementara itu, Evelyn berjalan menuju ruangannya, mencoba menenangkan diri sebelum pertemuan dengan para investor dengan membaca kembali bahan presentasi. Tak lupa Evelyn juga merapikan riasan wajahnya, dia membuat garis matanya terlihat tajam agar dapat memengaruhi orang-orang yang pasti akan mengajukan pertanyaan saat dia selesai memaparkan semua ide-idenya selama dia melakukan presentasi. "Bu Eve. Ini kopinya." Dia mendongak saat mendengar suara Merry dan melihat jika sang sekretaris sudah tidak tegang. Senyuman lebar pun Evelyn ulas, merasa yakin jika dia pasti berhasil melalui meeting ini dengan menandatangani perjanjian kerja sama dengan para investor. "Kamu siap, Merry?" tanya Evelyn yang dijawab anggukan kepala oleh Merry. "Kalau begitu ayo kita berjuang memenangkan tender ini," ucap Evelyn setelah meneguk habis kopinya. Merry mengangguk dan segera membantu Evelyn membereskan meja sang atasan. Dengan langkah mantap, Evelyn menuju ruangan meeting yang dapat menampung 100 orang itu. Namun begitu dia melangkah masuk, kakinya terpaku. Di dalam ruangan meeting ternyata duduk seorang pria berwajah familiar yang sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang pria. Tatapan matanya penuh percaya diri, seakan-akan dia adalah pusat yang menarik seluruh perhatian di dunia ke dalam dirinya, tapi itu tak berlaku untuk Evelyn. Sebaliknya dia memandang jijik pria itu seakan-akan adalah hama yang harus dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. "Selamat datang Bu Evelyn," sapa seorang pria yang seusia dengan Erik. Semua yang semula berbincang-bincang kini merapatkan mulutnya, menjaga agar ruangan meeting tidak berisik. Dan pria yang menjadi pusat perhatian itu menyunggingkan senyuman lebar saat melihat Evelyn "Evelyn. Lama tidak bertemu. Aku rindu padamu," ucap pria itu dengan nada menggoda. "Tapi saya tidak merindukan Anda. Bapak Ronald," balas Evelyn dengan tanpa perasaan lalu menuju tempat duduknya. Tak lama meeting pun di mulai. Semua mulai sibuk dengan tugasnya masing-masing, termasuk Evelyn yang melakukan presentasi untuk meyakinkan para investor yang ada di ruangan ini. Saat seorang pria yang memandu jalannya meeting meminta Evelyn untuk kembali duduk, barulah dia merasa sedikit lega. Akan tetapi, saat matanya tak sengaja bertabrakan dengan mata Ronald, hembusan napas kasar Evelyn keluarkan berkali-kali. Dia jelas mengetahui maksud dari senyuman Ronald yang penuh arti kepadanya, pria itu seolah ingin mengukir kembali hubungan keduanya di masa lalu. Meeting berakhir dengan hasil yang tidak sepenuhnya memuaskan bagi Evelyn, dia harus melakukan meeting kembali 1 bulan kemudian. Siapa lagi penyebabnya kalau bukan Ronald. Pria itu dengan sengaja memberikan pernyataan yang bertentangan dengan Evelyn, membuat para investor lain berpikir ulang akan kredibilitas wanita itu. Evelyn menggeram kasar saat melihat Ronald menghampiri menghampiri dirinya. Ketika pria itu berdiri di depan Evelyn yang masih duduk, tanpa sungkan Ronald memulai percakapan. "Evelyn ... sejujurnya aku senang kita dapat bertemu lagi," ucap Ronald dengan senyum yang terlihat memuakkan dalam pandangan mata Evelyn. Dia menghela napas, berusaha mengendalikan emosi yang tiba-tiba membuncah. Bukan karena rindu, tetapi karena jijik saat mengingat perselingkuhan yang pernah Ronald lakukan. Selamanya Evelyn tak akan pernah melupakan saat Ronald bergumul mesra dengan wanita lain saat mereka berpacaran. Evelyn menatap Ronald dengan sorot mata dingin. "Kalau begitu ... sayang sekali, karena aku merasa sebaliknya," balasnya tanpa basa-basi. Ronald terkekeh kecil, seolah tak terpengaruh dengan intimidasi yang dilakukan oleh Evelyn. "Aku mengerti kalau kamu masih marah padaku, Eve. Tapi bukankah kita bisa bicara baik-baik? Mungkin setelah ini kita bisa makan malam bersama?" Evelyn mendengus. "Jangan mimpi, Ronald! Aku sudah muak melihatmu di ruang meeting tadi. Dan aku tidak mau menghabiskan waktu lebih lama bersama pria b******k sepertimu." Ronald menatapnya dengan tatapan lembut yang justru membuat Evelyn semakin jijik. "Aku hanya ingin menebus semua kesalahanku padamu, Evelyn. Aku menyesal telah menyakitimu enam tahun lalu." Evelyn tertawa kecil, tapi nadanya penuh sarkasme. "Menyesal? Tapi yang aku lihat enam tahun yang lalu di apartemenmu tidak seperti itu. Kamu malah menunjukkan raut wajah puas saat bergumul dengan wanita itu." Ronald menghela napas, ekspresinya sedikit berubah. "Aku tahu aku salah, tapi aku benar-benar ingin memperbaikinya." Evelyn menatap pria itu tajam, lalu berdiri dari kursinya. "Aku tidak peduli dengan penyesalanmu. Yang aku pedulikan sekarang adalah bagaimana caranya supaya aku tidak perlu berurusan denganmu lagi." Dia melangkah pergi, meninggalkan Ronald yang terdiam di tempatnya. Namun, sebelum Evelyn benar-benar keluar dari ruangan meeting, suara Ronald kembali terdengar. "Kamu tidak bisa menghindar selamanya, Evelyn. Kita masih akan bertemu lagi dalam meeting bulan depan. Dan percayalah ... aku tidak akan menyerah begitu saja." Evelyn meremas tangannya, menahan emosi yang kembali membuncah. Dia tahu satu hal, Ronald tidak akan menyerah semudah itu. Tapi dia juga bukan wanita yang akan tunduk begitu saja. Jika pria itu ingin bermain dengannya, maka Evelyn siap menghadapinya. Begitu pintu ruangan meeting tertutup di belakangnya, Evelyn menarik napas panjang, mencoba meredam emosi yang masih bergolak dalam dadanya. Ronald benar-benar tidak berubah, masih penuh percaya diri dan berlagak seolah semua dapat berjalan sesuai keinginannya. Langkah kakinya cepat menuju ruangannya, dan begitu masuk, dia langsung menjatuhkan diri ke kursi, menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. “Bu Evelyn?” Suara Merry terdengar ragu dari balik pintu yang sedikit terbuka. Evelyn menurunkan tangannya dan menghela napas sebelum menjawab, “Masuklah, Merry.” Merry masuk dengan hati-hati, membawa segelas air hangat dan meletakkannya di meja Evelyn. “Saya lihat tadi wajah Ibu sangat kesal setelah meeting berakhir. Apakah semuanya baik-baik saja? Apakah gosip ciuman panas Ibu memengaruhi hasil meeting tadi?" Evelyn menatap sekretarisnya sejenak, lalu menghembuskan napas kasar. “Saya harus menghadapi mantan b******k di ruangan meeting tadi, Merry. Dia kembali pengganggu yang menyebalkan.” "Mengenai gosip itu ... saya mungkin akan menggunakannya untuk dua kepentingan yang berbeda," lanjut Evelyn yang membuat Merry termangu. "Maksudnya Ibu ...." "Saya akan menggunakannya untuk menghindari desakan menikah dan mantan b******k yang hanya memikirkan s**********n saja," ucapan Evelyn tak pelak membuat Merry terganga. "Ibu masih waras 'kan?" tanya Merry yang segera menepuk mulutnya karena telah bertanya hal yang tidak sopan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN