Bab 3. Kita Hanya Orang Asing!

1191 Kata
Evelyn yang mulai kesulitan bernapas melayangkan pukulan bertubi-tubi pada d**a pria itu untuk melepaskan ciuman itu. Usaha yang dilakukan Evelyn berhasil, pria itu melepaskan tautan bibir keduanya. "Apa yang barusan tidak cukup membuktikan jika dia adalah wanitaku?" tanya Joseph-pria penyelamat Evelyn dengan sarkas pada pria pemabuk itu. Sementara Evelyn hanya dapat terdiam, masih terengah-engah akibat ciuman mendadak itu. Belum sempat memproses apa yang telah terjadi, Joseph menarik tangan Evelyn untuk meninggalkan klub malam itu. Bukannya menolak, Evelyn malah mengikuti langkah kaki Joseph. Efek alkohol semakin mengaburkan pandangannya, dan aroma maskulin yang menguar dari tubuh Joseph membius kesadaran Evelyn. Bahkan saat pria itu membawanya ke mobil, dia tetap tidak melakukan perlawanan. Lagi-lagi baik Evelyn maupun Joseph tak menyadari jika kamera kembali terarah pada mereka berdua. Orang itu menyeringai puas saat mendapatkan beberapa foto Evelyn dan Joseph dengan posisi yang sangat intim. Seringai puas berulang kali terbit pada bibir orang itu. "Tangkapan yang bagus," gumam orang itu dengan tertawa riang saat melihat mobil yang membawa buruannya meninggalkan parkiran klub malam. Entah siapa yang berinisiatif, kini Evelyn dan Joseph telah terdampar di sebuah kamar hotel. Efek alkohol sudah menguasai tubuh keduanya, erangan dan rintihan yang saling bersahutan akibat stimulus yang dilakukan oleh keduanya pun memenuhi ruangan. 'Tubuhku terasa aneh,' gumam Evelyn di dalam hatinya. "Aduh! Apa yang kamu lakukan pada tubuhku?" tanya Evelyn dengan berteriak saat Joseph mulai menyatukan tubuh keduanya. "Joseph. Panggil aku Joseph." Titah Joseph yang tanpa aba-aba mendobrak penghalang yang dimiliki oleh Evelyn. "Sialan! Kenapa sakit sekali rasanya? Hey, Joseph! Cepat hentikan sekarang juga!" Evelyn yang merasa tubuhnya terkoyak segera mengumpat, namun Joseph yang telah dikuasai oleh gairah tetap melanjutkan aksinya. Bahkan dia tak memperdulikan kuku panjang Evelyn yang menancap pada punggungnya. "Tahan ... sebentar lagi kamu akan merasa nikmat," ucap Joseph dengan bercucuran peluh di sela pori-pori tubuhnya. Evelyn benci untuk mengakuinya, tapi pesona pria yang sedang menjamah tubuhnya tak dapat dia tolak. Dan tak perlu menunggu lama, sakit yang dirasakan oleh Evelyn perlahan menghilang dan tergantikan sensasi baru yang menyenangkan. Joseph yang mengetahui Evelyn sudah menyerah sepenuhnya dalam kuasa dirinya, lantas tersenyum penuh kepuasan dan segera mengejar sesuatu yang sedari tadi ingin meledak di dalam tubuhnya. Akhirnya setelah Evelyn tertidur setelah mendapatkan pelepasan untuk yang pertama kalinya. Disusul oleh Joseph beberapa detik setelahnya. Sinar matahari pagi yang menerobos melalui celah gorden di kamar itu membangun Evelyn, kepalanya terasa sakit dan dia mengumpati dirinya yang begitu banyak minum semalam. Setelah kesadarannya pulih, barulah Evelyn menyadari jika dia berada di sebuah tempat yang asing. "Aduh! Kenapa sakit banget, sih?" teriak Evelyn yang mencoba untuk bangun dari tempat tidur. Rupanya suara Evelyn membangunkan seseorang yang sejak tadi berbaring di sampingnya, hanya saja wanita itu terlalu fokus dengan dirinya sehingga tak menyadarinya. "Jam berapa ini?" Suara berat seorang pria membuat Evelyn menoleh. Matanya terbelalak saat melihat pria asing yang hanya berbalut selimut dan dalam keadaan duduk. Tak lama teriakan yang menggelegar kembali keluar dari bibir yang bengkak akibat ciuman panas semalam. "Siapa kamu?!" tanya Evelyn yang masih dalam posisi berbaring, tubuhnya sangat sakit untuk bergerak. Dia otomatis merapatkan selimut dan menyadari satu hal. Dirinya dan pria asing ini sama sekali tak berpakaian, serta berada di dalam satu ranjang. Evelyn mengintip ranjang tempat dia berbaring dan terkejut saat mendapati jika terdapat noda merah pada sprei berwarna putih ini. Darahnya berdesir hingga ke ubun-ubun, tak lama tawa kencang yang disertai air mata menetes dari mata Evelyn. Joseph yang menyadari jika dia telah merusak masa depan seorang wanita hanya dapat menggigit bibirnya, sembari menunggu Evelyn puas meluapkan segala emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. "Sungguh ironis sekali, aku dulu putus dengan pacarku karena dia ingin tidur denganku. Tapi sekarang ... aku sama saja dengan w************n yang siap mengangkang di depan pria yang tidak aku kenal." Joseph mengerutkan dahinya saat mendengar curahan hati Evelyn, tidak setuju dengan pernyataan yang dilontarkan oleh wanita yang terkulai lemas di ranjang itu. "Nona, kamu bukan w************n dan aku juga bukan pria asing. Kita pernah bertemu 6 tahun yang lalu di pesawat dari Jerman ke Jakarta. Mungkin kamu sudah lupa, tapi aku nggak akan pernah lupa wajahmu yang sedang bersedih tapi sekaligus terlihat kuat," ucap Joseph yang membuat Evelyn mengusap air matanya dan memandang tajam Joseph. "Tapi sayangnya aku nggak mengingat orang yang nggak terlalu penting buat hidupku," sahut Evelyn yang mulai membangun tembok pertahanan. Dia tidak akan mengemis tanggung jawab pada pria yang tidak dia kenal, selamanya Evelyn akan hidup melajang sambil merawat keponakannya. Satu-satunya peninggalan berharga dari sang kakak. Joseph tentu saja tersenyum kecut saat mendengarnya, sudah jelas Evelyn hanya sedikit terkejut mendapati kehormatannya sudah terenggut di dalam keadaan mabuk. "Setidaknya aku harus tahu siapa nama wanita yang telah aku tiduri," ucap Joseph setelah memaksakan sebuah senyuman. "Evelyn." Dengan setengah hati, dia menyebut namanya. Berharap agar urusannya dengan pria asing ini cepat selesai. "Joseph. Itu namaku. Aku harap kamu akan mengingatnya jika suatu saat kita bertemu lagi." "Itu nggak akan pernah terjadi, sekarang cepat pakai bajumu dan tinggalkan tempat ini." Titah Evelyn dengan nada dingin. "Evelyn! Bagaimana mungkin aku bisa meninggalkan kamu sendirian dalam keadaan seperti ini? Setidaknya biarkan aku membantumu untuk membersihkan diri dan mengantarmu pulang," ucap Joseph yang tak setuju dengan ide Evelyn. "Kenapa tidak? Anggap saja apa yang terjadi di antara kita berdua itu hanya mimpi. Kita ini selamanya hanya orang asing," sahut Evelyn yang masih bersikeras dengan pendiriannya. Joseph hanya dapat menghembuskan napas kasar, dia segera turun dari ranjang dan memakai pakaiannya di depan Evelyn tanpa rasa canggung. Setelahnya tanpa basa-basi, Joseph menggendong Evelyn menuju kamar mandi, mengabaikan perlawanan yang dilakukan oleh wanita itu. Di dalam pikiran Joseph hanya satu, bagaimana membawa Evelyn pulang sementara wanita itu tetap mengunci mulutnya di mana dia tinggal. Perjuangan Joseph belum berakhir, sebab di dalam kamar mandi Evelyn masih meronta-ronta sehingga membuat dia menyerah dan membiarkan wanita itu membersihkan dirinya sendiri. 15 menit kemudian, Evelyn keluar dari kamar mandi dengan tubuh terlilit handuk. Pipi Joseph memerah saat melihat kulit tubuh Evelyn yang seputih s**u dipenuhi oleh mahakarya yang dia ciptakan. Seperti yang dilakukan oleh Joseph tadi, Evelyn memakai pakaiannya di hadapan pria itu tanpa ada rasa canggung. Membuat Joseph tersedak air liur saat melihat tubuh seksi Evelyn. "Kenapa kamu kelihatan nggak malu-malu memakai baju di depanku?" tanya Joseph saat melihat Evelyn sudah selesai bersiap. "Untuk apa aku malu, sementara kita sudah berbagi cairan tubuh," jawab Evelyn dengan wajah datar. Joseph hanya dapat meringis saat mendengarnya, merasa jika Evelyn adalah seorang alpa yang dominan. Sepertinya akan sulit baginya untuk menyakinkan Evelyn, jika dia memang ingin bertanggung jawab atas perbuatannya. "Urusan kita sudah selesai saat keluar dari pintu itu. Aku harap kamu ingat kalau kita ini hanya orang asing yang melakukan ONS. Tidak lebih." Setelah mengucapkan itu, Evelyn meninggalkan Joseph yang masih termangu akan sikap tegas yang dimiliki oleh wanita itu. Di luar kamar hotel, ponselnya berdering, Evelyn mengambil benda pipih itu dari dalam tas tangannya. Sembari melangkah, dia menerima panggilan yang ternyata dari sekretarisnya. Nada panik sangat terdengar jelas dari nada suaranya, membuat Evelyn meminta sang sekretaris untuk mengatakan apa yang sedang terjadi. Sekertarisnya pun segera mengirimkan artikel dari media online. Mata Evelyn terbelalak saat membacanya dan umpatan pun keluar dari bibirnya. "Sialan! Siapa yang berani melakukan ini padaku?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN