18

1132 Kata
Senyum sehangat mentari tak terlepas dari bibir Ashar saat melihat istri tercintanya tengah tertidur pulas di atas ranjang mereka. Vita terlihat sangat polos kala terlelap seperti itu. Dengan langkah pelan, Ashar berjalan mendekati tempat pembaringan. Tubuhnya sedikit membungkuk dengan jemari membelai lembut surai rambut sang istri yang terbaring dengan damainya. "Sayang, bangun bentar yuk." ucap Ashar lembut mencoba membangunkan sang istri. "Sayangnya Mas..” Merasa mendengar suara Ashar, Vita membuka matanya perlahan. "Mas.." panggil Vita dengan suara seraknya, khas sekali kala wanita itu tengah terjaga dari tidur. "Kok Mas udah pulang?" tanya Vita mencoba mendudukan diri. “Makasih Mas.” Ujarnya ketika Ashar membantu menyanggah tubuhnya.  Vita merasa cukup heran melihat keberadaan Ashar. Tak biasanya pria itu ada di rumah, karena seharusnya suaminya itu masih berada di kampus saat ini. Normalnya suaminya itu baru sampai di rumah mereka selepas magrib, itu juga kalau jalanan tidak macet mengingat kampus dan hunian mereka berjarak sangat jauh. "Ikut Mas bentar yuk, Yang." ajak Ashar membuat Vita menaikkan alisnya bingung. Bukannya menjawab pertanyaannya, suaminya malah mengajaknya entah kemana. "Aku cuci muka dulu ya Mas." Ashar menggeleng pelan, menahan tubuh Vita yang hendak bangkit dari ranjang. "Kamu disini aja Yang, Mas ambilin waslap buat bersihin muka kamu." Ujar Ashar yang sedetik kemudian berjalan menuju kamar mandi. “Mas kok kamu makin aneh?!” bisik Vita. Setelah membersihkan wajah Vita dengan kain khusus, Ashar mengajak Vita untuk keluar dari kamar mereka. "Mbak, udah disiapin?" tanya Ashar pada salah satu asisten rumah tangganya.  "Udah Den. Beres pokoknya mah.” "Yuk, Yang..” Ashar menuntun Vita agar mengikutinya. "Siapin apa sih Mas? Kok pake rahasiaan gini sih!" kesal Vita. Kok suaminya jadi begini sejak mengetahui dirinya hamil. Mama dan Papa mereka bahkan Ashar usir dengan alasan Ashar tidak mau orang lain untuk mengurus dirinya kecuali tangan laki-laki itu sendiri. Keterlaluan memang.. Orang tua mereka tak diberi kesempatan berlama-lama. Terhitung hanya tiga jam mereka beristirahat sebelum suaminya mendeportasi mereka dari rumah. "Ikut aja Sayang." ucap Ashar membelai pipi Vita. Ashar menautkan jari-jari mereka, menggandeng tangan Vita agar tak kembali lagi ke kamar. Maklum Ibu hamil, sikapnya labil. Bentar mau, nanti terus berubah pikiran. "Mas..” mata Vita bersinar terang saat melihat apa yang tersaji di atas meja makan rumah mereka. Bibirnya bahkan kelu, tidak tahu lagi harus berkata apa pada Ashar yang ternyata sangat di luar ekspektasi. "Kata Mbak tadi kamu pengen makan ini ya, Yang?!” Ashar mengusap lengan Vita, “nih Mas bawain buat kamu sama Dedek.” "Mas pulang cuman mau beliin ini buat aku?" tanya Vita hampir tak percaya dengan apa yang dilakukan sang suami untuk dirinya. "Mas pulang karena katanya setiap makan istri Mas ini pasti bakalan muntahin makanannya." Ashar menggenggam jemari Vita sebelum melanjutkan ucapannya. "Terus, katanya anaknya Mas lagi pengen martabak manis, jadi Mas harus pulang dong. Masa Mas lebih mentingin kuliah dari pada kalian sih.” "Maaas Ashar!" Vita memeluk tubuh suaminya erat. Perasaan beruntung bahkan bukan hal tepat bagi Vita untuk menggambarkan betapa bahagianya dia memiliki pendamping seperti suaminya saat ini. "Makan ya Sayang, aku suapin." Vita menganggukkan kepalanya pelan mendengar ucapan suaminya yang penuh perhatian itu. Kini, ia sukses mengisi perut tanpa tersiksa. Berkat Ashar Magribnya.. JIKA SEBELUM kehamilan Vita, Ashar aktif dengan geng ganteng-ganteng tapi BLOON-nya, maka dikehamilan sang istri yang masih sangat muda ini, laki-laki bernama lengkap Ashar Magrib itu lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bersama si cantik menggemaskan di rumah. Jika ditanya apakah Vita bahagia? Jelas jawabannya, TIDAK SAUDARA SEPERJUANGAN! Vita lebih suka Ashar berada di luar dibandingkan betah ngejogrok di rumah. Pria itu membuatnya stres dengan selalu mengomentari segala hal yang ia lakukan. Demi apapun, Vita itu wanita hamil yang disumbang oleh sel kecebong sang suami, bukan wanita penyakitan yang setiap pergerakannya harus dibatasi dan mendapatkan larangan dari si penyumbang. Lagian Ashar kenapa dikit-dikit main kecam sih, mau jadi politikus apa gimana suaminya itu. “Mas..” rengek Vita karena Ashar terus saja membututi dirinya, "aku cuman mau ke kamar mandi, harus banget Mas ngikutin kaya gini?" tanya Vita menahan bogem mentahnya. Jujur saja ia mulai risih dengan segala kecerewetan laki-laki yang menjadi suaminya secara paksaan itu. Catat! Paksa, karena laki-laki yang seketika berubah terlalu protektif ini menuntut haknya sebagai si penembus selaput dara dibagian intimnya. Harusnya yang menuntut itu dia, ini malah dia yang dituntut untuk dimintai pertanggung jawaban. "Sayang, Mas itu nggak mau kamu kenapa-napa. Coba bayangin, kalau kamu muntah lagi terus lemes, pingsan. Amit-amit!” Ashar memukul-mukul kepalanya. Tuh, kan! Apa Vita bilang tadi. Mulut tidak berguna Mas Magribnya kini semakin ngawur, mirip ibu-ibu dipasar kalau sedang menawar ikan segar. Nggak bisa berhenti merepet, macam petasan tretes yang digantung-gantungin saat ada acara ketuk pintu yang lanjutannya ada acara saling melempar pantun, khas warga Betawi. "Kalau kamu lemes, terus jatuh gimana? Mas nggak mau ambil resiko." tutup Ashar sembari memberikan senyuman mautnya pada sang istri. Niat hati sih pengen modus ke Vita, semoga saja berhasil harapnya. "Jadi kamu doain aku jatoh gitu?" hardik Vita dengan nada membara. Tangannya bahkan tidak jadi membuka pintu kamar mandi yang sudah berada di depan mata. Nah, loh! Salah ngomong gue kayaknya! "Hah? Gitu? Biar kamu bisa sama siapa itu namanya? Cewek matre tukang porot itu?" tanya Vita galak membuat Ashar meneguk ludahnya bagai air mengalir di padang Sahara, karena saking panasnya aura yang dipancarkan oleh sang istri gitu. Maklumi saja. Ia kan memang hiperbola.   "Hah?! Iyakan?" desak Vita membuat Ashar gelagapan sendiri. "Enggak Sayang, nggak begitu niatnya! Kamu salah paham." Ashar membelai punggung Vita yang naik turun karena emosi. Ashar lupa, jika istri hamil emosinya pasti akan cepat tersulut. Sekali saja menyalakan pemantik, maka bara api akan berkobar dengan cepat. Seperti waktu Icha- Istri Brandon yang hamil Arsen, anak mereka dulu. Anak Icha dan Brandon, bukan dirinya dan Icha. Bisa mati Ashar dipukuli oleh suaminya Icha kalau sampai anak yang lahir dari rahim wanita itu merupakan benih tikungannya. "Sayang, sabar. Tarik napas ya, jangan emosi. Kasihan dedeknya Sayang." "Nggak usah sentuh-sentuh." amuk Vita. Rasanya mengendalikan emosinya saat ini itu bagaikan ingin membuat suaminya jauh dari masa lalu cintanya yang kelam, sulit karena terlalu suram. Lentera hidup suaminya itu redup karena kisah cintanya yang tragis bersama si Mi.. Mi.. Mi keriting itu. "Pergi sana! aku lagi ngidam nggak pengen liat muka kamu." "Loh! Apaan ini! Mana bisa gitu Sayang. Nggak ada ngidam yang kayak gitu di dunia persilatan ini." panik Ashar. Ashar mengikuti langkah Vita. Wanita itu tampaknya akan kembali membaringkan diri ke ranjang. "Sayan mana ada yang beginian. Kamu ngidamnya diubah bisa? Revisi sedikit. Mas nggak bisa kalau nggak liat kamu. Harus liat, jangan mengada-ada kalau ngidam Yang." Mendengar ucapan Ashar, tentu saja wanita hamil itu berbalik. Wajahnya sudah merah padam mendengar serentetan kata tak berguna milik suaminya. "APA NGADA-NGADA? AKU YANG NGIDAM, KENAPA KAMU YANG NGATUR HAH!” murka Vita membahana seantero kamar. “KELUAR MAGRIB!"  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN