Sonya nyaris tak mampu menjejakkan kaki. Seluruh kekuatan di tubuhnya seperti disedot habis. Pandangannya mengabur, bukan karena air mata semata, melainkan karena jiwanya benar-benar hancur. Hening beberapa detik yang terasa seperti ledakan dalam dadanya, membuat Sonya mengepalkan kedua tangan di sisinya. Dia tak tahu mana yang lebih menyakitkan, tuduhan tak berdasar, ketidakpercayaan, atau kalimat terakhir Zeron yang menyamakannya dengan perempuan tak berharga. Sampai titik itu pun, Sonya masih menatap Zeron yang berdiri dengan wajah datar, seolah tak baru saja menyayat hatinya dengan sembilu. “Soal keperawanan mu yang telanjur aku renggut, aku akan beri kompensasi berserta dengan pelayananmu selama menjadi istriku.” Pelayanan? Kata itu terngiang-ngiang, menusuk telinga dan jantungny