Tak ada kata yang bisa menjembatani jarak di antara mereka saat itu, selain lirih suara Sonya yang nyaris terkubur angin malam. “Maaf, Laskar ... maafkan aku,” ucap Sonya perlahan. Suaranya pecah, seakan tiap kata adalah pecahan kaca yang menyayat kerongkongannya sendiri. Laskar masih mematung, pandangannya kosong ke depan, lalu pelan-pelan menggelap, bergetar oleh emosi yang terlalu banyak untuk dipilih. Matanya basah, meski pria itu menolak air mata jatuh begitu saja. Tak perlu menangis untuk tahu bahwa hatinya sedang hancur. Beberapa detik dia membisu, sebelum bertanya dengan suara parau. “Satu tahun ... apa perjanjian itu masih berlaku?” "Ehm, aku rasa masih," ucap Sonya agak ragu karena memang, dari bibir Zeron tidak ada membahas masalah itu. Laskar mengusap wajahnya kasar, s