Dengan tatapan masih terpaku pada wajah Zeron, Sonya membeku. Kata-katanya barusan bukan hanya menenangkan, tapi menembus sisi terdalam dari luka yang selama ini dia sembunyikan rapat-rapat. Bibir Sonya bergerak, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada suara yang keluar. Hanya napasnya yang terdengar lirih, terselip di antara gemetar ringan di ujung dagunya. Dia menunduk perlahan, lalu mengangguk kecil. “Makasih,” ucap Sonya pelan, nyaris seperti bisikan. Zeron mengusap pelan pipinya sebelum mengecup kening sang istri. “Jaga diri ... Mas sayang banget sama kamu,” bisiknya dengan suara yang lembut, tulus, dan tak meninggalkan keraguan sedikit pun. Lagi dan lagi Sonya hanya bisa mengangguk pelan, masih terbuai oleh hangatnya sentuhan dan ucapannya. Begitu Zeron benar-benar pergi,