Suara Sonya semakin bergetar, lidahnya terasa pahit, namun kata-kata itu seolah keluar begitu saja, tanpa bisa ia tahan lagi. Setiap kata yang ia ucapkan mengandung rasa sakit yang luar biasa, sakit karena telah bertahun-tahun merasa tidak dihargai, sakit karena ayahnya memilih untuk menyayangi orang lain lebih daripada dirinya sendiri. Dia berharap dengan cara ini, ayahnya akan sadar. Sadar betapa besar luka yang ditimbulkan dalam hidupnya, sadar bahwa dia bukan lagi anak yang bisa diperlakukan sesukanya. Namun, alih-alih merasakan penyesalan atau kesadaran, ayahnya justru membuang napas kasar dan menatapnya dengan ekspresi yang penuh kemarahan. "Wah, sepertinya kamu mulai berani kurang ajar ya? Apa karena sudah jadi istri laki-laki kaya itu?" Suaranya terdengar sengit, seolah-olah