Tanpa memedulikan Sandra yang masih berdiri dengan tatapan curiga dan napas tersengal karena emosi, Zeron kembali melangkah. Dia tak berkata apa pun, bahkan tak menoleh. Tujuannya hanya satu—melihat Sonya. Memastikan dengan matanya sendiri bahwa wanita itu masih bernapas dan masih bersamanya. Langkahnya berat, tapi penuh tekad. Rasa sakit di bagian perut yang belum sembuh akibat tendangan Fadil semalam seperti mati rasa begitu saja. Tubuhnya masih lebam dan memar, tapi batinnya jauh lebih parah dari itu. Luka fisik bisa diobati, tapi jika dia kehilangan Sonya, maka tidak ada yang bisa menyembuhkan kehancuran itu. Tanpa peduli apapun, Zeron terus saja melangkah. Jemarinya mengepal sempurna, wajahnya tegang. Satu per satu derap sepatunya menyusuri lantai rumah sakit yang sunyi. Lorong