“Mbak Shila! Sini peyuuuk!” Aku mendengar teriakan Riri begitu masuk kamar ganti. Riri yang melihatku masih setengah menangis, langsung berlari menghampiri dan memelukku erat. “Jangan nangis, ih! Udah cantik gini masa nangis, sih?” Riri terus mengusap punggungku mencoba menenagkanku. “Iya, Shil. Udah dong, nangisnya.” Mbak Mela yang berdiri di samping Riri mengambil tisu dari dalam tas lalu pelan-pelan menghapus air mataku. “Di hari bahagia harusnya banyak senyum, dong! Udahan, nangisnya. Ya?” Riri terus mengusap punggungku. Tiba-tiba saja, ketika Riri melepas pelukannya, pintu ruangan dibuka kembali dari luar. Ternyata Mas Adim datang menyusul, dan senyumnya langsung mengembang begitu melihatu. “Pak Dimas, ini loh istrinya nggak