“Arrrhh!” Aku menggeram tertahan sambil mengacak rambutku untuk yang ke sepuluh kalinya. Asli, saat ini rasanya aku pengen ngilang aja atau pergi sejauh-jauhnya! Aku kembali membenturkan kepalaku ke kepala ranjang, berharap agar ingatan beberapa jam yang lalu segera hilang dari otakku, atau minimal jangat terlalu terekam jelas seperti ini. Beneran ya, saat ini aku sedang merasa malu setengah mati. Bagaimana tidak? Wanita paruh baya yang tadi sempat aku tolong ternyata adalah ibu Pak Dimas. Mungkin akan biasa saja andai aku tidak pernah menawarkan diri membantu beliau untuk menelfon anaknya – alias Pak Dimas, tapi semua berubah jadi sangat memalukan ketika beliau tahu bagaimana aku menamai nomor kontak anaknya. Oh iya, go