Aku tersenyum memandang ke layar ponsel. Wajah bahagia Kienar menyapa setiap pagi. Seminggu lebih kami hidup terpisah seperti sekarang. Kienar menguatkan diriku agar tetap bertahan ketika rindu ingin segera dituntaskan, demikian juga sebaliknya. Ponsel menjadi sarana penting bagi kami untuk saling melepas rindu. "Calon papa lagi ngapain sekarang?" goda Kienar sambil memperlihatkan perutnya yang semakin besar saja. Juga dua gunungan yang menggantung bebas tanpa penyangga di atas perutnya. Ah, semakin besar saja. Padahal tidak pernah ada yang mengolahnya lagi sejak kami berpisah. Kata Kienar itu hormon dan dia sudah merasa sakit ketika dipegang karena mungkin sudah mulai memproduksi air s u s u. Aku bilang, kalau kupegang pasti rasanya beda. Dia tersenyum malu, balas menggodaku. "Pegangan