Airin memandangi suasana kota Jakarta pada malam hari dari jendela kamarnya. Setelah pulang dari pertemuan dengan Helen tadi, dia tidak bersemangat untuk melakukan apa pun. Untung saja Sandra sedang tidak ada di rumah, sehingga dia tidak perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan ingin tahu yang pastinya akan dilontarkan oleh sahabatnya itu. “Apa balik saja kali, ya, ke Surabaya,” katanya bermonolog. Sungguh perkataan Bara telah sangat menyakiti perasaannya. Serendah itukah Bara menilainya. Airin jadi menyesali kejujurannya tentang dirinya yang sudah tidak perawan lagi. Seharusnya dia tetap merahasiakan semua itu agar tidak menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Lihatlah, tidak semua kejujuran bisa dihargai. Bahkan yang lebih parahnya, Bara pun langsung meminta padanya. Sungguh sangat miris