Putra membuka matanya dengan berat. Kepalanya masih terasa panas, dan tubuhnya lemas. Saat pandangannya sedikit lebih jelas, dia melihat Sarah duduk di samping ranjangnya, mengganti kompres di dahinya. Mata wanita itu terlihat tulus, tak seperti biasanya yang penuh dengan tipu daya. “Kenapa kau masih di sini?” suara Putra terdengar serak, tetapi tetap berisi ketidakpedulian. Sarah meletakkan kain basah yang baru diambil dari baskom, menatap Putra tanpa ekspresi. “Aku tidak sejahat yang kau pikirkan. Aku hanya merawatmu karena kau sakit.” Putra menghela napas. “Tidak perlu. Aku bisa mengurus diriku sendiri.” “Jangan bodoh. Dengan kondisimu sekarang, bahkan untuk duduk pun sulit,” balas Sarah ketus. “Aku juga tidak ingin Tommy melihat ayahnya tergeletak seperti ini. Dia akan khawatir.”